Chapter 3.4

66 14 0
                                    

Dewa membuka MacBooknya. Berniat mencari dua alamat yang diberitahukan salah satu pembantu keluarga Eden sebelum terbunuh senin kemarin. Dewa mengangkat satu alisnya, saat melihat ke dua alamat itu letaknya berjauhan. Satu di ujung kota selatan, dan satu lagi di perkampungan ramai kota utara tak jauh dari wilayah sekolahnya.

Dewa mencatat alamat itu dalam mapsnya. Kemungkinan dua alamat itu akan sangat berguna untuk menemukan keberadaan adik Aruna. Tetapi dia bingung kenapa wanita kemarin memberinya dua alamat. Padahal Dewa hanya meminta satu alamat milik bibi Hana...

Dewa mengalihkan pandangannya, saat mendengar suara pintu terbuka. Dia bisa melihat Aruna berjalan ke arah kamar mandi tanpa melihatnya. Dewa terkekeh kecil saat melihat rambut gadis itu berdiri. Sepertinya Aruna akan mandi, terlihat dari handuk yang bertengger di bahunya.

Dewa kembali fokus ke catatan di MacBooknya. Dia menghubungiku beberapa orangnya untuk memastikan terlebih dahulu area sekitar sana, tanpa menimbulkan kecurigaan. Dewa mengulum bibirnya saat satu catatan kecil, tertulis di bagian belakang kertas alamat.

"Hanya satu orang yang bisa menjawab pertanyaanmu dan nona Aruna. Datangi rumah di tengah kota untuk mendapatkan apa yang nona cari selama ini. Teka-teki itu akan segera terpecahkan. Jaga nona Aruna sebelum ghost datang. Kekuatannya adalah kegelapan. Temukan dia secepatnya saat matahari terbit. Sampaikan salam dan juga permintaan maafku ke nona Aruna. Kalian pasti berhasil!"

Dewa terkejut. Dia membaca ulang kalimat terakhir dan baru tersadar sesuatu. Kelemahan ghost sama seperti dirinya. Dia hanya akan muncul di malam hari. Terbunuhnya pembantu keluarga Eden juga kemungkinannya besar terjadi di malam hari, dan baru ditemukan pagi hari. Tetapi... Jika matahari terbit, Aruna tidak bisa menemui apa yang dia cari.

Dewa memikirkan sesuatu di otaknya. Dia bingung. Apa yang harus di lakukan. Saat sedang asik melamun Aruna datang sambil memanggilnya. Tetapi entah keberuntungan atau kesialan, gadis itu tersandung kaki meja. Dewa dengan cepat menarik gadis itu agar tidak terjatuh ke lantai, tetapi malah terjatuh ke tubuhnya.


Sebuah kecupan singkat, tepat di bibir keduanya tak dapat terelakkan. Membuat kenangan kecupan manis singkat selama seperkian detik. Kedua orang itu sama-sama terkejut. Manik mata mereka saling bertemu, membuat ikatan tali bening bisu yang menyandu.

Aruna yang sadar, langsung mencoba bangun dari tubuh Dewa. Tetapi laki-laki itu malah menahan tubuhnya. Aruna menatap bingung Dewa. Dewa masih menatap Aruna. Memberikan sedikit senyuman tulus ke gadis itu, sebelum menarik tengkuk Aruna dan kembali menekan kecupan singkat tadi.

Lumatan kecil, terasa manis. Tak ada yang bisa memberontak, saat menyampaikan rasa berbunga di dada yang selama ini disembunyikan. Dewa memberhentikan lumatannya. Menatap dalam manik mata hazel Aruna.

"Kalo gua ngomong suka lo, reaksi lo bakal gimana?"

Aruna tersenyum, "Sebaliknya, kalo aku yang bilang suka kamu, gimana?"

Dewa terkekeh, "Selamat lo berhasil luluhin hati pembunuh bayaran ini"

Aruna tersenyum. Memberikan kecupan singkat dan kembali laki-laki itu.

"Selamat juga, kamu cowok pertama yang buat aku jatuh cinta"

Dewa tertawa, "Lo juga cewek pertama yang dapetin ciuman gua, bibir lo manis"

"Heh!"

Dewa tertawa. Dia langsung memeluk tubuh gadis itu, dan membiarkan pemberontakan kecil gadis itu malah menjadi kehangatan bagi keduanya. Membiarkan hatinya juga menyampaikan apa yang selama ini terpendam dalam hati. Sore ini menjadi saksi bisu pernyataan cinta keduanya, dalam tindakan singkat yang manis.


















MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang