BAB 32 - Bertempat di Aula Dewa Bela Diri Agung; Putra Mahkota Bertemu Putra Mah

39 5 0
                                    

Buku Satu –  Hujan Darah Mengedari Bunga

BAB 32 – Bertempat di Aula Dewa Bela Diri Agung; Putra Mahkota Bertemu Putra Mahkota.

Xie Lian paham jika cincin ini merupakan benda yang sengaja ditinggalkan oleh Hua Cheng. Ia menggenggamnya di tangan dan mencoba mengira-ngira sejenak.

“Kira-kira apa ini?”

Ketika Xie Lian masih seorang Putra Mahkota, dia tumbuh di Kerajaan Xian Le. Kerajaan Xian Le selalu gemar dengan sesuatu yang indah dan berharga; banyak sekali kolektor yang ada di sana. Istana Xian Le sendiri sudah jelas begitu megah dan menakjubkan. Tiang emas, tangga giok, dan harta karun dan perhiasan yang tidak terhitung jumlahnya; bahkan anak-anak bangsawan bermain dengan batu-batu permata berwarna layaknya mainan. Hanya dengan tampaknya saja, sepertinya cincin ini terbuat dari berlian.

Bentuknya begitu elok; bahkan mungkin jauhari paling cakap tidak akan mampu untuk mengukir keindahan alami yang ia pancarkan. Terlebih lagi, dari semua berlian yang pernah ia lihat, batu ini terlihat sangat bening; bersinar layaknya sebuah kristal, mengagumkan dan begitu luhur, membuatnya susah untuk menentukan dari bahan apa sebetulnya cincin ini terbuat.

Sekalipun dia tidak bisa menentukan dari apa cincin ini dibuat, sudah sangat jelas sekali jika ia memiliki arti yang begitu penting. Lagi pula, ia menemukannya terpasang di leher, sudah jelas bahwa cincin ini bukan benda yang tanpa sengaja terjatuh; kemungkinan besar kalau itu adalah hadiah dari Hua Cheng sebagai kenang-kenangan.

Xie Lian sedikit takjub karena menerima kenang-kenangan yang seperti ini. Dia tersenyum dengan begitu lembut, lantas memutuskan untuk menjaganya dengan baik dan menanyakan kepada Hua Cheng apa maksud dari hadiah Hua Cheng kepadanya begitu mereka bertemu kembali. Satu-satunya tempat yang ia miliki hanyalah kuil yang hampir rubuh; tidak ada tempat yang cukup baik untuknya menyembunyikan benda berharga seperti itu, akhirnya, setelah cukup lama ia berpikir, tempat terbaik adalah dirinya sendiri. Sekali lagi Xie Lian mengalungkan rantai perak di lehernya.

Setelah kembali dari Gunung Yujun dan Lintasan Banyue, Xie Lian merebahkan dirinya yang begitu kebas selama beberapa hari di Kuil Puqi. Jika bukan karena penduduk desa yang begitu bersemangat untuk datang kepadanya dan memberikan persembahan berupa bakpao ataupun bubur, dia mungkin masih akan terus seperti itu hingga beberapa hari ke depan. Dia menghabiskan hari-harinya seperti itu, hingga suatu hari, Ling Wen tiba-tiba memberinya sebuah pemberitahuan: segera kembali ke surga.

Jika menilai dari nada bicara yang ia gunakan, sepertinya akan ada hal buruk yang akan terjadi. Xie Lian kurang lebih bisa menebak kira-kira apa yang mungkin akan dibahas dan sudah mempersiapkan diri secara mental.

“Apakah tentang Lintasan Banyue?”

“Benar sekali,” Ling Wen menjawab. “Ketika Yang Mulia kembali ke surga, segeralah ke Aula Bela Diri Agung.”

Begitu Xie Lian mendengar ‘Aula Bela Diri Agung’, badannya seketika membeku. Jun Wu(1) sudah kembali.

Setelah kenaikan ketiganya, ia sama sekali belum menyapa Jun Wu. Sebagai Dewa Bela Diri nomor satu, Jun Wu menghabiskan hari-harinya dalam kultivasi di balik pintu yang tertutup, atau berpatroli di semua alam, menjaga dunia aman. Kini Jun Wu telah kembali, Xie Lian tidak bisa menolak permintaannya untuk kembali ke surga. Oleh karenanya, dia mengunjungi Ibu Kota Surgawi sekali lagi setelah istirahat beberapa hari.

Setiap dewa dan makhluk abadi memiliki istana abadi mereka di Ibu Kota Surgawi, setiap dari mereka memiliki sejarah dan gaya mereka tersendiri. Ketika menjadi satu, mereka membentuk sebuah kota yang agung; dengan pilar-pilar yang berdiri terpahat dan bangunan-bangunan mural yang berdiri di setiap sisi, pun di lengkapi dengan jembatan-jembatan dan sungai di sini dan di sana.

[Danmei - Terjemahan] Karunia Para Dewa / Heaven Officials BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang