Chapter 4.1

64 12 0
                                    

Aruna melihat ke beberapa bahan makanan yang masih ada di meja. Dia menghela napas. Mengambil beberapa kantung plastik dan berjalan ke lemari pendingin. Jika bahan-bahan ini tidak segera dimasukkan ke lemari pendingin, kemungkinan besar akan cepat membusuk.

Saat asik menata bahan makanan, Aruna melihat beberapa minuman asing di ujung bawah lemari pendingin. Aruna mengangkat alisnya. Dia mengeluarkan itu. Aruna terkejut saat melihat botol bertuliskan mengandung alkohol di sana. Aruna melihat beberapa botol lagi di ujung belakang lemari pendingin. Aruna geram. Bagaimana bisa Dewa menyembunyikan ini dari sebulan yang lalu?

"Kamu ngapain? Katanya mau mas—ak"

Dewa terkejut saat Aruna memegang botol yang sudah dia sembunyikan sebulan lalu. Aruna menatapnya tajam.

"A-aru?"

"Kamu sejak kapan suka minum, Dewantara?"

Aruna menjadi lebih menyeramkan saat memanggil nama panggilan lengkapnya. Dewa menelan ludahnya kasar. Dia tersenyum tipis sambil menggaruk tengkuknya.

"Udah lama sih..  tapi pas kamu dateng aku beneran udah ga minum kok!! Makanya itu ada di pojokan kulkas"

Aruna menghela napas, "Masukin kresek, buang!"

Dewa mengangguk. Mengambil beberapa botol yang sudah disingkar Aruna ke arahnya. Dewa menunduk. Mengambil beberapa botol itu, sambil memperhatikan Aruna yang fokus memasukkan bahan makanan tanpa sedikitpun meliriknya. Dewa menghela napas panjang. Mengambil satu kantung plastik hitam dan memasukkan semua botol ke sana.

Dewa bergerak meninggalkan dapur. Dia menoleh sebentar, memastikan Aruna melihatnya, tetapi semua hanya khayalannya. Dewa mendengus. Segera beranjak pergi, membuang botol-botol ini sebelum Aruna semakin marah.

"Mau kemana, bang?"

Tanpa menoleh ke Juan, Dewa masih melanjutkan jalannya ke arah pintu.

"Bawah. Buang sampah"

Juan hanya bisa tertawa saat pintu apartemen sudah tertutup. Juan tidak bodoh. Dia tau isi kantung plastik tadi adalah botol-botol minuman beralkohol. Ternyata sudah ketahuan ya...








Dewa diam. Memperhatikan Aruna yang sibuk mengumpulkan bahan makanan sambil melihat cara memasak suatu makanan lewat ponsel Juan. Dewa menghela napas. Aruna dari tadi melarangnya mendekat. Bahkan tatapan gadis itu sangat tidak bersahabat ke arahnya.

Dewa mencoba berjalan mendekati Aruna. Gadis itu masih tidak menyadari kehadiran Dewa di sebelahnya, karena fokusnya benar-benar terjatuh ke ponsel di depan. Dewa langsung memeluk Aruna. Menenggelamkan wajahnya di bahu gadis itu.

Aruna terkejut saat seseorang tiba-tiba memeluknya. Dari parfumnya, Aruna bisa mengenali jika itu Dewa. Aruna hendak memberontak, tetapi laki-laki itu memeluknya dengan erat. Aruna menghela napas. Jika begini dia tidak bisa marah lagi. Apalagi perasaan laki-laki itu ketika bersandar di bahunya, serasa seperti melepaskan semua penyesalannya.

"Maaf.. beneran aku udah lama nyoba berhenti. Kadang kalo pikiran suntuk, gada panggilan kerjaan, tugas sekolah numpuk, lagi berantem sama papa, aku selalu lampiasin ke minuman..."

Aruna mengigit bibir bawahnya, saat Dewa terasa menghela napas cukup panjang.

"Iya aku jujur kalo udah minum gituan dari lama, sejak mama gaada. Tapi aku udah mulai berhenti kok, aku gabisa bohong ke kamu..."

Aruna menghela napas. Tangannya bergerak pelan, mengusap surai hitam yang melemah di pundaknya.

"Iyaa... Udah ih jangan gini. Aku udah maafin kamu"

MIRROR | Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang