Dewa memperhatikan Juan yang berusaha menulis beberapa hal di kertas berukuran besar yang entah dia bawa sejak kapan. Aruna juga ada di sini. Memperhatikan adiknya yang berusaha menggambarkan beberapa tempat, walaupun bentuknya sedikit aneh.
"Lu gambar apaan sih?"
Juan menatap tajam Dewa, "Lo gak liat ini gedung, bang?"
"Ada gedung bentuk lonjong gitu?"
"Perumpamaan doang elah! Bacot amat"
Juan mendengus. Kesal sendiri.
"Ya kan nanya doang, kok emosi?"
"Lo bikin kesel!"
"Udah ih kok ribut lagi?"
Aruna menengahi keributan itu. Juan mendengus.
"Bang Dewa yang mulai"
"Iya iya gua yang salah. Oke lanjut"
Aruna tersenyum. Dewa mengangkat satu alisnya. Aruna menggeleng. Dewa menghela napas. Tersenyum kecil. Gemas sendiri melihat gadis itu.
"Tau gak gedung rada gedean sebelah bunderan kota?"
Dewa mengangguk, "Jangan bilang itu punya keluarga Darien?"
Juan mengangguk, "Yap tepat banget! Sebenarnya ada tiga gedung di kota punya mereka, tapi gue masih berhasil nemuin satu"
"Terus rencana kamu apa?"
Juan menoleh ke Aruna, "Apalagi? Ya suruh orang buat lamar pekerjaan di sana dan jadi mata-mata"
"Aman ga, Ju?" Tanya Dewa.
Juan mengangguk, "Lumayan. Mereka belum tau kalo ternyata ada keturunan lain di keluarga Eden. Mereka masih fokus nyari keberadaan kak Runa, karena sampe sekarang status kak Runa masih hilang apalagi udah setahun. Jadi penjagaan udah lumayan longgar"
Dewa mengangguk paham. Aruna hanya menyimak pembicaraan mereka berdua. Rencana Juan sudah bagus.
"Terus.. gue gak yakin ini bakal bertahan lama atau enggak, tapi kak Runa harus belajar main pistol buat pertahanan. Cepet atau lambat pasti mereka bakal tau rencana kita"
Aruna mengangguk, "Udah kok"
"Hah udah?!"
Juan terkejut. Aruna tertawa. Dia menganggukkan kepalanya.
"Udah. Tanya aja sama Dewa"
Juan melihat ke Dewa yang mengangguk, membenarkan ucapan Aruna.
"Jago banget. Gue aja masih belum bisa fokus ke titik fital. Enakan main pisau"
Juan mendengus, "Lo gak bisa berurusan dengan mafia cuma pake pisau. Belum sempet nyerang udah dibawa malaikat maut ke atas duluan"
"Bener. Bagi mafia, paling penting ada pistol buat penjagaan diri"
Ucapan Aruna disetujui oleh Juan. Juan kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku belakang hoodienya.
"Gue kemana-mana selalu bawa kayak gini sih, yang kemaren kelempar terus diambil anak buahnya Darien gila. Makanya gue nelpon lo hehe"
Dewa mendengus, "Parah bikin orang khawatir aja"
"Ya lo di telpon gak diangkat-angkat! Ngapain aja sama kakak gue?!" Tanya Juan curiga.
"Cuma masakin Aruna makan elah! Pikiran lo kotor banget!!"
Dewa memukul jidat Juan. Juan mendengus.
"Kirain macem-macemin kakak gue. Awas aja lo!"
"Gue juga bakal jadi abang lo ya?!"
"Emang gue ngerestuin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR | Jay ✓
FanfictionNyatanya di dunia, secerah apapun orang tetap akan ada sisi gelapnya. Sepertinya Dewa, laki-laki yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Sisi yang hangat, dan sisi kejam. Dewa yang dikenal manis, hangat, dan berteman dengan siapapun. Siapa yang...