dua

2.5K 317 20
                                    

•°°°°°•

Nyatanya Jungkook yang keras kepala dan susah diatur itu hanya topeng sebagaimana ia menutupi luka yang cukup lama dibiarkan begitu saja.

Mengingat kembali kenangan lama yang sialnya selalu sukses membuat Jungkook menangis itu nyatanya tak pernah bisa enyah dari pikirannya.

Tentang bagaimana pertengkaran hebat malam itu,

Tangis yang begitu keras dari sang Bunda,

Kata cerai yang begitu saja Ayahnya ucapkan,

Dan kabar kematian sang Bunda di pagi buta.

Sempurna.

Membuat Jungkook hancur dengan sendirinya.

Sore itu masih Jungkook ingat bagaimana kacaunya wajah Pradana -sang Ayah- yang baru saja pulang dari kantor seperti biasa.

Jungkook yang masih berusia 14 tahun kala itu, tentu masih belum bisa membaca situasi. Hingga bocah lelaki bergigi kelinci itu akhirnya berlari ke hadapan sang Ayah, memeluknya dan mengajaknya bermain bersama seperti biasanya.

Biasanya, Pradana akan langsung tersenyum cerah, lalu menyuruh Jungkook untuk menunggunya di kamar selagi Pradana mengganti pakaian.

Biasanya, Pradana akan datang ke kamar sang bungsu dan bermain hingga Widia -sang Bunda- memanggil keduanya untuk makan malam.

Tapi untuk hari itu, kebiasaan Pradana seketika berubah.

Jungkook seperti bukan melihat Pradana pada sore itu, melainkan seorang monster yang bisa kapan saja meledak dan mengamuk. Hingga Yoongi datang dan menuntunnya untuk masuk ke kamar.

"Jungkook, jangan main sama Ayah dulu untuk hari ini 'ya? Main sama abang. Oke?"

Jungkook hanya mengangguk. Mungkin Pradana tengah pusing karena memikirkan pekerjaannya.

Tapi ditengah keasyikannya bermain lego dengan sang kakak, Jungkook harus dibuat terlonjak kaget sebab suara pecahan kaca dari lantai satu.

Jungkook meringsut, masuk kedalam dekapan Yoongi dengan tubuhnya yang bergetar karena takut.

Yoongi yang sudah berusia lebih dari 20 tahun itu agaknya sudah memahami situasi di rumahnya sejak lama.

Yang bisa Yoongi simpulkan adalah, keluarganya tak lagi hangat, dan orang tuanya sudah tak lagi saling mencintai satu sama lain.

Yoongi memeluk tubuh bergetar sang adik semakin erat, menutup kedua telinga Jungkook, berharap suara-suara makian dari kedua orang tuanya tak lagi terdengar.

Tapi hal itu tentu tidak berhasil.

"KAMU YANG SUDAH MAIN GILA, BRENGSEK!"

"JAGA BICARA KAMU, WIDIA!"

"AKU MUAK SAMA KAMU, MAS!"

Jungkook tak paham. Main gila apa? Kenapa ibunya sampai muak? Apa salah Pradana?

Sedangkan Yoongi, seratus persen mengerti. Pradana, ayahnya, pahlawannya telah mengkhianati keluarganya.

Hingga malam semakin gelap, pertengkaran keduanya tak kunjung menyurut. Membuat Jungkook semakin menangis di dalam pelukan Yoongi.

Yoongi mencoba kuat, ya, setidaknya ia harus mencoba.

Walaupun air mata itu menetes juga beberapa kali, dan Yoongi yang harus menghapusnya dengan cepat sebab tak ingin hingga Jungkook melihatnya. Yoongi seorang kakak. Dan Yoongi akan menjadi penguat adiknya, apapun yang terjadi.

Distress.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang