Chapter 5.2

60 14 0
                                    

Dua hari berlalu. Persiapan mereka semakin matang. Hari ini Aruna bersiap-siap untuk ke luar dengan Juan. Ya hanya berdua, ke perusahaan. Sebenarnya ide Juan. Aruna hanya mengiyakan permintaan laki-laki itu. Dia juga ingin keluar rumah ini.

Aruna mengecek dress hitam selututnya. Memutarkan badannya di depan cermin. Aruna tersenyum kecil, kemudian berjalan ke arah pintu. Hampir saja dia lupa dengan maskernya. Aruna kembali masuk dan mengambil maskernya, sebelum keluar menemui Juan.

Aruna mengetuk pelan kamar Juan, kemudian membuka pintunya. Dia bisa melihat, Juan tengah sibuk bersiap-siap dengan dasinya. Cukup lama. Aruna yang melihat itu menghela napas, kemudian berjalan masuk dan mengambil alih dasi Juan.

"Pasang dasi aja susah banget"

Juan mendengus, "Jarang pake ginian. Dasi sekolah aja langsung jadi. Dasi kantor gak ada yang simpel aja gitu?"

Aruna tertawa. Mengacak kecil rambut Juan.

"Ngada-ngada. Ini kan yang meeting kamu, kenapa ngajak kakak sih?"

"Ya biar sekalian refreshing gitu. Gak bosen di sini?"

"Ya bosen sih.. tapi aman?"

Juan mengangguk, "Jelaslah! Keturunan terakhir beneran gak boleh dipublish sebelum Darien sama sekutunya berhasil dibunuh. Apalagi kakak yang statusnya masih hilang"

Aruna menghela napas panjang. Juan yang melihat itu langsung menarik kedua tangan Aruna dan menatapnya dalam.

"Percaya sama Naru. Kita hancurin Darien sampe terakhir, okay?"

Aruna tersenyum, kemudian mengangguk. Juan tersenyum lebar. Menarik tangan kakaknya keluar kamarnya dan pergi ke atas.











Dewa melihat Juan menarik tangan Aruna sambil tersenyum ke arah mereka.

"Pagi! Gue udah pamit kan kemaren? Mau ke perusahaan dulu. Paling balik agak siangan"

"Ju? Ju?!"

Juan menoleh ke Arsel sambil mengangkat alisnya.

"Nitip nasi pecel depan sekolah dong. Pengen"

Juan menghela napas, "Lo hamil?"

Dewa langsung tertawa. Arsel mendengus.

"Enggak! Pengen aja udah lama gak makan pecel"

"Ya kalo sempet gue beliin. Padahal makanan di sini lebih enak, sempet-sempetnya lo pengen pecel. Bang Dewa mau nitip juga gak?"

Dewa mengangguk, "Nitip jagain cewek gua aja deh"

Aruna membuang mukanya. Juan memutar bola matanya melihat laki-laki yang tertawa di depan sana.

"Gak menerima kaum bucin. Udah ayo kak, pergi ada orang gak waras di sini"

"Heh!!"

Aruna terkekeh. Melambaikan tangan kecil ke dua laki-laki itu sebelum Juan benar-benar menariknya pergi.

"Cantik banget gasih?" Ucap Dewa saat bayangan Aruna menghilang.

"Siapa?"

"Arunalah! Yakali bapak-bapak yang masak sarapan tadi"

Arsel mendengus, "Kirain lo belok jadi homo"

Dewa memukul lengan laki-laki di sebelahnya itu.

"Ngawur! Gua masih suka yang bening cantik"

"Dih?"

Dewa tertawa. Arsel menggelengkan kepalanya. Tetapi memang sejujurnya gadis itu terlihat sangat cantik dalam balutan dress hitam selututnya tadi. Sangat cocok. Apalagi dengan beberapa jepitan manik yang menghiasi rambutnya. Sangat cantik...








MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang