empat-belas

2.3K 332 54
                                    

•°°°°°•

"Koo, Bunda di dapur, Koo tidak boleh nakal 'ya?"

"Bunda di sini, Koo!"

"Koo main sama Abang dulu, oke?"

"Kalau Abang nakal, Koo tinggal bilang Bunda. Jangan pukul-pukul Abang, Koo mengerti?"

"Bunda sayang Koo, pasti."

Jungkook benci dipanggil Koo?

Cih!

Bohong.

Dia sendiri rindu orang lain bisa memanggilnya begitu.

Tapi, entahlah, ia tak bisa. Sekalinya ia dipanggil oleh Hoseok dengan sebutan itu, ingatan manis yang hanya bisa dijadikan pajangan dalam memori itu kembali menghantuinya. Ada rasa yang Jungkook sendiri tidak paham, seperti ingin menangis? Ingin Hoseok mengatakannya lagi? Ingin--

Kamu rindu, Jungkook.

Iya. Jungkook rindu.

Rindu Bundanya.

Rindu ada orang yang memanggilnya Koo.

Tapi, Jungkook juga bingung harus merespon seperti apa ketika Hoseok suka sekali memanggilnya Koo.

Dia senang, tapi ia juga sedih pada saat yang bersamaan. Membuat Jungkook memilih marah, membentak Hoseok dan berdalih dirinya tidak suka dipanggil begitu, memilih menyembunyikan semua rasa rindu pada hatinya.

Sebut saja dirinya belum siap. Entah hatinya atau egonya, yang pasti ada sisi yang belum bisa terbiasa akan panggilan koo dari mulut orang lain.

Atau juga Jungkook hanya tidak mau sampai orang lain melihat pertahanannya runtuh di depan mereka. Pikirnya, itu tidak lucu jika sewaktu-waktu dirinya menangis sebab terlalu rindu di hadapan mereka.

Tidak ada yang tidak mungkin, sebelum Jungkook menjadi sosok dingin dan bermuka tebal seperti saat ini, Jungkook juga pernah menjadi anak super duper manja dengan mata besarnya yang selalu menangis apabila keinginannya tidak dituruti.

Bagaimana kecilnya tubuh Jungkook yang bisa Yoongi rengkuh pada saat itu. Bermain hujan-hujanan di halaman belakang yang berujung demam selama 3 hari, merupakan salah satu kenangan yang mungkin tak pernah bisa menemukan penghapusnya. Selalu teringat, seakan pulpen yang digunakan melukis merupakan tinta yang permanen. Sukar untuk hilang.

Di mana Jungkook merasa tak adil sebab yang sakit hanya dirinya, sedangkan Yoongi bisa sekolah di keesokan harinya.

Ujung-ujungnya Yoongi juga yang harus memberi perhatian, "Koo, tubuh seseorang itu beda-beda. Kalau abang gak gampang sakit, bukan berarti kamu juga gitu. Kamu 'kan dari dulu juga cuma makan es krim kebanyakan aja bisa pilek sampe demam. Koo ngerti gak?"

Dan dengan begitu Yoongi juga semakin sadar jika tugasnya menjadi kakak harus jauh lebih ketat. Menyadari jika adiknya mudah sakit membuat Yoongi kadang terlalu overprotektif. Benar-benar menjadi bodyguard yang siap menjaga bos kecilnya 24 jam nonstop.

Jungkook berdecih pelan. Mengingat usaha Yoongi yang selalu melindunginya 'dulu' membuat ia geli sendiri, "Sekarang mana?"

Ketika dirinya sudah kepalang tumbang seperti minggu lalu di hari pernikahan Pradana, baru Yoongi merasa bersalah dan merasa tidak becus untuk menjaga Jungkook.

"Halah! Lusanya juga langsung ke luar kota. Kerja, katanya." Jungkook berkata pelan pada dirinya sendiri.

Kembali mengingat hari dimana Yoongi harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan ketika dirinya masih di infus di atas kasur kamarnya sebab ngotot tidak mau di bawa ke rumah sakit.

Distress.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang