Boleh minta vote sama komennya?
Makasih orang baik, god bless you
***
Usai melihat kondisi Adam, keluar dan mendapati Faldo tengah duduk sambil memainkan ponsel."Egin mana?" tanya Je.
Faldo mengalihkan atensinya. "Udah pulang, tadi dianter sama Evan. Nah, itu dia bocahnya," ujar Faldo seraya menunjuk Evan yang baru saja datang.
"Lo udah bilang makasih?" Faldo bertanya membuat Evan mengernyit. "For what?"
"Jadi lo enggak bilang makasih? Terus tadi lo ngomong apaan sama Egin?" Geram Faldo serta heran akan pertanyaan juga raut wajah Evan yang tampak biasa-biasa saja.
Evan kelabakan di tempatnya. Mana mungkin dia berkata sejujurnya. Bohong saja kali ya?
"Gu-gue bilang makasih udah ngasih kabar soal Adam. Gue enggak tahu kalo Egin yang bawa Adam ke sini." Evan menghela napas lega. Setidaknya dia tidak sepenuhnya berbohong.
Mata Faldo memicing tak percaya. Gelagat aneh Evan mencurigakannya. Sementara Je tak peduli akan gelagat aneh Evan.
Dokter keluar dari ruang UGD, ia membuka maskernya lalu melempar senyum pada tiga pemuda tersebut.
"Administrasi sudah diurus?" Je mengangguk cepat. "Pasien akan dipindahkan ke ruang rawat, jadi menjenguknya di ruang rawat saja, ya," tutur Dokter.
"Oke mbak Dokter cantik," ucap Faldo dengan mata tak berkedip.
Kontan Je menepuk mata Faldo hingga lelaki itu mendengus, "Lihat yang glowing dikit aja lo kagak kicep."
"Iri aja lo," tandas Faldo. Dokter di depan mereka sedikit tersenyum melihat interaksi dua pemuda.
"Kalian lewat lorong sebelah sana ya. Biar pasien kami bawa lewat sini," ucap Dokter tadi menunjuk lorong yang terlihat gelap.
Evan bergidik ngeri. Masalahnya lorong yang dokter tadi tunjukkan itu lorong yang melewati kamar mayat. Gila aja, nanti pas mereka lewat ada yang nongol lagi.
"Dokternya spooky ih!" ujar Je.
"Enggak like gue ah!" Pujian tadi menghilang dari kepala Faldo. Kalau nyeremin enggak jadi suka dia sama Dokter tadi.
"Udah yuk!" ujar Evan memimpin mereka.
Sampai di ruang rawat Adam setelah mereka hidup-hidupan melawan rasa takut lewat kamar mayat akhirnya mereka selamat sentosa. Mereka pikir di kamar mayat ada mbak cantik humoris, untungnya tidak.
"Hai, Je, Van, Do." Di atas brankar Adam mengulas senyum tak ada dosa.
"Hui, hai, hui, hai. Bikin orang jantungan aja lo!" Dengus Je, Adam terkekeh kemudian meringis nyeri.
Sontak Je mendekat khawatir, "Kenapa bisa kayak gini?"
"Emang lagi apes aja." Mengingat kembali saat Adam lewat gang itu ia dihadang oleh beberapa preman yang berakhir preman tersebut menusuk perutnya untungnya pisau tersebut tidak sampai organ vital.
Kemudian Adam teringat akan sosok wonder woman dadakan kayak tahu bulat, "Egin mana?"
"Udah balik," sahut Faldo.
"Gue punya hutang budi sama Egin. Dia juga udah lapor sama polisi terus nyerahin bukti rekaman CCTV di TKP. Kalo enggak ada Egin, gue udah mati kali."
"Untung temen lo enggak mati."
Memori Evan memutar pada saat ia berdebat dengan Egin. Sedikit ia menyesal telah menuduh Egin.
Drrrt drrrt.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]
Random"𝗝𝗮𝗱𝗶𝗮𝗻 𝘆𝘂𝗸! 𝗚𝘂𝗲 𝗯𝗼𝘀𝗲𝗻 𝗷𝗼𝗺𝗯𝗹𝗼." *** Sebut saja dia Regina Egin. Gadis rantauan yang rela terpisah dengan orang tuanya demi pendidikan bersama sahabat dari oroknya, Rajendra Mahardika. Namun, hubungan sahabat mereka tergantikan...