7

21.1K 3.6K 1K
                                    

Nah yaaaaa pada nungguin ya....

Nih baru selesai ngetik. Kalau ada typo maafin ya 🙏🏼

Btw, Rionnnn, kamu kok nggak sadar: member One Direction kesukaan Dani = Harry Styles. Sadar gak kenapa?
Karena Mas Harry Styles adalah salah satu member yang berlesung pipi.

***

Rion memungut laptopnya dari atas meja yang dipenuhi gelas-gelas bekas kopi dan kaleng-kaleng bir kosong. Laptop dalam keadaan basah, dan saat dibuka, terdapat retakan yang cukup parah di pinggir layar. Ia memang membanting benda satu ini saat bersitegang dengan Martin.

Seharusnya ia mencoba menyalakan benda itu untuk memeriksa keadaannya, tapi ada hal lain yang lebih penting. Sambil mengamit laptop dengan satu tangan, Rion mengeluarkan ponselnya.

Adam mengirimnya pesan singkat :
Gw yg mestinya titip dani
Dia cuma mau elo
Kalo ada waktu, mgkn kita bisa ngobrol bntr

Rion membalik kursi plastik yang juga terbanting dan duduk di atasnya. Di pukul sebelas malam ini, masih ada tujuh orang berkumpul di rooftop, walau penerangannya hanya bermandikan cahaya bulan dan bias lampu neon kemerahan dari losmen depan. Suara sirine ambulan masih bersahutan dari kejauhan. Sementara gumpalan asap hitam mulai berkurang akibat hujan deras yang mengguyur satu jam lalu.

Perhatian Rion teralihkan oleh pemandangan seorang wanita muda berpakaian serba kotor yang sedang menangis tersedu memegangi ponsel. Beberapa orang tampak mengelilinginya untuk menghibur.

"Bukan penghuni kos." Ami, yang sejak tadi masih berada di rooftop, kini datang menghampirinya. "Dia bukan anak kos. Dia lari ke sini, dan dia bilang anaknya masih ada di apotik tempatnya kerja. Sendirian."

"Berapa umur anaknya?"

"Delapan. Terakhir kali telepon satu jam lalu, masih diangkat. Sekarang tau-tau nggak diangkat. Jadi dia mulai histeris dan memohon siapapun untuk nemenin dia ke apotik jemput anaknya."

Rion menatap prihatin sang ibu muda yang kini meringkuk di tembok pembatas dan menangis meraung.

"Tentu aja nggak ada yang berani anterin." Sahut Ami lagi. "Itu sama aja kita anterin nyawa. Apotiknya ada tepat di pusat kota, di titik kerusuhan. Anaknya juga paling udah mati."

"Gue harap lo nggak ngomong ini di depan dia."

"Gue cuma ngomong apa adanya biar si ibu itu siap. Biar dia nggak nyusahin orang lain demi kepentingannya sendiri. Anaknya umur delapan tahun. Ayolah, seberapa besar kemungkinan anak delapan tahun survive di kerusuhan?"

"Sedikit harapan nggak akan membunuh elo, Ami." Rion menatapnya dingin.

"Lo nggak lagi ngomong sama diri lo sendiri, kan?" Asap rokok tertiup meninggalkan bibir Ami saat perempuan itu menertawainya. "Bahwa lo punya sedikit harapan untuk bisa memiliki hubungan nyata dengan adik angkat lo?"

"Jangan mulai."

Ami mendekati wajahnya. "Lo tau kalau gue bener, dan Dani juga nggak bawa pengaruh baik apa pun buat lo. Barusan lo menggila di sini dan hampir menghajar Martin cuma karena—"

"Kalau dia berani bicara nggak sopan lagi tentang Dani, gue bakal menggantikan kata 'hampir' itu dengan 'sudah'."

"Dan semua ini untuk apa? Dani bahkan udah ninggalin lo dan pergi sama pacarnya."

Rion menoleh malas meninggalkan wajah Ami, dan seketika itu Ami mengerti. Tatapannya terbelalak tak percaya.

"Dia balik ke sini? Si Dedek Gemes?"

I Don't Love You AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang