°KTB ~ 32°

1.6K 232 14
                                    

Kenapa Begitu Menyakitkan



'''^'''





Adakah yang membenci sebuah rahasia di sini? Sebuah rahasia yang entah dengan alasan apa harus ada di dalam dunia ini. Hidup berdampingan dengan masalah yang rasanya tak pernah ada habisnya.

Jika iya, berarti kalian sama dengan seorang remaja berumur tujuh belas tahun bernama lengkap Shakala Narendra Bagaska.

Si bungsu dari empat bersaudara ini memang selalu menjadi pihak terakhir yang akan mengetahui fakta yang ada di dalam rumah besar itu, itulah kenapa dalam hidupnya ia paling membenci sesuatu yang dirahasiakan.

Sebenarnya ia mengerti. Tidak, lebih tepatnya ia selalu mencoba untuk mengerti. Dan menempatkan posisinya sebagai orang lain agar lebih mudah memahami. Entah itu memahami hal-hal yang masih tergolong sederhana, atau bahkan memahami hal-hal yang bahkan tak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya.

Seperti kejadian siang tadi contohnya.

Narendra yang ingin pergi ke toilet langsung meminta Jendra untuk membantunya duduk di kursi roda.

Sebab dirinya yang memang belum di perbolehkan dokter Juna untuk berjalan sendiri, sebelum kondisi badannya bisa dipastikan jauh lebih stabil dari hasil pemeriksaan terakhir.

Jadi dengan begitu, Jendra langsung mendorong kursi roda si bungsu kearah kamar mandi. Lalu memilih menunggu adiknya itu di luar kamar mandi sesuai keinginan Narendra sendiri.

Waktu berlalu sampai sekitar lima menit kemudian, hingga suara pintu yang dibuka perlahan mengalihkan atensi Jendra. Dari ambang pintu, Leo berjalan mendekat dengan dua kantong kresek yang ia yakini berisi makanan dan beberapa camilan. "Kok sepi? Pada kemana emang?" Remaja itu bertanya setelah mengedarkan pandangan dan tak menemukan orang lain selain Jendra di sana.

"Chandra lagi nebus obat ke apotik, kalo Narendra lagi ada di toilet."

Leo manggut-manggut, "Oh iya, gimana? Lo udah cerita semua soal Rendika ke Narendra?" Tanyanya hati-hati. Bukan bermaksud buruk, hanya saja itulah poin penting yang harus segera mereka sampaikan kepada si bungsu. Sebelum semuanya bertambah rumit sebab Narendra yang mengetahui fakta itu dari orang lain.

Sedangkan Jendra sendiri langsung menghembuskan nafas sesak, lalu menggeleng kecil setelahnya. "Belum, gue belum berani cerita apa-apa ke Narendra. Gue takut kondisinya bakal drop lagi kalau tau jantung yang ada di tubuh dia saat ini milik kak Ren."

Tak di sangka, saat Leo akan mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu kiri Jendra, ekor matanya menangkap sosok Narendra yang terdiam di ambang pintu toilet. Terduduk di kursi roda dengan tatapan yang sulit diartikan. "Jen...." Lirih remaja itu yang terdengar menggantung, dengan tatapan mengarah ke belakang tubuh lawan bicaranya.

Jendra yang merasa ada yang tidak beres langsung membalikkan badan, menatap gugup sang adik yang kini juga tengah menatap kearahnya. "Na, kamu....."

Narendra langsung memutuskan pandangan mereka, bola matanya bergerak gelisah dan tampak memerah. "Cukup bilang kalo apa yang aku denger barusan itu nggak bener bang."

Jendra menunduk sejenak, dan lagi-lagi hanya bisa menghela nafas pasrah. Matanya juga mulai berkaca-kaca bahkan sebelum ada kata yang berhasil keluar dari mulutnya. "Kita bahas ini nanti aja ya Na, karena kamu masih harus banyak istirahat dulu."

"Enggak." Narendra menggeleng, memundurkan kursi rodanya saat Jendra berusaha mendekat kearahnya. "Bilang ke aku dulu kalo yang aku denger barusan itu nggak bener." Ujarnya penuh penekanan, dengan suara yang terdengar mulai pecah.

Kisah Tak Berkesah { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang