BAB 1 - Prolog - Karunia Para Dewa

613 30 2
                                    

Buku Satu – Hujan Darah Mengedari Bunga

BAB 1 – Prolog – Karunia Para Dewa

Di antara para dewa yang bersemayam di surga, ada salah seorang yang termasyhur sebagai sasaran olok-olok oleh tiga alam. Menurut legenda, delapan ratus tahun lalu, berdirilah kerajaan kuno di tengah dunia yang Bernama Kerajaan Xian Le.

Dahulu, Kerajaan Xian Le memiliki wilayah yang luas dan sumber daya yang melimpah. Setidaknya ada empat hal berharga yang berada di dalam kerajaan; para perempuan cantik yang indahnya bagai awan, dendang musik dan sastra yang menakjubkan, emas permata, dan putra mahkota mereka yang termasyhur.

Lantas, bagaimana cara terbaik untuk menggambarkan Sang Putra Mahkota? Dia adalah figur yang unik. Seseorang yang amat dikasihi oleh raja dan ratu, dan sangat dimanjakan. Seringkali keduanya mengatakan, "putraku akan menjadi pemimpin hebat di masa depan, kepemimpinannya akan berkumandang dalam sejarah!"

Akan tetapi, Sang Putra Mahkota sama sekali enggan dengan hal-hal yang berbau kekaisaran ataupun kekayaan yang sifatnya keduniawian.

Ketertarikannya, mengutip apa yang ia katakan sendiri, adalah—

"Menyelamatkan dunia!"

***

Ketika Sang Putra Mahkota masih dalam usia belia, Putra Mahkota lebih berfokus pada jalan kultivasinya, dan ada dua dongeng terkenal tentang caranya berkultivasi.

Dongeng pertama adalah ketika Sang Putra Mahkota berusia tujuh belas tahun.

Pada tahun itu, Prosesi Upacara Surgawi Shangyuan(1) diadakan di Kerajaan Xian Le.

Sekalipun adat istiadat pengadaan upacara kesurgawian sudah tidak banyak dilakukan selama berabad-abad, kisah akan keagungan upacara dan sorak-sorai kegembiraan masih bisa ditarik dari sisa-sisa buku kuno dan juga dari lisan ke lisan.

Festival Shangyuan yang menakjubkan, persembahan untuk Jalan Utama Dewa Bela Diri yang Agung.

Lautan manusia berjubel penuh sesak di berbagai sisi jalan raya, para bangsawan saling bersenda gurau penuh kebahagiaan di atas mimbar. Para prajurit yang mengenakan baju zirah dengan megah membukakan jalan, sedangkan para gadis menari begitu anggun dengan tangan-tangan putih yang menghamburkan bunga; masyarakat bertanya, manakah yang lebih indah, apakah bunga-bunga yang tersebar, atau para gadis yang menghamburkan? Dari dalam kereta kencana, terdengar merdu musik yang melintas di seluruh kerajaan dan yang datang terakhir dari prosesi ini adalah panggung megah yang ditarik oleh enam belas kuda putih bertalikan emas.

Di panggung yang megah, berdiri Pendekar Penyenang Dewa yang menyita perhatian dari keseluruhan yang hadir.

Pada Prosesi Upacara Surgawi, Pendekar Penyenang Dewa mengenakan topeng emas. Disarungkan dengan gemerlap busana mewah dengan pedang suci di tangan, Pendekar Penyenang Dewa memerankan dewa bela diri yang selama ribuan tahun telah memerangi iblis; Kaisar Para Dewa, Jun Wu.

Sebuah kehormatan besar ketika dipilih untuk memerankan Pendekar Penyenang Dewa; dan persyaratan serta pemilihan untuk itu sangat amat ketat. Tahun ini, yang terpilih menjadi Pendekar Penyenang Dewa adalah Sang Putra Mahkota. Seluruh masyarakat dalam kerajaan percaya jika Sang Putra Mahkota akan membawakan pertunjukan Pendekar Penyenang Dewa yang paling mengagumkan.

Namun, sebuah insiden terjadi pada hari itu.

Ketika prosesi putaran ketiga tengah berlangsung, prosesi itu melewati tembok kota dengan tinggi puluhan meter. Pada saat itu, dewa bela diri di tengah panggung hendak memukul dan menghabisi iblis. Itu adalah puncak dari pertunjukan yang mengundang kebahagiaan absolut dari masyarakat yang berada di kedua sisi. Kerumunan masyarakat yang menyaksikan dari tembok kota juga tidak kalah bahagianya, mereka berteriak, hingga saling berdesakan dan mendorong satu sama lain demi melihat puncak acara.

[Danmei - Terjemahan] Karunia Para Dewa / Heaven Officials BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang