20

779 48 3
                                    

Egin menatap pantulan dirinya di depan cermin. Hanya cardigan rajut warna peach juga celana kulot putih yang ia kenakan, tak lupa juga tas selempang sebagai pelengkap, rambutnya sengaja ia urai.


Hari ini juga Evan akan mengajaknya keluar, entah itu ke mana, Egin hanya menurut saja, lagian ia juga butuh hiburan agar pikiran bersarang di kepalanya enyah.

Tok tok tok.

Menoleh ketika pintu kosan diketuk. Egin berjalan melangkah ke pintu lalu membukanya. Terlihat Evan mengulas senyum usai ia membuka pintu.

“Udah siap?” Egin mengangguk ragu.

Lalu Evan menggandeng tangannya. Evan membuka pintu untuk Egin, respons Egin hanya diam dan menurut saja.

“Kita mau ke mana?” Egin bersuara begitu mereka masuk je dalam mobil.

Senyuman terpatri di bibir Evan, “Nanti juga kamu tau.”

Egin kembali diam. Pikirannya berkecamuk. Sedikit ada suatu hal yang mengganjal di hatinya ketika berdekatan dengan Evan seperti ini. Ia tak nyaman, lebih nyaman bersama Je, seperti minggu lalu.

Omong-omong tentang Je, apa kabar ya lelaki yang sepertinya tahu semua tentang dia? Akhir-akhir ini lelaki itu jarang ke kosannya.

“Gin, kenapa sih? Kok diem aja?” Evan menyentak lamunan Egin.

“Ha? Enggak kok. Aku cuma ... Bingung aja gitu.”

Alis Evan mengkerut, “Bingung? Apa yang dibingungin sih?”

“Banyak,” sahut Egin. “Eumm, Van.”

“Hmm."

“Mau gak, bantu Aku cepat inget semuanya." Tatapan Evan menerawang pada jalanan kota.

Separuh hati Evan tak rela Egin mengingat semuanya yang artinya juga akan mengingat segala perlakuannya pada Egin, bersamaan dengan itu Egin juga pasti akan membencinya seperti sebelumnya.

“O-oke." Dia mengangguk ragu.

Egin tersenyum lebar, “Thanks, ya.”

“Oh, iya. Kita ke pantai aja gimana?” Evan bersuara dengan topik lain.

“Pantai? Boleh juga.”

***

Bukan rasa bahagia ataupun tenang yang Egin rasakan. Tiba-tiba kepalanya sakit, sedikit demi sedikit imajinasi pantai dan dua insan memutar di kepalanya kala ia menginjakkan kakinya di pasir putih.

“Ada ranting ada kayu, aku nothing without you.”

“Nghahaha! Dapet begituan darimana lo?”

“Tadinya aku mau mikirin gombalan, eh malah kepikiran kamu.”

“Ah! Bisa banget lo bikin gue melting.”

Mata Egin terpejam erat, imajinasi itu semakin menghantuinya seakan pantai ini memiliki kesan kuat agar cepat ia mengingat masa lalunya.

“Kenapa, Gin? Sakit kepala lagi?” Evan bertanya khawatir.

Egin menggeleng lalu mengedipkan matanya guna menetralkan pandangan dia.

“Enggak pa-pa, kok.” Dia menjawab seraya meringis.

Evan menatap tak yakin, “Beneran?”

“Iya. Udah yuk, kita ke sana.” Egin menunjuk pesisir pantai.

𝐀𝐧𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠 𝐟𝐨𝐫 𝐘𝐨𝐮 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang