Chapter 2.2

70 14 0
                                    

Dewa menarik napasnya. Berusaha menetralkan napasnya sambil melihat perolehan score mereka. Mereka lebih unggul lumayan jauh dari tim lawan. Dewa bisa menarik napasnya dan membiarkan anggotanya yang lain untuk memasukkan poin terakhir. Menit-menit terakhir dia juga harus menghemat tenaganya untuk perkiraan final.

Dewa menjatuhkan ke lantai setelah memasukkan bola terakhir ke ring. Para anggota dengan cepat mengerubunginya. Juna melayangkan tos ke arahnya dan langsung disambut tawa oleh Dewa. Para anggota langsung mengangkat tubuh Dewa mengitari lapangan, membuat sorak penonton semakin riuh saja.

"FINAL!!!"









Final dilaksanakan dua jam setelah semi final. Capek? Jelas. Tetapi mereka semua senang dan mendapatkannya semangat sendiri ketika memenangkan pertandingan tadi dengan nilai sempurna. Membuat segala keringat yang keluar, menjadi semangat yang membara.

Dewa mengumpulkan mereka semua di belakang lapangan. Memberikan beberapa semangat kecil dengan senyuman agar membuat anggotanya tetap semangat, walaupun tenaga sudah terkuras habis. Dia bahkan sempat mengorder beberapa makanan ringan untuk mengisi tenaga mereka.

"Terakhir. Keluarin semua nanti. Kita main habis-habisan. Gua bakal kasih tau lagi kelemahan mereka, tapi tetep aja kita gaboleh lengah karena lawan di final itu ga main-main. Gua yakin kita bisa. Kalo kali ini menang nanti gua traktir makan di spektakuler deh"

"Bang? Lo serius? Itu restoran paling mahal di kota anjir?!"

Kiki melebarkan matanya tak percaya. Beberapa orang lain juga sama. Dewa tertawa sambil mengangguk.

"Beneran. Terakhir gua bisa traktir kalian pas menang kan? Terakhir masa jabatan gua masa gaboleh nyenengin anggota sendiri. Semangat okay?"

Para anggota semakin semangat. Juna dan Rian masing-masing menepuk pundak Dewa. Dewa tersenyum. Menepuk pelan pergelangan tangan keduanya, kemudian menggiring mereka semua ke arah lapangan. Terakhir. Ini benar-benar penghabisan tenaganya.

Dewa sekilas melihat lawan bermainnya. Dia sudah tidak kaget lagi-lagi bertemu dengan lawannya tahun lalu. Dia mengode ke Rian dan membisikkan beberapa kelemahan baru dan lama yang kemungkinan mereka lupakan. Dewa tersenyum tipis saat matanya bertatapan dengan ketua tim sebelah. Tatapan mata itu benar-benar seperti akan membunuh siapapun.

Dewa mengangkat satu jempol ke arah tribun. Terlihat pesorak sekolah mereka, termasuk Hesa, Arsel dan juga Juan ikut bersorak menambah riuh suasana di stadion. Dewa sekali lagi menepuk pundak beberapa orang dan kembali meneriaki semangat.

"Inget. Main taktik!! Semangat!!"




Dewa melangkahkan kakinya ke arah lapangan. Bertatapan langsung dengan ketua tim di depannya yang tengah tersenyum meremehkan.

"Gue kira lo udah ga ikut? Ternyata ketua sombong satu ini masih bisa ikut yaa"

Dewa tertawa kecil, "Kita ketemu lagi, ketua licik. Gua pengen tau seberapa banyak kartu merah yang keluar buat tim lo"

Laki-laki di depannya itu geram saat Dewa benar-benar tertawa.

"Sialan!"


















Lagi dan lagi, pertandingan pertama final dimenangkan oleh tim Dewa dengan perbandingan score yang cukup tipis. Permainan awal sudah bermulai dengan panas. Apalagi tim lawan sudah melakukan permainan liciknya untuk membuat timnya terluka. Tapi Dewa tidak mau diperbodoh dua kali. Dia sudah memberitahu anggotanya untuk menghindari serangan tim lawan. Jika begini kemungkinan tidak ada yang terluka lagi.

Dewa tersenyum miring saat tim sebelah mulai memandangnya remeh. Dewa menepuk Kiki yang tampak emosi dan membisikkan sesuatu, sebelum laki-laki itu pergi ke posisinya. Dewa tersenyum kecil. Pertandingan kedua dimulai dengan kecurangan lain dari tim lawan. Dewa benar-benar tidak tahan saat dua kartu merah sudah keluar, memakan satu orang di timnya.

MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang