°KTB ~ 30°

1.7K 259 33
                                    

Yang Terbaik?



'''^'''




Pagi itu, lorong rumah sakit terlihat jauh lebih ramai dari biasanya. Bagaimana tidak, bahkan hampir semua anggota RedHause datang kesana saat mendengar kabar bahwa Rendika akan melakukan pengangkatan jantung untuk adik bungsunya.

Jendra dan Chandra bahkan sempat dibuat syok saat Bang Cakra mengatakan bahwa selama ini Rendika adalah bagian dari mereka. Bagian dari geng sekolah yang sangat ditakuti, bahkan kakaknya itu adalah sosok dibalik nama Si Penyusun Strategi Misterius yang dimiliki SMA Dwisena.

Awalnya kedua bersaudara itu tak mau langsung percaya, tapi saat Gema dan Bara memberikannya sebuah headband dengan logo RedHause juga nama si sulung yang tertera di bawahnya, mau tak mau mereka percaya. Dan sedikit bersyukur saat merasa bahwa masih banyak orang yang ternyata menyayangi Rendika di detik-detik terakhir hidupnya.

Lalu seorang dokter mendatangi mereka, mengatakan bahwa masih ada sedikit waktu tersisa untuk mengatakan salam perpisahan sebelum operasi transplantasi itu dilakukan.

Jendra dan Chandra spontan bergerak memasuki ruangan, meninggalkan semua orang disana termasuk Bagaskara juga Sarah.

Sedangkan Bagaskara sendiri sebenarnya juga sudah akan ikut masuk ke ruangan Rendika. Tapi melihat bagaimana kedua putranya menatap tak ramah kearahnya, juga bagaimana Sarah yang mengatakan bahwa akan lebih baik saat ia menunggu giliran selanjutnya. Membuat Bagaskara langsung terdiam di tempatnya. Sedikit menunduk dengan penyesalan yang tiba-tiba muncul di benaknya. Bahkan kilasan balik tentang seberapa keras didikan yang ia berikan kepada putra-putranya langsung berputar seperti kaset rusak seolah menghukumnya.

Bagaskara akhirnya sadar, tak seharusnya ia mendidik anak-anaknya dengan begitu kerasnya. Apalagi melimpahkan semua tanggung jawab kepada Rendika.

Lalu setelah semua itu, tak pantas rasanya untuk Bagaskara menyalahkan putra-putranya saat memandang tak suka padanya. Karena memang mereka berhak melakukan itu, menyimpan rasa kesal bahkan benci sebab perlakuan buruknya pada sulung Bagaska. Bahkan hingga di detik-detik terakhir dia hidup.

Kemudian di tempat yang berbeda, suasana sendu lebih terasa di antara tiga remaja bersaudara itu.

Bagaimana dua orang termuda di ruangan itu, kini menatap yang paling tua dengan pandangan sedihnya. Merasa sakit saat melihat tubuh penuh luka Rendika yang juga terlihat dipenuhi alat-alat medis sebagai penunjang hidup.

Keduanya mempertipis jarak, berdiri dengan bahu merosot tepat di samping brangkar Rendika. Jendra bergerak membenarkan letak surai sang kakak yang sedikit menutupi wajah, sedangkan Chandra memilih menggenggam tangan si sulung yang terbebas dari jarum infus.

"Apa ini yang kakak mau? Melihat Narendra sembuh meski harus mengorbankan nyawa kakak sendiri?" Chandra terkekeh menyakitkan, membuat Jendra bergerak mengusap punggung sang adik menenangkan.

"Kakak selalu berharap untuk ngeliat kita bahagia. Tapi apa kakak sekarang bisa ngeliat kita bahagia? Aku rasa enggak." Chandra menggeleng, menunjukkan ketidaksetujuan. "Bahkan sekarang, kakak adalah orang yang ngasih luka terbesar dengan kepergian kakak ini."

Chandra mulai terisak, menciumi tangan dingin Rendika berkali-kali.

"Kakak juga selalu bilang kalo kita nggak boleh bohong, tapi kenapa kakak sendiri bohong ke aku. Kakak bilang cuma mau nyusulin abang, tapi kenapa kakak malah nyusulin bunda sekarang. Kalaupun aku tau kalau malam itu kakak pamit untuk pergi selamanya, aku nggak akan pernah ngizinin kakak pergi. Bahkan aku akan selalu ikut kemanapun kakak melangkah."

Kisah Tak Berkesah { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang