Mobil kembali berjalan dengan kecepatan rata-rata di jalanan kota. Aruna sudah bisa melihat gedung-gedung tinggi yang menyapu pandangannya. Siang menuju sore ini tampak mendung. Sepertinya langit ingin menumpahkan segala keluh kesahnya ke bumi. Terlihat dari beberapa gulungan awan hitam yang berbaris sempurna menutup langit biru.
Mobil Dewa mulai memasuki sebuah perkampungan ramai. Masih terlihat beberapa mobil mengiringi perjalanan mereka. Dewa juga bisa melihat satu mobil orang-orangnya yang mengikuti dari belakang. Hanya sebagai perlindungan jika sesuatu hal yang tidak dibayangkan terjadi.
Dewa memberhentikan mobilnya di sebuah rumah bercat putih di kanan jalan. Dia melihat rumah itu. Rumah itu tampak sepi, walaupun halamannya cukup rapi tak seperti rumah yang didatangi sebelumnya. Dia menyuruh Aruna diam dulu di dalam mobil, dan dia harus memastikan keadaan di sekeliling rumah.
Dewa mengitari pandangannya di halaman. Tak ada sesuatu yang mencurigakan. Dia melanjutkan jalannya ke pintu. Dewa mengetuk pintu beberapa kali. Cukup lama, tetapi tidak ada jawaban. Benar-benar tidak ada jawaban seperti rumah sebelumnya.
Setelah hampir lima belas menit mengetuk, dan melihat di dalam rumah itu dari jendela, Dewa menyerah dan memilih kembali ke dalam mobil. Dia melihat Aruna yang menatapnya meminta jawaban. Dewa menggeleng.
"Kosong. Bahkan tadi pintunya gua sentuh, debunya cukup tebel. Kayaknya ini rumah udah lama ditinggalin"
Aruna mengulum bibirnya, "Jadi gimana? Kita pulang aja?"
Dewa menghela napas. Dia tersenyum kecil ke gadis yang mendadak murung itu.
"Gua nyoba tanya rumah sebelah. Jangan sedih dulu. Tunggu di sini!"
Dewa kembali keluar mobil. Aruna memperhatikan Dewa yang berlari kecil ke rumah sebelah. Tetapi saat laki-laki itu kembali, Aruna sama sekali tidak melihat ekspresi senang di wajah laki-laki itu.
"Mau denger kabar buruk?"
Aruna menghela, "Apa? Mereka udah pindah?"
Dewa mengangguk, "Katanya udah lama mereka pindah. Setahun lalu. Halamannya masih keliatan rapi karena tukang bersih-bersih kompleks ini yang bersihin. Jadi mau pulang aja? Biar gua cari informasi lagi"
Aruna menarik napasnya, "Kayaknya emang bi Ani sering pindah rumah. Seingatku bukan daerah sini, rumah yang dulu aku kunjungi. Kita pulang aja deh ngga papa"
Dewa tersenyum kecil. Saat hendak masuk mobil, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya.
"Permisi mas?"
Dewa menoleh. Melihat seorang ibu-ibu tersenyum kecil di belakangnya, dan juga memberikan senyuman ke arah Aruna.
"Iya, kenapa ya?"
"Kalian ini nyari bu Ani atau pak Jo?"
Dewa mengangguk, "Iya. Tapi katanya udah pindah dari setahun lalu?"
Ibu itu mengangguk, "Bener, mas. Tapi saya pernah diundang ke tasyakuran rumah barunya. Mas mau ke sana aja? Biar saja tuliskan alamatnya"
Dewa langsung melihat Aruna di dalam mobil. Wajah gadis itu tampak berseri dan mengangguk ke arahnya. Dewa hanya tersenyum kemudian mengeluarkan ponselnya. Membiarkan ibu itu menuliskan alamat di catatan ponselnya.
"Itu alamat lengkapnya. Semoga saja mereka masih ada di sana"
Dewa tersenyum, "Terima kasih"
"Terima kasih banyak, bu"
Ibu itu mengangguk, "Sama-sama. Saya tau kamu Diksa kan? Sekarang sudah besar saja"
Aruna mengangkat alisnya, "Ibu kenal saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanfictionNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...