Dewa memainkan ponselnya, sambil menunggu Aruna bersiap-siap. Mereka akan pergi untuk belajar memakai senapan api. Dia sampai absen tidak menghadiri pertandingan futsal Arsel, demi gadis itu. Biasanya dia tidak pernah absen seperti ini, kecuali sedang ada tugas berbayar dadakan.
Sekarang Dewa bingung. Dia lebih baik mengajar Aruna ke markas atau ke rumahnya. Dia baru saja dapat kabar jika papanya sedang ada pekerjaan di luar negeri, dan rumah akan kosong. Jika di markas kemungkinan besar dia harus menyuruh semua orang-orangnya keluar dulu, dan itu membutuhkan waktu yang lama.
"Dewa?"
Dewa menoleh. Dia cukup terkejut, saat melihat Aruna memakai pakaian kaos atasan putih dengan kemeja hitam di luar, serta jeans hitam. Dia tidak ingat pernah memesan baju itu untuk Aruna. Tetapi penampilan gadis itu sangat pas. Ditambah rambut yang biasanya terurai cukup panjang, kini terkuncir sempurna.
"Cantik"
Aruna terkejut saat Dewa tiba-tiba mengatakan itu. Dewa sendiri juga kaget, dan langsung membuang mukanya.
"L-latihan di rumah gua aja gada bokap. Gua ambil cermin lo dulu"
Dewa berjalan melewati Aruna tanpa melihatnya. Aruna sedikit tersenyum saat melihat laki-laki itu salah tingkah. Kenapa rasanya aneh? Seperti ada beberapa kupu-kupu yang berterbangan di rongga dadanya.
Pandangan kota malam menyambut . Aruna duduk di kursi sebelah kemudi, sambil melihat pemandangan luar. Sudah lama dia tidak melihat semua ini. Hanya sekali saat mereka berkunjung ke rumah kakek untuk mencari petunjuk tentang cermin yang menjebaknya. Setelah itu, Aruna hanya dapat menikmati pemandangan kota malam di balik kaca apartemen.
Dewa memperhatikan Aruna. Pandangannya masih fokus ke jalanan, tetapi beberapa kali melihat gadis itu. Dewa tersenyum kecil. Menekan gasnya dan mempercepat laju mobilnya membelah jalanan kota agar mereka cepat sampai ke rumahnya.
Jalanan raya mulai menghilang, digantikan deretan rumah besar di sepanjang jalanan. Aruna kaget saat mobil memasuki area perumahan ini. Aruna langsung menoleh ke Dewa. Dewa yang menyadari dirinya ditatap, melirik sambil mengangkat satu alisnya.
"Rumah kamu di sini?"
Jay mengangguk, "Kenapa?"
"Aku agak ga inget, tapi dulu sebelum berkunjung ke rumah adik aku liat gerbang depan perumahan ini"
Dewa sontak memberhentikan mobilnya, membuat Aruna terkejut.
"Lo ga boong?!"
Aruna mengangguk, "Ingatanku cukup kuat. Tapi aku ga terlalu inget jalan ke rumahnya, karena banyak jalan bercabang"
Dewa mengangguk paham. Seingatnya memang daerah luar perumahan ini banyak jalan penghubung. Daerah ini termasuk daerah sepi penduduk yang hanya dihuni oleh kaum elite dan sibuk. Mereka cenderung tak memperdulikan orang lain dan sibuk dengan mencari kekayaan. Bahkan diluar sini, ada perkampungan yang benar-benar sepi, salah satu temannya ada yang tinggal di daerah sana. Kemungkinan adik Aruna juga tinggal di sana. Tetapi Dewa tidak yakin jika dia masih menetap di sana.
Dewa mengangkat cermin sendiri ke dalam. Beberapa pembantu tak terlihat karena dia yang meminta rumah di kosongkan saat dia sampai. Dia segera memasukkan cermin itu di kamarnya, setelah itu Aruna baru berani keluar dari cermin.
Pemandangan pertama yang Aruna lihat, kamar yang tidak berbeda jauh dengan di apartemen. Seperti memang Dewa bukan tipe orang yang suka berganti konsep untuk kamarnya. Hanya saja kamar ini lebih besar dari kamar di apartemen. Dengan kamar mandi dalam juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanfictionNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...