Pagi ini cukup sepi. Aruna terbangun saat merasakan matahari mulai naik karena suhu ruangan ini mulai memanas. Tubuhnya terasa pegal-pegal karena kemarin dia sempat masuk ke cermin. Tenaganya seperti terkuras habis saat tubuhnya keluar ke benda itu.
Cermin itu benda datar. Dia tidak akan pernah merasakan apapun saat berada di dalam benda itu. Makanya setiap dia mencoba kembali ke dunia nyata, tubuhnya akan langsung melemah. Andai saja jiwa dan raganya sudah tidak terikat dengan benda aneh ini, Aruna tidak akan repot-repot lagi berdiam diri sambil beberapa kali merasakan sakitnya.
Aruna menghela napas tipis. Merenggangkan tubuhnya kemudian mulai membersihkan ranjangnya. Dia harus bersiap-siap sebelum Dewa bersiap-siap lebih dulu. Apalagi dia belum mendapatkan kabar apapun tentang pertandingannya kemarin.
Saat Aruna telah menyelesaikan mandinya, dia melihat tumpukan baju di dalam mesin cuci. Aruna tersenyum kecil saat melihat Jersey basket milik Dewa di atas. Dia memilih mengisi mesin cuci dengan air dan mencuci semua yang ada di dalam. Termasuk memberinya deterjen agar semua bersih.
Aruna menunggu mesin cuci berputar, membersihkan baju-baju sambil membereskannya dapur yang berantakan. Dia juga menyempatkan diri untuk membuat sandwich dan susu untuk sarapan. Setelah pekerjaan dapurnya selesai, Aruna kembali ke kamar mandi untuk memastikan mesin cuci sudah selesai.
Aruna membuangnya air di dalam mesin cuci, sebelum mengisinya dengan air baru agar lebih bersih. Sisa-sisa busa deterjen juga masih belum sepenuhnya bersih saat air tadi terbuang. Saat air kotor mengalir ke pembuangan air, tercium bau anyir di sekeliling ruangan tak cukup lebar ini. Aruna tau ini bau apa.
Aruna dengan cepat menutup hidungnya. Melihat air keruh berwarna sedikit kemerahan memudar di depannya. Napas Aruna sedikit cepat. Detak jantung normalnya, terlihat bekerja dua kali lebih cepat. Hampir saja dia kehilangan keseimbangannya, tetapi seseorang berhasil menahan tubuhnya tepat waktu.
Dewa melihat Aruna yang berusaha menahan tubuhnya agar tetap seimbang. Laki-laki itu hanya menghela napas, saat melihat air kotor cucian yang sedikit berbau anyir darah. Dewa langsung mendorong pelan Aruna keluar dari wilayah kamar mandi.
"Makan. Minum obat"
Aruna masih belum sepenuhnya sadar. Dewa berdecak kesal.
"Aru?"
Gadis itu langsung mengangguk dan berjalan ke arah dapur. Dewa menghela napas panjang. Untung saja dia datang tepat waktu. Kalo tidak mungkin pekerjaannya akan bertambahnya gara-gara gadis itu.
Setelah menyelesaikan cuciannya dan menjemurnya di balkon apartemen, Dewa pergi ke arah dapur. Dia melihat beberapa sandwich di meja, tetapi tidak menemukan gadis itu. Dewa tersenyum kecil kemudian menarik satu sandwich dan berjalan ke arah kamarnya.
"Nih"
Aruna yang fokus dengan sketsa gambarnya, terkejut melihat benda yang disodorkan Dewa. Aruna menatap Dewa tak percaya. Dewa mengode gadis itu agar mengambilnya. Aruna tersenyum lebar kemudian mengambil benda itu dengan hati-hati.
"Wah!! Pialanya bagus! Pasti karena permainan kamu juga bagus!"
Dewa tersenyum tipis, "Biasa aja sih"
Aruna masih memandangi piala itu. Tiba-tiba raut wajahnya murung. Dewa mengangkat satu alisnya bingung.
"Kenapa?"
Aruna menoleh, kemudian menggeleng.
"Gapapa hehe cuma keinget kata mama, bibi yang disuruh mama ngawasin keluarga adik katanya dia juga sering ikut lomba gini"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanficNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...