"𝐃𝐢𝐚 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐤𝐮. 𝐓𝐞𝐫𝐠𝐨𝐫𝐞𝐬 𝐬𝐞𝐝𝐢𝐤𝐢𝐭 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐦𝐚𝐭𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧."
SUDAH TERBIT DI @PENERBITKEJORA_
🛡 ADELARD CLAN | 1 🛡
🚫PLAGIAT = KU SANTET🚫
(Jangan lupa vote, komen, dan follow!)
🚫BEBERAPA PART DI HAPUS UNTUK KEP...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang pria nampak menunduk berantakan menyandar pada ujung kasur merenungi nasibnya dengan banyak keluh sesal dan air mata. Hancur yang ia alami beberapa hari lalu sejak kematian gadis tercintanya telah membuat ia menjadi gila.
Kamar yang semula tertata rapi kini menjadi berantakan bak diserang angin topan. Botol wine berserakan, semua barang-barang tidak pada tempatnya, jendela kamar yang pecah dilengkapi dengan ceceran darah disekitarnya.
Joven meneguk sebotol wine di tangannya hingga ludes. Terhitung itu adalah botol yang ke delapan hari ini. Hal itu sekarang menjadi aktivitas Joven setelah pulang dari mengunjungi peristirahatan Stefanie. Sudah lima hari semenjak Stefanie pergi. Joven tak pernah berhenti merutuki dirinya sendiri.
Merasakan sakit di bagian punggung tangannya akibat aksi gilanya yang memukul keras jendela kamar hingga pecah, Joven meringis dan mengamati luka itu. Memorinya pada Stefanie kembali menghantui dirinya. Ia kembali teringat setiap kata-kata yang Stefanie lontarkan jika melihatnya terluka.
"Joven, ihh kok luka? Aku obatin ya?"
"Kalau sakit bilang ya?"
"Joven!!!"
"I love you"
Sial. Air mata kembali menetes dan membasahi rahangnya yang mengeras. Tubuhnya bergetar seiringan dengan isakan yang terdengar. Joven mendongak kesamping, menatap langit yang hampir menggelap. Ia kemudian memukulkan kembali kepalan tangannya pada lantai kamar dengan sangat keras hingga darah kembali mengalir deras.
"Kau tidak mau mengobatiku lagi, babe? Aku sakit, tolong kembalilah! Aku mohon."
Aaron menatap iba pada kakak angkatnya itu. Ia berdiri dengan kepala menunduk di tengah-tengah pintu. Joven kini tak lagi memasang voicelock, mengingat tak ada lagi di kamar ini yang harus ia jaga.
Aaron sangat mengerti dengan perasaan Joven saat ini. Ia pasti sangat kehilangan. Stefanie adalah dunianya. Walau ia masih diselimuti dendam saat itu, ia berani bersumpah , ia mencintai Stefanie dengan tulus. Tak ada dendam dalam hatinya pada Stefanie.
"Kau adalah kesalahanku dalam mencintai, babe."
"Tapi perlu kau tau, dalam cinta kita tak pernah ada kesalahan," ujar Joven lirih sambil memeluk foto Stefanie yang senantiasa ada di dekapannya.
Aaron yang mendengarkan hal itu tanpa ia sadari ikut meneteskan air mata. Beberapa detik kemudian ia tersadar. Kakaknya berhenti menangis hingga membuat suasana senyap. Aaron mendongak mendapati kakaknya sudah menutup mata dengan kepala tersandar di kasur.
Aaron mendekati Joven dengan langkah pelan. Perlahan ia mengguncang tubuh kakaknya itu tapi ia tak mendapat respon apapun. "Kak?"
"Kakak?!"
Ia yang menyadari kakaknya bukan tertidur langsung berteriak memanggil bodyguard dan meminta mereka menyiapkan mobil. Joven langsung dilarikan ke rumah sakit saat itu juga.