Sebagian besar dari dua minggu masa skorsing Rion, dihabiskannya di dua tempat: panti dan klub renang. Rion meninggalkan rumahnya untuk menetap sementara di panti. Ia tidur di sana, juga menghabiskan waktu senggangnya jika tidak berenang di sana pula. Kadang ia membantu Suster Natalie memasak atau sekadar mengupas kentang, kadang ia menemani Suster Johana belanja kebutuhan sehari-hari yang tentu saja disusupi barang-barang terlarang.
Terkadang, ia tidak ingin melakukan apa-apa dan hanya menghabiskan waktu bersama Suster Kepala. Menemaninya membaca buku atau memotong rumput di halaman.
Sejak hari pertama kedatangan Rion, Suster Kepala sudah tahu segalanya. Rion bercerita tentang apa yang menimpa Dani, juga tentang apa yang diperbuatnya kepada Irvin.
"Saya tidak akan mengatakan perbuatan kamu ini sudah benar—kekerasan tetaplah bukan jalan terbaik—tapi setidaknya kamu melakukan itu untuk sebuah alasan kuat. Kamu tidak memukul orang itu hanya karena cemburu buta."
Kemudian Rion menceritakan tentang 'buah terlarang' yang dipetiknya di ruang UKS.
Barulah Suster Kepala kehilangan kata-kata. "Apa Dani tahu?"
Rion menggeleng singkat. Dani memiliki kebiasaan unik, yaitu tidur seperti mati suri. Sejak kecil, tidak ada yang mudah membangunkan gadis itu sekalipun suara petasan atau petir. Beberapa kali Ibu bahkan harus menyiramnya dengan air agar Dani tidak terlambat sekolah.
"Jadi kamu ke sini untuk mencari ketenangan sekaligus melarikan diri darinya."
"Ya." Skorsing dua minggu dengan berdiam diri di rumah, sama saja memberi kesempatan bagi Dani untuk lebih sering menemuinya. Dan tentu saja semua itu akan sangat berbahaya bagi keutuhan imannya yang sudah lembek seperti tomat busuk.
Ayah dan Ibu tidak menaruh curiga sama sekali dengan kepergian sementaranya ini. Mereka hanya mengira Rion merindukan panti dan suster kepala, atau mungkin hanya ingin menenangkan diri. Mereka mengizinkannya menginap di sini selama dua minggu.
Sementara Dani? Rion tidak tahu bagaimana reaksinya. Ia sudah pergi pagi-pagi buta sebelum gadis itu bangun. Dua belas hari sudah berlalu sejak percakapan terakhir mereka, dan hingga hari ini Dani belum juga menemuinya.
"Ambillah seberapa pun banyaknya waktu yang kamu butuhkan di sini. Tinggallah, sampai kamu tenang. Bagaimana pun juga panti ini akan selalu menjadi rumah kamu."
"Terima kasih, Suster Kepala." Rion membungkuk untuk memberi pelukan serta kecupan lama di kening sang pemilik panti.
"Saya jadi ingat, dulu kamu sangat anti dengan sentuhan."
"Ada anak baik yang mengajari saya, dia bilang, pelukan selalu bisa mengubah semuanya jadi lebih baik."
Malam itu setelah jadwal latihan renangnya selesai, Rion memutuskan untuk menepi di kebun belakang panti yang kosong. Ia tidak merasa lelah meski tubuhnya sudah dipakai habis-habisan di kolam renang. Ia juga tidak ingin tidur, hanya ingin berbaring sebentar di kebun belakang panti, di bawah pohon besar yang dulu sering menjadi tempatnya menenangkan diri dari gangguan Markus dan kawan-kawan.
Segala sesuatu di panti ini tidak banyak berubah. Bangunan yang masih sama, wajah-wajah ramah yang masih sama, aktivitas yang sama, bahkan cita rasa masakan yang sama. Hanya jumlah anak-anaknya saja yang semakin bertambah. Semakin banyak bayi yang dititipkan di depan pintu. Hampir setiap bulan jumlah mereka bertambah dan jumlah anak yang diadopsi keluar justru berkurang. Bayi-bayi akan bertumbuh dewasa di sini, lalu meninggalkan panti di saat usia mereka sudah melebihi tujuh belas tahun. Seperti yang dilakukan Markus dan kawan-kawan. Rion sadar betapa beruntungnya ia karena diadopsi.
"Jadi ini, yang katanya lulusan panti paling legend? Yang tadinya yatim piatu, terus tau-tau diadopsi keluarga polisi, dan jadi juara kelas sekaligus atlet renang? Ternyata cuma pemalas yang tidur-tiduran mulu di kebon."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Love You Anymore
RomanceSatu saat nanti, aku akan berhenti mencintai kamu. [CERITA INI DILARANG DIPLAGIAT]