Chapter 4.4

61 14 0
                                    

Sekarang sudah jam dua belas malam. Semua wilayah villa sudah sepi. Sepertinya semua orang-orang di villa sudah tertidur, kecuali Dewa. Laki-laki masih membuka matanya, memainkan ponselnya di ranjangnya. Dewa tidak bisa tidur. Jadi dia memutuskan untuk menghubungi salah satu pembantunya untuk tau kondisi Aruna.

Dewa tersenyum kecil saat bibi mengirimkan beberapa foto Aruna yang sedang sibuk membuat kue. Kan Dewa juga bilang apa. Kata bibi, Aruna sempat memaksa ikut diajarkan cara memasak. Tetapi karena sebagian pembantu khawatir, jadi mereka hanya mengajarkan resep membuat kue kecil.

Foto Aruna terlihat benar-benar candid. Gadis itu tidak menyadari seseorang yang memfotonya, dan lebih fokus dengan kue buatannya. Senyuman Aruna menenangkan malamnya. Jika begini, Dewa sudah bisa tertidur dengan tenang. Dewa meletakkan ponselnya di nakas sebelah ranjang. Menarik selimut, kemudian menutup matanya. Ujung bibirnya masih senantiasa terangkat, mengingat senyum manis gadis itu.

Sekitar sepuluh menit setelah Dewa menutup matanya, Dewa bisa mendengar suara pintu terbuka. Dewa membuka sedikit matanya. Melihat sosok Hesa yang berjalan sedikit terhuyung sambil mengacak rambutnya, ke luar dari kamar. Dewa kembali memejamkan matanya. Tak peduli dengan Hesa, karena dia tau laki-laki itu akan berjalan ke dapur untuk mencari makanan walaupun hari sudah berganti.

Baru saja Dewa benar-benar tertidur, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar. Dewa langsung terbangun. Dia menoleh, melihat Juna yang juga melihatnya dengan sebelah matanya yang masih tertutup.

"Apaan anjing? Kaget"

Dewa menggeleng, "Kayak suaranya Hesa"

Dewa melihat ke ranjang milik Hesa, dan benar saja laki-laki itu belum juga kembali dari luar. Dewa langsung bangun dari ranjangnya dan berjalan ke luar, diikuti Juna yang membuntutinya sambil beberapa kali menguap menahan kantuknya.

Dewa dan Juna tak sampai pertama, di sana sudah ada Juan dan Rian. Jangan tanya Kiki, laki-laki itu tidak akan terbangun kecuali ada kebakaran, gempa, tsunami dan sebagainya.

"Lo kenapa anjir? Kok bisa?" Tanya Rian sambil membantu Hesa berdiri.

"Gak tau AA—NJING KAKI GUE!"

Hesa memegang kakinya yang terasa sakit. Rian membantu Hesa duduk di meja makan. Dewa melihat genangan benda cair di sekeliling Hesa tadi. Bahkan di bajunya juga ada.

"Sss— gue tadi tuh mau nyari cemilan di kulkas. Pas mau jalan ke meja, malah kepleset itu. Siapa sih yang numpahin minyak?!!"

Dewa terkejut. Dia langsung melirik ke Juan. Laki-laki itu tampak mengerjapkan matanya berkali-kali, sebelum mengangkat bahunya ke Dewa. Dewa menghela napas. Dia kemudian berjalan ke Hesa dan melihat kakinya.

"Memar. Di sekitar sini ada tukang urut gitu ga, Ri?"

Rian mengangguk, "Ada sih, agak jauh"

"Nanti suruh ke sini buat mijit ini. Kalo ga, bakal lebih parah"

Dewa kemudian menepuk seseorang tak berguna yang bersandar di kulkas sambil menutup matanya. Juna langsung terkejut. Dia melotot ke arah Dewa. Dewa tersenyum kecil.

"Masih sempet aja tidur. Ambil lap sana, ini beresin. Juan bantu Juna"

Juan hanya mengangguk. Dia langsung berjalan terlebih dahulu mencari lap untuk membersihkan minyak ini. Juna juga langsung menyusul Juan setelah membasuh mukanya dia wastafel. Dewa kembali melihat Hesa yang masih menahan sakitnya.

"Ri, ayo anter Hesa ke kamar sekalian bersihin kakinya. Lengket pasti"

Rian mengangguk. Dewa kemudian membantu membawa Hesa ke kamar.

MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang