Different
'''^'''
Pagi ini di kediaman Bagaskara terjadi keributan kecil, alasannya hanya karena si bungsu yang memaksa untuk pergi ke sekolah sedangkan ketiga saudaranya bersikeras memaksa dirinya untuk istirahat di rumah."Ini aku udah rapi pake seragam loh ya, masa harus ganti lagi cuma karena harus istirahat di rumah?"
Si bungsu menggerutu menuruni anakan tangga, dibelakangnya ada Chandra yang sedari tadi juga tak kalah heboh membujuk Narendra agar mau libur barang sehari saja.
"Seenggaknya sehari ini aja Na."
Narendra langsung menghentikan langkahnya, lalu berbalik dan menatap Chandra yang hanya berjarak tiga anakan tangga darinya dengan kedua tangan di atas pinggang. "Ini aku udah nggak papa ya mas, trus kenapa mas Chandra yang jadi bawel sih?"
Chandra langsung membuat ekspresi wajah tak percaya yang di buat-buat. "Ini mas Chandra beneran khawatir loh Na sama kamu, kok malah jadi mas yang di katain bawel?"
Rendika yang saat itu tengah menata menu sarapan di meja makan hanya bisa senyum-senyum sendiri, merasa lucu dengan interaksi kedua adiknya di pagi ini.
Respon tak jauh beda juga di tunjukkan Jendra, anak tertua kedua setelah Rendika itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Menyadari bahwa keributan yang terjadi pagi ini adalah hal yang jarang terjadi, apalagi sifat Narendra yang terkenal pendiam dan tak suka berdebat, seolah menjadikan kejadian ini sebagai salah satu momen langka.
"Ya mas Chandra juga sih, kayak yang nggak percaya gitu kalo aku emang udah sehat."
"Bukannya mas nggak percaya, tapi emang mas beneran khawatir. Apalagi nanti mas ada jadwal latihan, jadi nggak bisa jagain kamu kayak kemaren."
Si bungsu terdiam, lalu pandangannya mengarah pada Rendika yang tiba-tiba ikut masuk ke topik pembicaraan. "Kakak juga, siang ini harus ikut bimbingan sampai nanti jam pulang sekolah."
"Abang juga, hari ini ada latihan penguatan materi buat turnamen nanti. Jadi nggak bisa mangkir gitu aja." Lanjut Jendra menambahkan.
"Tuh dengerin kalo ada yang ngomong."
Narendra berbalik dan melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Lalu mengambil tempat di samping kursi Rendika.
"Nggak papa, aku tetep masuk aja. Lagian nggak ada bedanya juga kan? Dirumah juga mau ngapain? Mending sekolah, seenggaknya waktu pelajaran pertama masih bisa sama-sama."
Mendengar itu Chandra lebih memilih diam. Adiknya itu memang sama-sama keras kepalanya dengan dirinya, jadi nggak akan ada gunanya tetap memaksa. Yang ada hari ini mereka akan telat berangkat ke sekolah hanya karena terus berdebat tentang hal yang sama.
°°°°
"Gue denger-denger kemaren adek lo masuk rumah sakit gara-gara nggak sengaja kena bola anak-anak futsal. Itu beneran?"
Chandra yang tengah menyetel ulang gitarnya hanya mengangguk, tak ingin menanggapi lebih jauh topik yang baru saja di bahas Naya padanya. Karena jika mengingat hal itu, hanya akan membuatnya semakin ingin menemui pelakunya. Sedangkan ketiga saudaranya sudah mewanti-wanti dirinya tentang hal itu.
"Tapi adek lo nggak papa kan?"
"Nggak papa. Tapi please Nay, jangan bahas hal ini lagi. Karena kalo gue inget lagi tuh rasanya gue pengen nonjok muka pelakunya."
Gadis yang tak lain adalah keyboardis band-nya itu mengangguk, lalu mengambil tempat di kursi kosong di samping Chandra. "Ya sorry Chan, gue nggak ada maksud buat ingetin Lo lagi soal itu. Tapi emang lo tau pelakunya siapa?"
"Sahabat Lo."
Naya yang tadinya santai langsung terlihat menegang. Sebab ada satu nama yang sontak muncul di benaknya setelah mendengar penuturan Chandra.
"Maksud Lo.....Damar?" Tanyanya ragu.
Hubungan antara Chandra dengan Damar memang memburuk sejak kenaikan kelas sebelas. Alasannya sangat tak masuk akal, hanya karena Damar tak suka jika melihat Naya dan Chandra yang semakin dekat setiap harinya. Padahal kedekatan mereka murni hanya karena tergabung dalam band yang sama, bukan karena ada apa-apa.
'Tapi dasarnya emang udah nggak suka, mau di gimanain juga bakal tetep nggak suka.'
Kurang lebih seperti itu penggambaran kata-kata yang tepat untuk hubungan keduanya.
Sedangkan Chandra sendiri tak mau ambil pusing. Selama ia merasa tak melakukan kesalahan, maka ia akan tetap berjalan di jalan yang sudah ia pilih sejak awal.
Lalu kehadiran seseorang yang sedang mereka bahas saat itu langsung membuat suasana ruang musik terasa lebih mencekam. Apalagi tatapan keduanya yang sarat akan permusuhan seolah tak lagi bisa di hindarkan.
"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?" Damar bertanya dengan nada tak santai, apalagi saat menyadari tatapan Chandra yang menatapnya tak seperti biasanya.
"Gue nggak nyangka aja lo masih berani muncul di hadapan gue setelah apa yang lo lakuin kemaren."
Damar mengernyit heran. "Emang apa yang udah gue lakuin sampai harus takut ketemu sama lo?"
Senyum smirk Chandra muncul, lalu bangkit dari duduknya setelah meletakkan gitar miliknya di samping kursi kayu. "Gue baru tau kalo seorang berandalan kayak lo ternyata juga nggak punya rasa bersalah."
Seluruh anak SMA Dwisena memang sudah tahu jika sosok kapten tim futsal mereka adalah salah satu dari tujuh pilar kepercayaan RedHause, sebuah geng yang di pimpin seorang alumus sekolah bernama Cakra.
Sebutan tujuh pilar kepercayaan sendiri disematkan seluruh warga sekolah pada tujuh anggota inti di bawah kepemimpinan Cakra. Dengan enam nama yang sudah dikenal luas, termasuk Damar, Gema, Bara dan tiga orang kakak kelas mereka. Sedangkan satu nama lagi masih belum terungkap, tapi sosoknya jelas memberi kontribusi yang sangat besar pada tim. Apalagi sebutan Si Penyusun Strategi Misterius yang kerap kali di sebut para anggotanya, seolah menegaskan bahwa perannya memang benar-benar diakui di sana.
"Maksud lo apa?" Damar sudah akan maju dan melayangkan pukulan andai Naya tak menyela di tengah-tengah mereka.
"Damar udah, mending lo pergi. Sebentar lagi pak Wahyu pasti dateng karena lagi di panggil sama Leo, dan gue nggak mau sampai ada keributan yang terjadi di sini. Jadi gue mohon sekarang lo pergi, nanti sepulang sekolah gue pasti nyamperin lo ke kelas."
Setelahnya Damar pergi dari sana dengan keadaan marah, meninggalkan dua orang lainnya dalam keadaan canggung.
"Gue minta maaf ya Chan atas nama Damar, gue yakin dia juga nggak sengaja kemaren. Tapi sebenarnya dia anaknya baik kok, cuma ya kadang ngeselin aja."
Chandra geleng-geleng kepala. "Baik yang lo maksud tuh beda level Nay sama gue. Lagian kalo satu sekolaho tanyain pasti jawabannya si Damar tuh nggak ada baik-baiknya. Ya kecuali lo nanyanya ke anak buahnya, pasti bakal beda cerita."
Naya sendiri hanya bisa merespon dengan senyuman paksa, yang malah terlihat konyol di mata Chandra.
"Udahlah. Lagian lo juga nggak salah, kenapa lo jadi yang minta maaf. Ya walaupun nungguin si Damar buat minta maaf juga mustahil, tapi seenggaknya adek gue udah nggak papa gue sih oke-oke aja."
Yang Naya tau dari sosok Chandra adalah sikap gentle-nya. Bagaimana ia yang akan langsung berubah serius dan tak mengenal kompromi jika sudah berhubungan dengan saudara-saudaranya, disamping dari sifat aslinya yang memang terkenal ceria dan mudah bergaul.
Sedangkan untuk ketiga saudara Chandra, jujur saya Naya tak terlalu mengenal mereka. Tapi seluruh warga sekolah pasti tau bagaimana kasih sayang diantara mereka yang kadang membuat iri, apalagi pada sosok si bungsu. Benar-benar terlihat paling di jaga dengan penyakit jantung bawaannya.
'''^'''
TbcRev.261121
hd_
![](https://img.wattpad.com/cover/283252834-288-k113318.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tak Berkesah { END }
FanfictionTerkadang manusia hanya harus hidup seperti air. Yang walaupun harus terjun bebas dari atas tebing dan terbagi menjadi butiran-butiran yang lebih kecil, tapi tak sekalipun ada yang pernah menilai seberapa kuat atau rapuhnya ia. +×+×+× Start : 29 Agu...