Proses Menguak Fakta
'''^'''
"Bar." Chandra berseru sedikit keras, tangan kanannya melambai beberapa kali kearah pintu cafe. Disana, berdiri dua remaja sebayanya yang bisa dipastikan tengah mencari keberadaan mereka. Iya, mereka. Chandra dan kedua saudara kembarnya. Ketiganya saat ini memang tengah berada di sebuah cafe bernuansa minimalis, tentu saja setelah meminta Bara juga Gema untuk membicarakan sesuatu di sana.
"Sorry, lama. Gue harus jemput Gema dulu soalnya."
Jendra hanya mengiyakan ucapan Bara, lalu meminta kedua sahabat dari mendiang kakaknya itu untuk segera duduk di kursi yang tersisa. "Udah gue pesenin minuman. Tapi kalo kalian nggak suka, bisa pesen yang lain."
Gema menggeleng. "Kita berdua bisa minum apa aja kok. Santai aja."
Dan bersamaan dengan itu, seorang pelayan cafe datang dengan lima gelas minuman juga beberapa camilan. Meletakkannya di atas meja kemudian segera beranjak dari sana.
"Jadi...apa yang mau kalian bahas sama kita berdua?" Bara membuka obrolan, membuat ketiga sosok di depannya langsung saling melempar pandangan.
Jendra kontan mengangguk memberi kode, membuat Chandra bergerak mengeluarkan sebuah foto dari saku jaketnya. Meletakkannya di atas meja, lalu menggeser dengan ujung telunjuknya hingga berada tepat di depan Bara juga Gema.
Dalam diamnya, Narendra berhasil mengamati. Bagaimana kedua pasang mata itu sempat tertegun saat melihat foto yang tadi di sodorkan Chandra kepada mereka.
"Darimana kalian dapat foto itu?"
Narendra mengerut samar, "Kenapa? Apa ada hal-hal yang enggak kita tau dari foto itu?"
"Banyak." Gema menjawab cepat, netranya kembali memperhatikan foto yang masih berada di atas meja. "Tapi bahkan gue udah lupa pernah ngambil foto itu kalau bukan karena kalian."
"Bisa kalian ceritain semuanya ke kita? Apapun itu, yang sekiranya berhubungan sama kak Ren." Ucap Chandra lugas. Yang dengan cepat pula di balas anggukan mantap dari kedua sahabat Rendika.
"Tentu. Kalian berhak mengetahui segalanya setelah semua yang terjadi."
"Dan gue yang akan ceritain semuanya ke kalian. Termasuk soal foto itu." Bara berucap tanpa ragu, melanjutkan ucapan Gema sebelumnya.
Chandra mengangguk. "Jadi....." Remaja itu menggantung ucapannya, menunggu beberapa saat hingga akhirnya mendapatkan balasan.
°°°°°
"Dari mana aja kalian?"
Suara bariton sang ayah adalah hal pertama yang menyambut ketiganya saat akan menaiki tangga menuju lantai dua, diikuti pemandangan dua orang yang tengah duduk di meja makan lengkap dengan menu makan malam yang sepertinya belum sempat tersentuh.
"Maaf yah, tadi ada urusan sebentar."
Bagaskara terlihat menghela nafas, merasa frustasi dengan perasaannya sendiri. "Duduk, kita makan malam sekarang."
Ketiganya mengerut samar, saling berpandangan sebelum berjalan mendekati meja makan. Merasa aneh sebab jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Waktu yang cukup larut untuk menjalankan tradisi makan malam bersama.
Atau... mungkinkah ayahnya dan tante Sarah memang menunggu mereka pulang untuk makan malam bersama?
"Lain kali kalo mau pergi bilang ke ayah, biar ayah nggak perlu khawatir kayak gini." Suasana yang awalnya tegang seketika berubah menjadi canggung.
Pasalnya, bukan kemarahan yang mereka dapatkan sebab keluar rumah tanpa izin. Melainkan tatapan frustasi yang sempat ketiganya dapati dari sorot teduh milik sang ayah.
Selanjutnya, tak ada yang membuka suara selama makan malam berlangsung. Meski sebelumnya tante Sarah sempat mengutarakan permintaan maafnya sebab merasa lancang menyelesaikan masakan yang sempat kedua anak sambungnya tinggalkan.
Yaa, tentu saja Jendra juga Chandra tak mempermasalahkan. Bahkan mungkin kedua bersaudara itu baru mengingatnya sebab pengakuan Tante Sarah tadi. Yang beruntungnya mereka sempat mematikan kompor sebelum beranjak ke lantai dua guna melihat kondisi Narendra.
Detik selanjutnya, Narendra meraih gelas di atas meja. Meminum beberapa tegukan sebab makanan di piringnya telah habis tak bersisa. Lalu menarik nafas sebelum berseru memanggil sang ayah.
Bagaskara sendiri hanya bergumam, menatap putra bungsunya dengan kedua alis terangkat.
Si bungsu hanya diam dalam beberapa detik, menyempatkan melirik kedua kakaknya sebelum kambali mengutarakan tujuan awalnya memanggil sang ayah. "Apa aku boleh minta satu hal ke ayah?"
Sama seperti si bungsu, Bagaskara juga tak langsung menyahuti. Memilih menatap sang istri dalam diam. Merasa khawatir jika permintaan Narendra akan ada sangkut pautnya dengan hubungan mereka. "Apa?"
Jeda cukup lama. Hingga di detik ke sepuluh, suara Narendra terdengar memenuhi ruang makan malam itu.
"Bisa bawa Damar kesini? Besok. Waktu jam makan malam."
Hening. Sepertinya Bagaskara masih mencerna sederet kalimat yang baru saja diucapkan Narendra. Atau juga menimang-nimang beberapa hal, seperti apa yang akan terjadi jika ketiga putranya bertemu dengan Damar dalam satu ruangan yang sama. Lagi. Mengingat, pertemuan terakhir keempatnya yang tak berakhir baik-baik saja.
"Ayah....."
"Bisa." Sarah memotong cepat ucapan sang suami, melemparkan senyum tipis kearah Narendra yang juga tengah mengalihkan pandangan kearahnya. "Tante janji akan bawa Damar ke sini besok."
Sedangkan ketiga bersaudara itu memang sudah sepakat untuk melakukan ini. Apalagi setelah mendengar semua fakta tentang Rendika dari kedua sahabat karibnya.
'''^'''
Tbc.Ciee update pagiii....
Btw, udah ada yang nebak alurnya bakal aku bawa ke mana?
Hahaha, kemana aja lah ya
Yang penting dua chapter lagi endingOh iya,
Ada yang mau maraton update sampe ending buat hari ini?Rev.260422
hd_
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tak Berkesah { END }
FanfictionTerkadang manusia hanya harus hidup seperti air. Yang walaupun harus terjun bebas dari atas tebing dan terbagi menjadi butiran-butiran yang lebih kecil, tapi tak sekalipun ada yang pernah menilai seberapa kuat atau rapuhnya ia. +×+×+× Start : 29 Agu...