Sudah hitungan tiga hari, Dewa tidak melihat gadis itu keluar dari kamarnya. Bahkan setiap jam makan malam, Aruna selalu menolak makanannya. Dewa menghela napas saat melihat pintu kamar Aruna yang masih tertutup rapat. Dia ingin berangkat ke sekolah, tetapi rasanya berangkat tanpa melihat senyum gadis itu rasanya kurang. Dewa benar-benar sudah dibuat menggila.
Tiba-tiba sebuah telepon masuk. Dewa menghela napas saat melihat nomor asing terhias di layar ponselnya. Dia benar-benar tidak mood untuk menerima sebuah tugas walaupun dengan bayaran tinggi. Dewa memilih mengalihkan panggilan itu ke orang-orang di markas. Mereka juga butuh bayaran full tanpa dikurangi.
Dewa melihat ke arah pintu. Moodnya kacau gara-gara gadis itu. Dewa mendengus. Mengetuk kecil pintu kamar yang tidak akan terbuka itu. Berpamitan dengan gadis di belakang pintu, sebelum keluar dari apartemennya. Ya sudah kegiatan rutin dari beberapa hari lalu.
Dewa memakai seatbeltnya. Tiba-tiba sebuah pesan dari Juan, mengurungkan niatnya untuk menyalakan mobilnya. Dewa kembali mengambil ponselnya di dashboard dan melihat pesan Juan. Laki-laki itu bertanya apa dirinya sudah berangkat atau belum. Belum sempat membalas, Juan kembali mengirimkan pesan dan meminta tolong untuk menjemputnya. Dewa hanya mengiyakan, sebelum membawa mobilnya ke jalanan.
Dewa menghentikan mobilnya di sebuah apartemen sederhana. Dia tak perlu menelepon, Juan sendiri sudah tau mobilnya. Juan tersenyum sambil memakai seatbeltnya.
"Makasih, bang. Kirain udah di sekolah"
Dewa menggeleng sambil membawa mobilnya kembali ke jalanan.
"Belum. Gara-gara si itu jadi telat"
Juan tertawa kecil, "Lagi ngambek atau marahan?"
Dewa diam. Bingung mau menjawab apa, tidak di antara kedua jawaban itu.
"Kepo"
"Dih dih?"
Keduanya tertawa, sambil menyembunyikan sesuatu di balik tawanya.
Dewa mengaduk-aduk ice coffee di depannya. Tak memperdulikan suara tawa teman-temannya yang meributkan sesuatu. Hesa yang berada di sebelah Dewa bertanya-tanya sendiri dalam otaknya. Dia menyenggol bahu Dewa. Dewa menoleh, melihat Hesa yang mengangkat satu alisnya bertanya. Dewa hanya menggeleng sambil tersenyum. Membuka Hesa semakin bingung.
"Galau, bang? Lesu amat dari kemaren? Ditolak apa putus?" Tanya Arsel.
"Putus gimana? Belum juga pacaran" Jawab Juan.
"Diem ish!"
Juan tertawa, "Sorry sorry. Udah jangan galau deh bang, jelek!"
Dewa mendengus, "Iya iya. Baru aja galau kayak lo pada ga pernah galau aja"
"Rian gak sih, kan masih anget"
Juna langsung mendapatkan pukulan sendok dari Rian.
"Ngomong sekali lagi, mulut lo yang gue pukul"
"Cih galak!"
Dewa terkekeh, "Udah jadian?"
Juna tersedak minumannya, "Lo gatau? Wah parah! Udah seminggu tau!!"
"Sumpah Arjuna beneran pengen dipukul"
"Galak bener, Ri? Gak sadar diliat pacar lo dari tadi?"
Rian langsung mengatur raut wajahnya. Hesa dan Juna langsung tertawa dan saling melayangkan tos.
"Bulol!!"
Rian ingin marah, tetapi dia benar-benar bisa melihat pacarnya tersenyum tak jauh darinya. Jadi dia tidak bisa marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanfictionNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...