Chapter 5.1

55 13 0
                                    

Dewa baru saja keluar kamarnya dengan rambutnya yang masih basah. Dia hendak menanyakan apa ada hairdryer atau tidak ke Juan. Dewa mengelilingi pandangannya ke sekeliling ruangan di depannya. Dia tidak tau di mana kamar Juan. Dewa memilih berjalan ke arah kamar Arsel, tetapi laki-laki itu juga tidak ada di kamarnya.

Dewa menghela napasnya. Pilihan terakhir di ruang tengah. Dia berjalan ke arah lift dan turun ke ruang tengah. Jujur saja Dewa pegal jika berputar-putar di rumah markas milik keluarga Eden. Rumah keluarganya saja tidak sebesar ini dan membuat dia bingung.





"Tau gak sih? Gue kesasar empat kali pas mau ke kamar"

Juan tertawa, "Kan udah gue kasih tau. Kamar lo lewat lorong yang agak gelap. Nyasar ke mana lagi?"

"Terakhir ke ruang lukis kakak lo kayaknya. Soalnya banyak kanvas-kanvas gitu, cuma agak berdebu"

Juan mengangguk, "Oalah. Itu emang ruang lukis kak Runa dulu. Belum sempet beresin lagi, itu lukisan lamanya"

Arsel melebarkan matanya. Mencoba mencerna kata-kata Juan barusan.

"Lukisannya dulu? Gila sebagus itu?!"

"Iya lukisannya di sini terakhir malah tiga tahun lalu. Dia dari kecil udah sering ngelukis, jadi ya gitu"

Arsel mengangguk paham. Masih terkejut sekaligus kagum.

"Ju?"

Juan menoleh, melihat Dewa yang menghampirinya.

"Ada hairdryer ga?"

Juan langsung melihat ke rambut Dewa yang basah, kemudiannya mengangguk.

"Di kamar gue sama kakak, ada"

Dewa menghela, "Gua gatau kamar lo. Aru juga udah tidur"

"Kok tau kak Runa udah tidur? Lo macem-macemin kakak gue ya?!"

Dewa mengangkat satu alisnya, "Apa sih? Tadi dia emang bilang mau tidur. Ga enak mau masuk kamarnya nanti kebangun"

Juan menatap Dewa curiga, kemudian menunjuk ke suatu ruangan.

"Itu ada kamar mandi lengkap. Ada hairdryer di sana"

Dewa langsung berjalan ke ruang yang ditujuk Juan.

"Omong-omong kakak lo, kapan dia lepas infus?" Tanya Arsel.

"Besok gue panggil dokter. Kalo udah baik ya besok, semoga aja"

"Abis itu langsung?"

Juan menoleh, "Ya emang lo mau kapan?"

Arsel menggelengkan kepalanya. Tatapan Juan barusan benar-benar membuatnya langsung kehilangan kata-kata.



















Pagi ini, saat matahari sudah menampakkan cahayanya ke satu penjuru bumi, ketiga orang laki-laki itu tidak berada dalam satu tempat. Mereka disibukkan oleh tugas masing-masing yang sudah diberikan oleh Juan. Bahkan sang pemberi tugas saja tidak tampak batang hidungnya dari pagi.

Aruna berjalan pelan mengelilingi rumah, tetapi tak menemukannya satu pun keberadaan ke tiga orang itu. Infusnya sudah di lepas dari tadi pagi, hanya saja dia masih harus menjaga kesehatannya sendiri dan Juan jelas melarang keras dia untuk melakukannya pekerjaan rumah lagi.

Aruna menyerah. Dia bosan sendirian. Dia berjalan ke arah lift dan turun ke lantai paling bawah. Di sana sangat gelap dan sepi. Aruna menyalakan lampu dan berjalan mengambilnya sesuatu tak jauh dari posisinya. Hanya sekali tarikan, suara tembakan langsung menggema di seluruh ruangan bawah.

MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang