01

1.9K 95 80
                                    

Boleh minta vote sama komennya?

Terimakasih orang baik:*  god bless you:)

***

Egin dan Je adalah dua Orang sahabat yang berasal dari Palembang dan merantau ke Jakarta untuk mencari ilmu. Di sana mereka bertetangga. Sejak kecil keduanya selalu bersama seperti perangko.

Je yang supel, ramah, easy going dan friendly juga dikelilingi oleh popularitas sementara Egin si anti sosial yang selalu menarik diri dari keramaian.

Dua orang yang bertolak belakang dan anehnya mampu menjalani persahabatan hingga dua puluh tahun ini.

Kini mereka tengah bersiap-siap berangkat ke kampus. Seperti biasa Je menjadi ojek dadakan Egin di pagi ini. Sebenarnya bisa saja Egin memesan ojek online. Karena dia adalah anak rantauan, jauh lebih baik dia memanfaatkan Je ketimbang mengeluarkan uang. Lagian sebagai sahabat kan memang sudah sepatutnya disusahkan, begitu pemikiran dia.

Outfit yang Egin pakai hanyalah kaus putih dipadukan cardigan rajut abu-abu serta jeans senada. Dia bukan tipe cewek yang ribet kalau masalah outfit agar terlihat stylish asalkan yang dia pakai itu baju bukan keset.

Setelah Egin naik ke atas jok motor Je. Namun, Je belum menjalankan motornya membuat Egin heran. “Kok enggak jalan?”

“Kok enggak peluk?” Je balik bertanya.

Seperempat siku terpatri di pelipis Egin. “Kenapa harus peluk?”

Kaca helm terbuka seiring dengan decakan dari Je. “Kan udah jadian,”

“Gue tabok lo! Udah ayo berangkat, keburu siang.” Egin menepuk pundak Je keras. Mual juga dia dengar gombalan receh Je yang lebih receh dari uangnya di dompet.

Harus banget memangnya ia memeluk Je? Ya meski mereka sudah resmi pacaran sih.

Pacaran ya? Ingin Egin tertawa. Kata pacaran menggelitik perutnya. Bisa-bisanya dia mengajak Je notabenenya sahabat menjadi pacar hanya karena gabut. Ketika sahabat menjadi pacar, adalah hal paling lucu bagi Egin, malahan dia sering lupa kalau sekarang Je pacarnya, bukan lagi sahabatnya.

“Iya-iya! Galak amat. Enggak ada lembut-lembutnya jadi pacar.” Egin terkekeh mendengarnya.

Je menjalankan motornya menyusuri gang-gang menuju kosan Egin. Tidak terlalu sempit, cukup untuk motor, tidak dengan mobil.

Setibanya mereka di kampus Egin turun lalu melepas helmnya setelah itu ia berikan helm tersebut pada ojek jadi-jadiannya. Saat Egin hendak berbalik tiba-tiba Je menahannya.

“Bentar."

“Apa lag—”

Cup.

Ucapan Egin terpangkas sebab Je langsung mengecup ujung hidung bangirnya. Kalau perempuan lain bisa saja baper, pengecualian kalau perempuannya adalah Egin. Agak sulit memang meluluhkan hati seorang perempuan cuek macam Egin.

Morning kiss,” jawab Je cengengesan.

“Dih! Alay lo,” cibir Egin seraya memukul Je.

𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang