°KTB ~ 24°

1.3K 237 7
                                    

Speak Up



'''^'''


Setelah keributan kecil yang dilanjutkan kejadian di kamar mandi Chandra malam itu, semua mulai berjalan baik. Jauh lebih baik saat semua adiknya bisa mengerti alasan apa yang melatarbelakangi kebohongannya, meski bisa dipastikan bahwa ada sedikit perdebatan alot yang terjadi kala itu. Tapi tak apa, setidaknya mereka bisa mengerti dan menerima saja sudah lebih dari cukup bagi Rendika.

Begitupun Chandra, adiknya itu sempat marah seharian penuh saat tau alasan si sulung mengikuti perintah sang ayah karena harus melindungi kesalahannya. Tapi pertahanannya harus hancur sebab Rendika yang berjanji akan memasakkan makanan kesukaannya selama seminggu penuh. Jadi sudah bisa di pastikan, detik itu juga keduanya kembali berbaikan. Ingat, bahwa Chandra dan makanan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Setidaknya, itu yang selalu si sulung ingat.

Lalu semua berlanjut di ruang keluarga sore ini. Rendika yang berjalan menuruni tangga akhirnya mendekat kearah kedua adiknya disana, tak lupa sambil menenteng laptop yang menampilkan lembar tugasnya.

"Emang besok ada tugas kak? Perasaan nggak ada deh?" Chandra berujar sambil bangkit dari posisinya yang semula tidur tengkurap menjadi duduk bersandar di badan sofa. Tangannya meraih bungkus makanan ringan di atas meja.

"Enggak ada. Ini cuma tugas dari organisasi aja. Cuma sedikit juga."

"Jangan terlalu di forsir kak." Narendra berujar sambil memposisikan diri di samping si sulung, tangannya meletakkan segelas jus jeruk di atas meja yang baru saja ia ambil dari dapur.

"Iyaa, tadi kakak kan juga udah bilang cuma sedikit." Lalu tersenyum meyakinkan.

"Mau kemana bang?" Chandra bertanya saat melihat Jendra tiba-tiba bangkit dari duduknya.

Yang ditanya menghentikan langkahnya, menengok ke arah Chandra lalu berujar, "Mau ambil minum kaya punya Narendra. Kenapa?"

"Aku mau." Lengkap dengan cengiran konyol yang hanya di balas gelengan kepala yang lebih tua. Sebelum akhirnya berlalu pergi saat itu juga.

"Nggak baik loh mas nyuruh orang yang lebih tua kaya gitu." Rendika mengingatkan.

"Kan sekalian aja gitu kak, lagian abangnya juga mau-mau aja. Tuh liat."

Lalu kedua pasang mata lainnya menatap kearah datangnya Jendra. Anak kedua dari empat bersaudara itu datang tak hanya membawa minuman untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk Chandra sekalian si sulung juga.

"Makasih bang."

Dan Jendra mengangguk, bersamaan dengan suara notif handphonenya di atas meja. Tangannya meraih lalu membaca isi pesan, pandangannya kini menatap kearah Rendika yang juga tengah menatap kearahnya.

"Handphone kakak kemana?"

Dahi si sulung mengernyit samar. "Ada, lagi kakak charger di kamar. Kenapa?"

"Ayah ngirim pesan, katanya dari tadi kakak di hubungi nggak bisa-bisa. Terus ayah juga bilang kalo malam ini kita disuruh ke restoran dekat sekolah. Katanya ada yang mau dibahas, penting."

Rendika mengangguk.

"Kira-kira ada apa ya?" Si bungsu menyeletuk.

"Yang jelas sih perasaan aku udah nggak enak." Chandra menimpali dari tempatnya, pandangannya kembali menatap kearah televisi setelah sempat terdiam sebab penuturan dari mulut Jendra.

Semuanya kembali terdiam, memikirkan apa saja yang bisa terjadi di restoran malam nanti. Dalam hati juga harap-harap cemas, semoga bukan lagi hal buruk yang terjadi.

Kisah Tak Berkesah { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang