Dewa baru sampai sekolah dua menit sebelum bel masuk berbunyi. Dia bangun kesiangan karena lupa menyetel alarmnya. Untung saja Aruna bangun pagi dan membangunkannya. Kalau tidak mungkin dia akan lari pagi keliling lapangan sepuluh kali.
Dewa berjalan ke arah kelasnya sembari tersenyum, menjawab beberapa siswa yang menyapanya. Jujur saja pipinya terasa pegal. Saat tidak ada orang, Dewa langsung menurunkan senyumnya. Terlalu banyak tersenyum tidak baik juga untuk moodnya.
"Selamat pagi, pak. Maaf saya terlambat" Ucap Dewa saat melihat gurunya sudah masuk kelas.
"Iya nda papa. Duduk"
Dewa sedikit menunduk lalu berjalan ke kursinya.
"Tumben?"
"Lupa setel alarm"
Hesa mengangguk paham. Ya sudah bukan hal baru lagi.
"Dew? Lo udah ngerjain tugas yang lewat email itu?" Tanya Juna sambil sedikit menoleh ke belakang, melihatnya.
Dewa mengangguk, "Dibahas sekarang?"
"Iya anjir! Gue cuma ngerjain setengah, langsung gue kumpulin sebelum deadline daripada gak dapet nilai"
Dewa mengeluarkan ponselnya, "Lo mau juga, Hes?"
Hesa mengangguk, "Boleh"
"Gue juga!"
Dewa hanya mengangguk, merespon Rian. Kemudian dia langsung mengirimkan salinan tugasnya ke tiga orang itu.
"Tadi pagi bapak cek cuma ada satu orang di kelas ini yang bisa ngerjain semua soal di materi kali ini. Terus kenapa kemarin pas dijelasin nda ada yang mau tanya kalo belum paham?"
Semua siswa di kelas hanya diam.
"Sekarang bapak akan jelasin ulang pakai beberapa soal di tugas kemarin. Sisanya kalau mau tau rumus atau jawabannya, bisa minta ke Dewantara. Dia satu-satunya yang sudah mengerjakan semua soal dengan benar. Dewantara, nda masalah kan?"
Dewa mengangguk, "Boleh saja, pak"
Pak guru di depan mengangguk, "Siapkan catatan kalian, bapak akan mulai menjelaskan ulang. Kalau ada yang tidak tahu langsung tanyakan!"
"Lo bisa tau jawaban semua ini darimana dah? Rumusnya gila banget?" Tanya Hesa sambil menggaruk kepalanya saking pusingnya.
"Dikasih tau seseorang. Katanya itu rumus paling gampang" Jawab Dewa tanpa beban.
Hesa yang merasa agak aneh, langsung menatap laki-laki di sebelahnya itu. Dewa yang merasa mendapat tatapan dari Hesa, langsung menoleh dan menatap bingung laki-laki itu.
"Seseorang? Siapa?"
Dewa mengigit bibir bawahnya. Mampus dia salah bicara.
"Anu.. Ada temen sebelah apart"
Hesa hanya mengangguk paham dan kembali fokus ke buku catatannya. Dewa diam-diam menghela napasnya. Hampir saja ketauan.
"Hampir ya, Dewantara?"
Aruna diam dalam cermin, saat orang-orang asing itu masuk ke kamar. Dia masih belum berani melihat orang-orang yang merenovasi kamarnya. Dewa juga melarangnya keluar daripada pingsan lagi. Tapi dia sangat bosan di dalam cermin datar ini.
Dewa melirik ke arah cermin yang sengaja dia tutup dengan kain putih. Dia tidak mau melihat gadis itu pingsan lagi. Itu benar-benar merepotkan. Dewa memperhatikan beberapa orang-orangnya yang tengah sibuk membereskan kamarnya yang sebentar lagi akan menjadi kamar Aruna. Ya setidaknya dia tidak akan sering melihat gadis itu keluar kamar. Apalagi ada studio lukis sendiri di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanfictionNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...