ADELARD | 19

146K 10.8K 527
                                    

"Joven maaf aku-"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Joven maaf aku-"

"Shht.. Don't say anything, babe," potong Joven.

Stefanie terisak. Ia tahu dirinya telah membuat kesalahan. Tapi ia sungguh tak tahu kalau pria tadi adalah kakak tiri Joven.

Joven mengeluarkan sesuatu dari saku nya. Itu ponsel miliknya. Ia memberikan benda pipih itu pada Stefanie. Stefanie menatap Joven dengan bingung. "Hubungi lah ayahmu!" titah Joven lembut.

Joven sudah menyerah. Lebih baik ia mengalah kali ini daripada suatu hari nanti ia harus kehilangan tunangannya. Joven kemudian meletakkan ponselnya di atas kasur dan pergi dari hadapan Stefanie.

Stefanie dengan ragu mengambil ponsel Joven. Ia menekan nomor-nomor dengan runtut hingga telfon tersambung dan setelah sekian lama akhirnya ia mendengar suara papanya.

"P-papa?"

"Alesya..."
"Papa merindukanmu, Nak."

"Papa, kau baik-baik saja kan?"

"Papa baik, sayang."
"Alesya, papa minta maaf-"

"Jangan minta maaf papa. Papa lebih tua dari Alesya. Alesya yang seharusnya minta maaf. Alesya tidak ada di samping papa ketika papa butuh teman."

"Papa tidak sendirian. Bodyguard yang dikirim oleh tuan Joven selalu menjaga papa. Papa sangat berterimakasih pada tuan Joven."

"Papa istirahat ya? Jangan sakit lagi."

"Iya, sayang. Papa tutup ya?"

"Iya. Daa papa."

tut..

Stefanie merasa bersalah pada Joven. Ia mengira Joven ingin melukai ayahnya. Ternyata Joven justru menempatkan bodyguard untuk menjaga ayahnya.

Stefanie berjalan keluar kamar mencari keberadaan Joven. Ia menemukan Joven yang kini berada di ruang depan bersama Aaron, Alexi, dan Safira. Joven membelakangi Stefanie. Stefanie yang masih takut memanggil Joven akhirnya meraih ujung belakang jas milik Joven membuat si pemilik berbalik.

Wajah Joven datar, bahkan saat melihat Stefanie, tak ada senyum yang tertarik. Sorot matanya terlihat seperti orang yang kecewa. "Lihat gadis pembawa sial? Ini semua karenamu!" tuduh Safira.

"Sudah puas dengan beberapa menit dengan ayahmu itu? Ayah dan anak sama saja!" ketusnya.

Stefanie menautkan alisnya. "Apa maksudmu?" tanya Stefanie.

"Hah! Masih bisa bertanya apa maksudku? Dasar ayah dan anak pembawa sial!"

"CUKUP! JIKA KAU MEMILIKI MASALAH DENGANKU KATAKAN SAJA! TAK PERLU MEMBAWA PAPAKU DALAM HAL INI!" pekik Stefanie muak.

"Berani sekali kau berteriak padaku, bitch!" ketus Safira mendorong kasar tubuh Stefanie.

Stefanie terhuyung kebelakang, terjatuh , dan terantuk ujung meja yang ada di sana.

Stefanie merintih tanpa suara. Alexi segera menolong Stefanie dengan mengusap tangannya di bagian kepala Stefanie yang terantuk ujung meja tadi, berharap tidak menyebabkan lebam.

Stefanie tak bisa menangis. Ia memfokuskan matanya pada Joven yang tak berekspresi apa-apa. Hanya diam membeku dengan raut datar menatap Stefanie.

"SAFIRA KAU KETERLALUAN! BAGAIMANA JIKA IA TERLUKA?" pekik Alexi.

"Bahkan darah yang keluar dari tubuhnya tak akan menggantikan sakit yang kami derita karena dia!" bela Safira.

"J-joven?"
Stefanie masih menatap Joven penuh harap.

"Bangkitlah sendiri, babe. Tidak parah bukan?" ujar Joven santai.

Stefanie menganga tak percaya. Apa sekarang Joven membencinya. Dan apa yang dimaksud oleh Safira? Batinnya kini sedang mencari tahu apa yang sedang terjadi antara ia, Joven, dan Safira.

"Kau baik saja, baby girl? Aku akan mengantarmu ke kamar oke?" bujuk Alexi.

Stefanie menggeleng. "Aku baik-baik saja. Aku bisa sendiri."

Stefanie bangkit dan meletakkan ponsel Joven di atas meja kemudian beranjak pergi. Ia meninggalkan tempat dengan sedikit berlari berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menitik.

"D-darah?" heran Alexi menatap tangan yang tadi digunakan untuk mengusap kepala bagian belakang Stefanie di penuhi darah.

Joven membulatkan mata. Ia segera berlari mengejar Stefanie. Dalam hati ia menyumpah dirinya sendiri. Kenapa ia bisa dengan santainya menatap datar Stefanie tanpa ada niat membantu sedangkan Stefanie menahan sakit.

"Mama.. Alesya sakit..hiks.."
Stefanie kini duduk di pojok belakang mansion. Sangat ujung dan tertutup semak-semak. Ia ingin menyembunyikan dirinya dari Joven dan menangis sepuasnya. Stefanie memegang luka di kepalanya dan merasakan basah. Ia melihat cairan merah yang kini membasahi telapak tangannya. Tapi anehnya Stefanie justru diam saja dan membiarkannya.

"Mama, kalau darah Alesya habis berarti Alesya bisa ikut mama kan?"

miaww.. miaww...

Stefanie mengedarkan pandang mencari suara seekor kucing yang tak asing baginya. Suara Cila.

"Cila?" panggil Stefanie. Tanpa ia sadari hewan berbulu menubruk tubuh Stefanie dan mengusap tubuhnya manja. Cila kemudian menjatuhkan dirinya dan bergulung-gulung di depan majikannya. Senyum muncul dari bibir indah Stefanie. Ia mengangkat tubuh Cila yang semakin mengurus dan memeluk tubuh berbulu itu.

"Cila, kangen!" ujar Stefanie bahagia. Cila di turunkan dan lagi-lagi ia bergulung-gulung membuat Stefanie gemas dan melupakan darah di kepalanya yang semakin mengucur deras secara perlahan. Stefanie menggelitiki perut Cila. Ia terkekeh hingga mulai merasa kepalanya pusing.

Seluruh dunia terasa berputar cepat di mata Stefanie. Tubuhnya melemas. Kesadarannya mulai menghilang. Stefanie tumbang dengan posisi bersandar pada dinding dibelakangnya.

"Babe?"
"Hey, wake up please!"

Bersambung..
Jangan Lupa Vote
••
Find Me On
IG : @mtyra18_
TikTok : @muttyara18_

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ADELARD || mafia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang