28

796 47 4
                                    

“Nomor yang anda tuju—”

Kembali mematikan sambungan telpon kala yang ia dapat suara operator lagi, operator lagi. Hembusan napas keluar dari mulutnya. Ia tatap lamat ponsel yang terdapat foto seseorang yang satu hari ini belum ia jumpai.

“Berapa hari sih dia di sana?” gerutu Je mengacak rambutnya kasar.

“Ditelpon gak aktif, dichat centang satu. Sesibuk itu dia sama Evan?” Je tersenyum culas. Bayangan Egin bersenang-senang dengan Evan menghadirkan perasaan cemburu.

Je yakin Egin sedang menikmati waktunya bersama bajingan itu. Sial! Posisinya telah direnggut oleh sahabatnya sendiri.

Sahabat?

Pantaskah Evan ia akui sahabat? Persetan cowok tengil itu sudah merebut miliknya. Seperti anak-anak memang kalau ia memusuhi Evan setelah mengambil Egin, tetapi apa mau dikata? Evan sudah keterlaluan! Dia sudah mengambil Egin darinya! Jelas-jelas Je tak terima.

“Coba aja kondisinya enggak rumit gini. Pasti gue udah ajak Egin ke Palembang." Ia bermonolog membayangkan liburannya bersama Egin ke kota kelahiran mereka berdua.

“Kalo Egin udah sembuh ingatannya, harus cepet-cepet dinikahin nih, biar para predator menjauh." Ia kembali bermonolog.

Hampir Je terjungkal kala sebuah notif di screen handphone-nya terlihat. Senyumnya terbit melihat nama kontak. Namun, tak lama senyuman itu luntur melihat isi pesan dari si pengirim.

Egin❤️
|Lo di mana?

Bukannya senang Je rasakan, justru Je terheran-heran melihat perbedaan dari isi pesan dari Egin di sebelum-sebelumnya. Setelah Egin mengalami amnesia kerap kali Egin menggunakan Aku-Kamu, tetapi kenapa tiba-tiba Egin mengubah Aku-kamu menjadi lo-gue.

“Kok lo-gue? Ck, pasti kerjaan Evan." Lalu dia memasukkan ponselnya. Malas juga berurusan dengan Evan. Tetapi ia kesal Evan lancang telah me-chat-nya pakai ponsel Egin.

***

Menunggu memang sangat menyebalkan. Daritadi yang ia lihat hanyalah kata typing belum juga Je membalas pesannya. Meski begitu senyumnya terukir, ia yakin cowoknya itu terkejut dengan perubahannya.

“Dia lagi apa sih? Balesnya lama amat. Typing mulu. Lama-kama sinting gue nungguin dia,” monolognya.

“Ck, dahlah. Males gue." Akhirnya dia menaruh ponselnya, dan kembali rebahan.

Belum lama ia memejamkan mata, ia teringat suatu hal terpenting. Mengambil benda pipih berotak canggih itu. Egin baru ingat ia harus pulang ke kosan. Memesan ojek online pilihannya, ketimbang menyuruh Je menjemputnya.

Usai memesan ojek online, Egin tak lagi rebahan, ia siap-siap untuk pulang, tak lupa juga ia bertanya pada perawat tentang kondisinya, perawat bilang dia memang sudah boleh pulang. Maka dari itu Egin keluar dari rumah sakit. Mengenai pakaiannya, ia masih mengenakkan pakain rumah sakit. Dan hanya ponsel yang ia bawa serta uang di baling casing.

***

“Kosan tercinta, I AM COMING!” Egin berseru ria usai tiba di kosan.

Tubuh lelahnya ia rebahkan di atas ranjang. Menghirup dalam aroma seprei. Sunguh ia rindu sekali dengan ranjang tercintanya ini. Meski ia masih tidur di sini ketika amnesia, tetapi ia rasa itu tak cukup. Kan waktu itu ia tidak ingat apa-apa.

𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang