°KTB ~ 15°

1.4K 226 6
                                    

Masalah Baru



'''^'''




Butuh waktu dua hari untuk Narendra bisa keluar dari rumah sakit, tapi sampai detik ini Rendika bahkan tak tau apa yang terjadi sebab si bungsu yang tak mau bercerita. Adiknya itu akan langsung mengalihkan pembicaraan dengan meminta maaf disaat Rendika mencoba membahas hal yang sama, jadi dengan alasan itu dirinya lebih memilih membiarkan Narendra dengan keputusannya sendiri. Setidaknya untuk kali ini.

Tapi lain lagi dengan pagi tadi, Rendika langsung melarang dengan tegas saat si bungsu bersikeras untuk sekolah. Ia mengatakan bahwa libur sehari lagi tak ada salahnya jika memang itu dibutuhkan demi kesehatannya.

Jadi setelah bersih-bersih sepulang sekolah, dirinya berniat langsung menemui sang adik yang tengah fokus dengan acara televisinya. Membawakan sepiring buah-buahan yang sudah ia potong kecil-kecil dengan segelas air putih sebagai pelengkapnya.

"Masih ada yang sakit?" Dengan tangan yang mengulurkan sepiring buah-buahan juga air yang ia bawa kearah meja, sedangkan dirinya langsung mendudukkan diri di samping Narendra.

"Enggak, cuma sedikit bosen aja seharian di rumah." Ujarnya masih berusaha fokus kearah layar televisi.

Tapi seolah tak puas dengan jawaban Narendra, Rendika memilih tetap memandang lekat adik bungsunya.

"Beneran kak. Aku cuma bosen aja." Lengkap dengan senyum meyakinkan.

"Udah minum obat kan?"

Narendra terkekeh geli, ternyata kekhawatiran kakaknya ini masih berlanjut. "Udah. Tadi sebelum kakak pulang."

Rendika hanya mengangguk. Lalu terdiam seolah tengah memikirkan sesuatu, entah apa. "Besok hari Kamis kan ya? Berarti waktunya kamu check up."

Narendra tak merespon, malah sibuk membenahi posisinya yang kini bersandar di bahu sang kakak. "Bisa di reschedule aja nggak check up nya?" Ujarnya lirih

"Kenapa?"

Narendra menggeleng. "Aku cuma ngerasa belum ada yang salah aja sama badan aku."

Usapan lembut di kepala Narendra langsung berhenti. "Jadi kamu nunggu sampe ada yang salah dulu baru mau check up?"

"Ya nggak gitu juga kak. Lagian aku kan kemarin baru pulang dari rumah sakit."

"Narendra dengerin kakak," usapan lembut yang sempat terhenti tadi akhirnya berlanjut. "Yang bisa memahami diri seseorang itu cuma diri mereka sendiri. Sama kaya kamu, yang bisa mengerti apa yang saat ini kamu rasain ya cuma kamu. Jadi jangan terlalu keras sama diri kamu sendiri. Kalau emang sakit, bilang sakit. Kalau emang kamu ngerasa nggak nyaman, kamu harus mengatakan yang sebenarnya. Karena seburuk-buruknya kejujuran nggak akan lebih menyakitkan dari kebenaran yang di sembunyikan."

"Mungkin saat ini kamu masih punya kakak, Bang Jendra sama mas Chandra. Tapi kita juga nggak mungkin tau kalo semisal kamu nggak ngomong dulu."

"Jadi, janji sama kakak ya. Kalo kamu akan selalu jujur setidaknya sama diri kamu sendiri. Kamu juga harus janji buat sembuh suatu hari nanti. Soal yang lainnya, biar kakak yang urus. Oke?"

"Hmm, aku janji." Ucap Narendra pada akhirnya setelah sebelumnya terdiam. Dalam hati tak sepenuhnya menyetujui sebab Rendika sendiri juga tak bisa menerapkan hal yang sama pada dirinya sendiri. Iya, si bungsu tau sekeras apa kakaknya pada dirinya sendiri.

Sedangkan sedari tadi Rendika mencoba mengontrol nada bicaranya. Karena ia tau, yang adik-adiknya butuhkan saat ini hanyalah bahu kokoh untuk bersandar. Atau sekedar telinga yang senantiasa sabar mendengar. Bukan kalimat-kalimat penenang yang pada kenyataannya seringkali menjerumuskan.

Kisah Tak Berkesah { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang