07

844 53 3
                                    

Boleh minta vote sama komennya?

Terimakasih orang baik, god bless you:)

= WISTERIA =

Hanya dua hari Egin tanpa Je, rasanya sama seperti dua abad Egin hidup tanpa Je. Lebay memang, tapi coba bayangkan jika kamu terbiasa dengan seseorang tersebut, terpaksa tidak bisa bersama orang tersebut lantaran ada sebuah alasan yang tak bisa dijelaskan.

Usai turun dari taksi Egin menghela napas kasar hingga udara dingin berembus dari mulut. Saat ini jam menunjukan dua belas kurang sepuluh menit, hebat! Ini rekornya dalam pulang larut.

Ia merapatkan jaket kulit hitamnya. Malam ini, untuk pertama kalinya Egin mengenakkan dress hitam off shoulder di atas paha, pendek dan ketat, kaki jenjangnya ia baluti dengan stocking hitam pula dibaluti heels silver. Langkahnya mulai lunglai sebab lelah.

“Egin!”

Damn!

“Kok malem banget pulangnya? Enggak kayak biasanya.” Je berjalan mendekat nampak terkejut dengan penampilan Egin yang tak biasanya.

“Hmm.” Egin hanya bergumam. Ia melanjutkan langkahnya melewati Je, sesaat kemudian Je menahannya.

“Kamu kenapa sih?” Melihat Egin yang berbeda membuat Je heran. Kenapa tiba-tiba Egin cuek padanya?

Egin berdecak lalu berbalik, “Apanya yang kenapa?”

“Aku ada salah? Iya? Salah apa? Kita omongin ya?”

“Enggak ada apa-apa, Je.” Alis kanan Je terangkat, “Kalau enggak ada apa-apa kamu kenapa menghindar? Kamu—”

“Gue mau putus,” putus Egin memotong ucapan Je. Bukan terkejut, Je malahan menahan tawa seakan Egin baru saja melontarkan candaan.

“Aku lagi enggak mau bercanda,” ucap Je masih terkekeh.

“Gue enggak bercanda, gue mau putus.” Sontak kekehan Je terhenti. Sepertinya Egin memang serius.

“Kenapa?” Intonasi suara Je mendingin.

Keberanian Egin tadi pupus begitu mendengar Je bertanya dingin seperti udara malam ini.

“Gue bosen.”

Alis Je mengkerut samar, “Bosen?” ulang Je. “Kasih gue alasan lain.” Tidak ada aku-kamu yang artinya Je mulai serius serta marah akan permintaan Egin.

“Lo mau alasan apa lagi? Gue deket sama cowok. Gue enggak suka sama lo, dan gue enggak mau lanjutin hubungan lagi sama lo. Udah cukup alasannya?” kilah Egin.

Kedua tangan Je terkepal sampai urat-urat di tangannya menonjol, amarah ia lampiaskan pada telapak tangan yang ia sakiti dengan kuku-kuku panjangnya.

Jadi ini alasan Egin pamit? Jadi selama ini Egin tak menginginkannya? Je kembali mengingat satu bulan lalu, saat Egin memintanya untuk jadi pacarnya karena bosan sendirian. Kali ini pun alasannya sama, Egin bosan dengannya.

Jadi selama ini pula Je mencintai sendirian. Je tersadar dari lamunannya lalu menatap manik mata Egin lekat lantas memegang bahu Egin erat.

𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang