[ 8 ]

18.3K 4.4K 576
                                    

Gudang berukuran 3x3 ini disulap menjadi kamar tidur tamu untuk sementara waktu. Tante Indah menggelar kasur busa lipat di lantai, lengkap dengan bantal - guling yang masih tampak baru.

"Punya Dani," jelas Tante Indah. "Tapi dia nggak mau pake. Sampai sekarang anak itu masih pake guling bayi."

"Sebenarnya saya nggak perlu menginap—"

"Haiiisshh!" Tante Indah mengibas tangan. "Mana mungkin kami membiarkan kamu sendirian di hari Natal!"

Sebenarnya nggak sendiri. Di panti selalu ramai. Tapi Rion akhirnya mengalah. Ia duduk di atas kasur lipatnya sambil memandangi seisi gudang ini. Ada kardus berjejeran di sudut ruangannya, beberapa isinya menyembul keluar. Barang-barang antik seperti radio tua, pemutar kaset, hingga gramofon bekas.

"Barang-barang kepunyaan kakek Dani. Kami nggak tega membuang semuanya walaupun beliau sudah meninggal. Dani, apalagi. Anak itu sangat dekat dengan kakeknya."

Rion bertanya apakah karena pengaruh sang kakek, sampai-sampai Dani memiliki selera tua.

Tapi Tante Indah tertawa. "Bukan. Itu karena Om Aswin. Dani nggak pernah diizinkan mendengar lagu-lagu barat, katanya lagu barat cuma merusak moral dan ngajarin yang enggak-enggak. Jadi, sehari-hari Dani cuma menikmati musik yang ada di koleksi kakeknya. Titi DJ, Ruth Sahanaya, Vina Panduwinata. Baru-baru ini saja, dia mulai heboh mengenal Kahitna."

Setelah kalimat itu selesai, Rion tahu kini tiba saatnya mereka ke topik utama.

Anehnya, Rionlah ingin memulai duluan. "Saya mau minta maaf, sudah membuat Dani kecelakaan waktu itu."

"Sudah dimaafkan sejak lama, Rion."

"Saya membayangkan kalau Adam masih di sini, Dani pasti sudah mengadu."

"Adam dan keluarganya sudah di Maroko. Ayahnya duta besar di sana. Dan, iya, mereka seumuran dan memang sangat dekat. Hampir setiap hari bersama. Dani nggak bisa terima waktu tahu Adam mau pindah ke negara lain, dia percaya rumah sebelah harus tetap kosong karena Adam bakal kembali."

"Keinginannya sudah tercapai. Rumah itu memang sudah kosong lagi."

Tante Indah mengamatinya lama-lama. "Suster di panti bilang, kamu sempat meminta izin keluar untuk beli ikan mas. Apa itu buat Dani?"

"Ya."

Tante Indah mengangguk-angguk kecil. "Mereka juga bilang ... kamu selalu menyendiri di panti. Hidup di sana sangat berat?"

Selain Markus dan konco-konconya yang sangat mengganggu itu, Rion tidak memiliki masalah apa pun dengan kehidupan panti. Suster-suster di sana juga sangat baik. "Hanya karena saya nggak suka berteman, bukan berarti hidup saya berat."

Tante Indah melembutkan suaranya. "Bagaimana perasaan kamu sekarang? Sudah berbulan-bulan sejak ayah kamu meninggal. Kamu ... mau berkunjung ke makamnya?"

"Enggak. Dan perasaan saya biasa-biasa saja." Tadi ia sudah melewati rumah bekas huniannya di sebelah, dan ia tidak merasakan emosi apa pun.

"Ada bagusnya kita mengeluarkan semua emosi yang ada dalam diri kita. Jangan terlalu dipendam. Nggak bagus." Tante Indah tersenyum pahit. Dan sekian detik saat menatapnya ... entah mengapa, Rion merasa ucapan itu ditujukan Tante Indah untuk dirinya sendiri. "Tante juga pernah kehilangan."

"Ayah Tante juga membunuh ibu Tante lalu bunuh diri di mobil?"

"Anak saya. Anak pertama Tante."

Rion sukses dibuatnya terdiam.

"Namanya Daniel. Iya, Daniel dan Danika. Mereka bukan kembar. Daniel kakaknya Dani. Kalau Daniel masih hidup saat ini, dia akan seumur dengan kamu. Meninggal tanggal 25 Desember. Ngomong-ngomong, kami akan mengunjungi makamnya besok, kamu boleh ikut kalau kamu mau," Tante Indah menurunkan pandangannya ke lantai. Senyumnya terlihat begitu sendu. "Radang paru-paru. Dia meninggal di usia satu tahun setengah. Dani belum lahir saat itu."

I Don't Love You AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang