04

986 60 16
                                    

Boleh minta vote sama komennya?

Makasih orang baik, god bless you:)

***

Detik perdetik telah berlalu dan kini jam sudah menunjukkan pukul dua. Namun, kantuk belum juga menghampiri Egin, cewek itu masih menatap layar ponselnya.

Pikirannya melayang memikirkan Je. Sedari tadi yang ia lakukan hanyalah memandang layar ponsel yang menampilkan nama Je, tak ayal jari-jarinya mengetikkan pesan, tetapi ia hapus lagi, dan hal tersebut terus terulang-ulang.

Udah pulang belum| (deleted)

Ia mencemaskan Je, tapi urung menanyakan kabar cowok itu. Hingga helaan napas terdengar lelah.

“Je rapat apaan ya? Kok bisa sama Lexa? Apa hubungannya sama Lexa?” monolognya.

“Sama gue cantikkan mana?”

Suara Lexa tempo hari lalu menyelinap ke pikirannya menghadirkan pikiran negatif terselubung.

“Enggak, enggak! Je cuma rapat, lo enggak boleh nethink.” Mengibaskan tangan di atas kepala seolah ia mengusir pikiran negatif. “Mending lo tidur, matiin hp, dan jangan banyak mikir."

Egin taruh ponselnya di atas nakas, ia menarik selimut lalu berusaha memejamkan mata. Bukannya hilang, justru pikirannya semakin berkecamuk.

“Ck, arghhhhh!” Menggaruk kasar kepala hingga rambut berantakan.

“Sial! Sial! Sial! Kenapa gue mikirin Je mulu sih!” rutuknya.

Inhale, exhale. Oke, malam ini ia harus tenang! Tidak boleh banyak pikiran, itu sangat tidak baik untuknya.

“Tidur Egin, tidur. Je pasti ngelunjak kalo lo pikirin." Memaksa menutup mata dan kerutan di dahi pun terlihat.

***

Cahaya lampu menghiasi kota Jakarta. Suara klakson juga lampu-lampu sudah menjadi ciri khas jalanan Jakarta jika malam.

Sebuah motor Vespa melaju santai di jalanan penuh transportasi itu. Egin menghangatkan diri dengan memeluk Je dari belakang, tangan dia dimasukkan ke dalam saku jaket Je.

Je menghentikan motornya begitu mereka sampai di kosan Egin.

“Je.” Hanya terdengar gumaman kecil dari Egin. “Kan lo udah jadi pacar gue, gue boleh enggak egois dikit? Untuk minta lo cuma jatuh cinta sama gue. Boleh?”

Mata Je melihat balik bola mata Egin lekat. “Boleh."

Egin menghela napas lega. “Kemarin lo rapat sama Lexa ya? Emang Lexa anggota BEM?” Je sempat menegang sebelum kembali relaks.

“Kalo boleh jujur kemarin gue cemburu kesel, pengin marah, gue telat kerja, nungguin ojek sampe panas-panasan, ngeliat lo jalan sama Lexa gue kesel." Tangis Egin keluar.

Melihat Egin menangis, Je membawa Egin ke dalam pelukannya— membiarkan Egin puas membasahi kamejanya.

“Gin." Menangkup pipi Egin. “Aku minta maaf soal kemarin. Aku beneran ada rapat. Kebetulan sponsor yang waktu itu bantu support temen-temen Lexa." Egin melepas tangan Je yang membingkai di setiap sisi wajah ovalnya.

𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang