Chapter 0.6

110 18 0
                                    

Dewa keluar kamar mandi dan langsung berjalan ke arah dapur untuk mencari kotak p3k. Dewa terkejut saat Aruna tiba-tiba berteriak saat dia datang.

"Kenapa?!"

Aruna menutup matanya, "A-anu. Kamu mau ngapain?!"

Dewa menghela napas panjang. Baru sadar jika dia sedang shirtless.

"Mau nyari obat merah. Alay banget dah" Ketus Dewa sambil mengubek-ubek kotak p3k.

Aruna mengerucutkan bibirnya, kemudian berjalan menjauhi area dapur sambil menutup wajahnya. Dewa yang memperhatikan tingkah kecil gadis itu, tersenyum kecil. Entah kenapa ujung bibirnya tiba-tiba naik sendiri. Dewa menepuk pipinya, kemudian mulai mengobati lukanya.








Aruna menggerakkan kecil kakinya sambil melihat ke sekelilingnya. Dia bosan. Tidak ada yang bisa dilakukan dia di sini. Kecuali makan, tidur, mandi. Sisanya? Ya begini tidak ada kegiatan. Dulu saat masih di rumah kakek, kakek sering memberinya buku atau alat lukis untuk mengisi waktu luangnya. Sekarang semua tampak berbeda. Apalagi cucu kakeknya itu agak aneh. Aruna sama sekali tidak bisa memahaminya.

"Mau ngapain ya..."

Aruna tampak berpikir. Tiba-tiba Dewa muncul dengan baju yang sudah lengkap dan buku-buku di tangannya.

"Gada kerjaan kan? Kerjain tugas gua" Ucap Dewa sambil melempar buku ke depan meja Aruna.

Aruna sedikit terkejut. Dia melihat ke arah Dewa yang mengangkat satu alis ke arahnya. Aruna hanya menghela napas kecil, kemudian mulai membuka buku milik Dewa.

"Yang ada pembatasnya"

Aruna mengangguk. Dia mulai membuka tutup bulpoin dan mengerjakan tugas milik Dewa. Dewa memilih fokus dengan ponselnya, dan membalas beberapa pesan dari grup basketnya.



"Dewa?"

Dewa berdehem, "Ha?"

"Sudah. Kamu bisa cek"

Dewa mengangkat satu alisnya, lalu melihat jam di ponselnya. Belum ada waktu setengah jam berlalu, tapi gadis itu sudah mengatakan tugasnya telah selesai? Dewa dengan cepat menarik bukunya dan terkejut melihat semua jawaban berhasil dijawab dengan benar.

"Kok bisa?"

Dewa menatap Aruna tak percaya. Aruna tersenyum.

"Aku udah belajar materi itu dari dulu"

Dewa terkejut. Benar-benar gadis ini tak terduga.

"Ada yang bisa aku kerjakan lagi?"

Dewa mengerjapkan matanya, "Lu beneran udah melajari semua pelajaran kelas 12?"

Aruna mengangguk. Dewa tidak bisa berkata-kata lagi. Pantas saja gadis itu selalu berada di ranking satu paralel. Ternyata....

"Udah gada tugas lagi kok. Lo bisa santai" Ucap Dewa masih terkejut.

Aruna hanya mengangguk sambil tersenyum. Dewa menatap gadis itu bingung. Kemudian kembali memerhatikan ponselnya yang terus bergetar. Dewa menghela napasnya panjang.

"Kayaknya kita gajadi ke rumah kakek malem ini. Nanti sore gua ada latihan"

Aruna mengulum bibirnya, "Gapapa kok! Latihan kamu lebih penting"

Dewa menatap Aruna yang tampak kecewa. Baru saja hendak membuka suara, tiba-tiba panggilan masuk ke ponselnya. Dewa mendengus kemudian beranjak untuk menerima panggilan telepon, meninggalkan Aruna yang menghela napas melihatnya menjauh.

"Apa?" Tanya Dewa sambil mengeluarkan air dari dalam kulkas.

"LATIHAN!!!"

Dewa sontak menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara Rian langsung menyapu indra pendengarannya. Dewa menghela napas tipis. Berusaha tidak menunjukkan sisi lainnya.

MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang