°KTB ~ 31°

1.5K 239 15
                                    

Terpaksa Dan Harus Terbiasa



'''^'''



Remaja tujuh belas tahun dengan setelan serba hitam itu terlihat berjalan dengan gontai, perlahan menghampiri kamar Rendika setelah memastikan bahwa seseorang yang ia cari memang berada di sana. Tubuh dengan bahu merosot itu sontak terdiam di ambang pintu dengan mata yang mulai berkaca-kaca, apalagi saat harus melihat sang adik tengah tertidur dengan posisi menyamping, membelakangi dirinya. Bahu adiknya itu bahkan terlihat bergetar, dengan tangan kanan meraba perlahan kasur kosong di sampingnya.

Anak kedua dari empat bersaudara itu tau, sehancur apa hati adiknya saat ini. Ia juga paham, apa yang Chandra lakukan saat ini adalah salah satu usahanya mengobati rasa rindunya pada sang kakak.

Jadi dengan perlahan, remaja yang lebih tua lima menit itu duduk di tepian ranjang milik Rendika. Mengulurkan tangannya menyentuh bahu milik Chandra. "Kita harus segera turun mas, semua orang udah nunggu buat nganterin kakak ke peristirahatan terakhirnya."

Tanpa bisa dicegah, suara yang ia jaga mati-matian itu terdengar pecah. Berbanding lurus dengan bentuk pertahanan dirinya yang juga hancur berantakan tak bersisa.

Sedangkan Chandra, remaja itu masih tetap dalam posisinya dengan bahu semakin bergetar selama beberapa saat. Sebelum menengok ke arah Jendra, lalu bergegas duduk dan memeluk erat abangnya itu.

"Bilang sama aku sekarang bang, bilang kalo semua ini cuma mimpi." Ucapnya terisak.

Jendra membalas pelukan sang adik tak kalah kuat, memejamkan matanya dan mengigit bibir menahan isakan. "Maaf."

Dan dengan begitu, suara isakan keduanyalah yang saat ini mengisi ruangan yang akan ditinggalkan pemiliknya itu. Ditinggalkan untuk waktu yang lama, bahkan tanpa kata kembali pada akhirnya.

Lalu kedatangan Leo menginterupsi keduanya. Satu-satunya sahabat yang dimiliki Chandra itu datang untuk mengajak dua bersaudara itu turun. Karena semua orang, terutama raga tak bernyawa milik Rendika tak bisa menunggu lebih lama lagi. Mereka harus segera mengantarkannya ke pemakaman. Ke peristirahatan terakhirnya. Juga rumah baru nan abadi miliknya.

Dan tepat ketika keduanya berada di anakan tangga terakhir, langkah kaki kedua bersaudara itu spontan terhenti. Sebab melihat Bagaskara yang berjalan dari arah belakang rumah bersama Sarah. Leo yang merasa tak memiliki urusan langsung berlalu pergi dari sana. Memberikan sedikit waktu untuk keluarga kecil itu.

"Aku harap kalian nggak dateng ke pemakaman kakak." Hanya itu, lalu Chandra kembali melanjutkan langkah bersama Jendra di belakangnya.

Dan sesuai permintaan Chandra, Bagaskara juga Sarah benar-benar tak menghadiri acara pemakaman Rendika. Kedua orang tua itu hanya menyaksikan dari kejauhan, bagaimana tubuh kaku berbalut kain putih itu di masukkan kedalam liang lahat. Juga bagaimana tangisan kedua putranya yang lain yang terlihat kembali pecah menyaksikan semuanya.


°°°°°

Tak terasa, dua hari berlalu begitu cepat. Jendra dan sang adik memilih untuk tetap setia menunggu si bungsu di ruangannya.

Kedua bersaudara itu bahkan tak pernah terlihat keluar dari ruangan itu, kecuali memang ada hal yang mendesak seperti harus menebus obat untuk Narendra, atau sekedar konsultasi dengan dokter Juna.

Beruntungnya, untuk urusan makan dan baju bersih keduanya tak harus bingung. Sebab Gema dan Bara sering datang untuk menghandle semuanya. Atau kalau keduanya memang sedang berhalangan, maka Leo lah yang akan hadir untuk membantu. Memaksa saat kedua bersaudara itu menolak untuk sekedar makan makanan yang sudah ia bawa.

Sedangkan untuk Bagaskara dan juga Sarah, kedua orang tua itu memang selalu datang untuk melihat keadaan Narendra di rumah sakit. Tapi karena kehadirannya yang selalu ditolak mentah-mentah oleh Chandra, keduanya hanya bisa melihat si bungsu dari kaca di pintu ruang VVIP yang ditempati Narendra.

Lalu, terhitung sejak kejadian di kantin sekolah siang itu, akhirnya kelopak mata indah yang selama lima hari ini tertutup, perlahan-lahan terbuka. Mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya sekitar.

Jendra yang pertama kali melihat langsung memekik tak percaya, membuat Chandra yang terduduk di kursi sudut ruangan langsung bergerak mendekat.

"Aku panggilin dokter Juna dulu." Jendra mengangguk cepat saat Chandra berlari keluar, tangannya bergerak membenarkan helai rambut milik si bungsu yang sedikit menghalangi pandangannya.

Lalu tak lama dokter Juna datang, berjalan dengan seorang suster muda di belakangnya. Chandra sendiri langsung bergegas mendekati Jendra, berdiri disampingnya dengan perasaan campur aduk menatap Narendra yang saat ini sedang di periksa.

"Gimana keadaan adik saya dok?"

Yang di tanya langsung tersenyum simpul, melepaskan stetoskopnya dengan menatap kearah Jendra berdiri. "Syukurlah, keadaan pasien saat ini sudah mulai stabil. Dan jika keadaannya semakin membaik, mungkin lusa pasien sudah bisa di bawa pulang."

Kedua bersaudara itu lantas tersenyum bahagia, berjalan kearah brangkar si bungsu dengan senyum simpul yang terpatri di sudut bibir masing-masing.

"Makasih Na, makasih udah mau berjuang dan bertahan." Ujar Jendra berkaca-kaca.

"Kak Ren, kemana?" Narendra berkata begitu lirih, membuat Jendra langsung bergerak mendekatkan dirinya kearah mulut adiknya yang masih terhalang masker oksigen. Kemudian terdiam dan melempar pandangan kearah Chandra saat mengerti ucapan dari si bungsu.

"Kak Ren....."

Ucapan Jendra terdengar menggantung, yang dengan cepat pula langsung di potong Chandra dari tempatnya. "Kak Ren lagi ada urusan, nanti kalo urusannya udah selesai kakak pasti langsung kesini."

Mendengar itu, Narendra hanya mengangguk dengan posisi masih terbaring lemah di atas brangkar. Mengamati bagaimana kedua kakaknya yang saat ini tersenyum simpul menyamarkan sesuatu di benak masing-masing. Entah apa.

Dan jika ditanya apa Narendra tau sesuatu, jawabannya tidak. Tapi ingatlah, bungsu itu memiliki kepekaan yang cukup tinggi mengenai hal-hal disekitarnya.

Mengenai senyum simpul Jendra juga Chandra yang malah terlihat sangat dipaksakan. Atau bagaimana tatapan kedua kakaknya itu saat ia menanyakan keberadaan kakak tertuanya. Ia tau, ada sesuatu hal yang sedang disembunyikan sekarang.


'''^'''
Tbc.

Narendra nya udah sadar
Tapi kakak-kakaknya masih belum siap buat jujur:(


Rev.260422
hd_

Kisah Tak Berkesah { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang