28 : Butuh

82 22 40
                                        

28 : Butuh

Uwa diam di kursi itu. Ia berusaha melepaskan ikatan di kursi tapi tetap tak bisa simpul yang dibuat sangat erat.

"TOLONG! ANJING LO JILAN!" Teriak Uwa. Uwa menghentakkan kakinya kesal. Keadaaan Uwa kini makin berantakan.

"Lo ribut banget sih!" Uwa menoleh pada sumber suara. Sebuah senyum terbit di bibirnya.

"Kak Farres! Tolongin gue" Ya itu adalah Farres dengan wajah khas orang bangun tidur.

"Lo ngapain main ikat-ikatan sih?" Gerutu Farres sambil berjalan ke tempat Uwa.

"Lo habis di bully sama Jilan? Kenapa gak lawan? Kemana hilangnya kemampuan bela diri lo?" Farres membuka simpul tali di kursi.

"Iya juga ya? Kok gue lupa sih. Makasih ya" Farres mengangguk.

"Lain kali lawan!"

"Hm. Iya" Kata Uwa. Ia juga bingung kenapa ia tadi tidak menangis.

"Mau pulang bareng?" Tawar Farres.

"Boleh. Tapi pacar lo gimana? Ntar dia maraha lagi"

"Gak kok. Dia juga udah pulang. Gue kan niat nolong bukan niat genit"

"Ya udah. Ayo!" Uwa dan Farres berjalan beriringan menuju ke lantai bawah.

•______•

'Trrtr'

Ponsel Rakha bergetar tanda ada pesan masuk.

Tertulis nama Uwa di layar ponsel Rakha. Rakha menghela nafas berat. Ingin menekan tombol hijau tapi Rere ada di sampingnya saat ini.

"Terima aja Kha" Kata Rere. rakha mengangguk. Ia menggeser layar ponsel. Rere pergi meninggalkan Rakha ke arah dapur.

"Hallo Kha?!"

"Hmm?"

"Lo dimana? Gue lagi butuh lo" Suara Uwa terdengar bergetar.

"Kha! Ini makan dulu" Suara Rere terdengar. Rakha menggeleng sebagai jawaban.

"Oh. Lagi sama sahabat lo. Gak apa lanjutin aja" Entah kenapa Rakha merasakan rasa khawatir dan sakit mendengar ucapan Uwa.

Tut tut tut

Uwa mematikan sambungan telepon mereka secara sepihak.

"Kenapa? Uwa bilang apa? Lo gak bakalan ninggalin gue kan demi Uwa?" Rakha berdecak. Jika tidak mengingat pengaruh Rere dalam hidupnya maka Rakha akan membangkang.

"Gak" Rere memeluk lengan Rakha

"Makasih. Gue emang lagi butuh lo banget. Beda sama Uwa dia kan banyak yang nemenin" Lagi Rakha menghela nafas nya. Ia tersenyum terpaksa.

•_______•

Uwa menatap nanar pada ponselnya. Rakha berubah. Mungkin memang sudah waktunya ia melepaskan Rakha. Rakha sepertinya sudah tidak menganggapnya.

Ia menghubungi Gibran. Rasanya ia benar-benar butuh bercerita.

"Hallo" Suara di seberang sana membuatnya semakin merasa rindu.

"Gue kangen. Lo gak bisa balik?"

"Lo-lo kenapa? Ada masalah apa? Cerita sama gue" Uwa tersenyum. Ini yang ia butuhkan dari seorang Gibran. Tempatnya berkeluh kesah.

Adik Kelas SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang