Di antara kerumuan, Evan menggandeng tangan Egin tanpa mau melepaskannya, padahal Egin tak akan pergi ke mana-mana. Dia sudah dewasa, mana mungkin kesasar di pusat perbelanjaan ini.
Minggu pagi ini Evan mengajaknya ke mall untuk belanja dan refreshing saja.
"Kamu laper gak?" tanya Evan.
Hampir dua jam mereka berkeliling mall. Sampai di mall mereka nonton lalu Evan mengajak Egin memilih tas juga pakaian untuk Egin. Setelah memilih pakaian dan beberapa kebutuhan keduanya yang paling banyak memakan waktu, Evan yakin Egin pasti lapar.
Egin mengangguk sambil memegangi perutnya, "Iyalah! Daritadi aku jalan masa enggak laper!"
Evan terkekeh, ia mengusap rambut Egin gemas.
"Yaudah kita ke McD aja ya?" Egin mengangguk girang.
Evan menggandeng Egin menuju tempat tujuan, tiba di sana Evan menarik kursi untuk Egin duduki. Egin mengulas senyum sebelum duduk, Evan terlihat seperti kekasih yang perhatian.
Dan mungkin orang-orang mengira mereka dua orang yang sedang kencan, kenyataannya mereka tak memiliki hubungan, masih abu-abu, tidak tahu kedepannya akan seperti apa. Di antara mereka juga masih ada satu orang yang berharap, Je.
Evan memanggil pramusaji, ia memesan beberapa makanan yang cocok di lidah Egin, takutnya nanti Egin muntah lagi seperti hari lalu.
Lumayan lama menunggu pesanan mereka, akhirnya kini beberapa hidangan sudah tersedia di meja dan siap disantap.
Egin menatap binar beberapa makanan di atas meja, ia meraih salah satunya lalu melahap rakus, lupa kehadiran Evan. Masa bodo! Egin sudah lapar dari tadi.
"Laper banget kayaknya." Evan tertawa pelan melihat cara makan Egin seperti orang baru makan seribu abad.
"Hehe, kan belum makan dari tadi." Egin memperlihatkan deretan giginya.
"Mau nambah lagi?" tanya Evan.
"Boleh emang?" Egin bertanya ragu.
"Boleh dong." Senyuman Egin melebar. "Mau apa? Aku panggil lagi pramusajinya," imbuh Evan.
Dengan semangat Egin menjawab, "Sausage McMuffin, hashbrown, sama hotcakes."
Evan mengangguk lalu meminta pramusaji lagi untuk menyiapkan makanan yang Egin inginkan lagi. Egin menatap binar breakfast wrap sebagai terakhir, lalu menyuapkan breakfast wrap tersebut hingga mulutnya penuh.
"Pelan-pelan makannya," titah Evan, ia mengusap sudut bibir Egin yang kotor.
Egin tersenyum kikuk. Mengambil tissue lalu membersihkan mulut, setelahnya ia meminum es teh sampai habis.
"Abis makan kita mau ngapain lagi?"
Egin mengangkat bahu acuh, "Terserah,"
"Ke timezone aja, ya?"
Kontan bola mata Egin melebar, "Enggak deh, males. Mending ke Kali Baru aja, yuk!"
"Kali Baru?" Egin mengangguk mantap, tidak demikian Evan, ia termenung memikirkan sesuatu.
"Aku lupa! Kamu kan belum terapi ya minggu ini?" seru Evan. Terlalu menikmati hari-hari mereka hingga melupakan kegiatan baru yang harus Egin lakukan, terapi.
"Yaudah sekarang aja, mumpung inget, kalo besok aku harus kuliah juga kan." Evan mengangguk.
"Abisin dulu makannya, kita ke sana abis ini." Egin mengacungkan jempol seraya menyuap makanannya.
***
TOK TOK TOK!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]
Random"𝗝𝗮𝗱𝗶𝗮𝗻 𝘆𝘂𝗸! 𝗚𝘂𝗲 𝗯𝗼𝘀𝗲𝗻 𝗷𝗼𝗺𝗯𝗹𝗼." *** Sebut saja dia Regina Egin. Gadis rantauan yang rela terpisah dengan orang tuanya demi pendidikan bersama sahabat dari oroknya, Rajendra Mahardika. Namun, hubungan sahabat mereka tergantikan...