BAB 67 - Naik sebagai Manusia; Jatuh juga sebagai Manusia 2.

35 3 0
                                    

Buku Dua – Putra Mahkota Penyenang Dewa

BAB 67 – Naik sebagai Manusia; Jatuh juga sebagai Manusia 2.

Xie Lian mendongakkan kepala.

"Tidak." Dia kembali mengulang dengan nada yang tidak bisa diganggu gugat. "Jelas tidak."

Guoshi mengangguk. "Aku sudah mengira kau akan menjawab begitu. Jadi, kami juga telah berpikir keras untuk metode kedua."

"Mohon Guoshi memberi tahu," Xie Lian berujar dengan sungguh-sungguh.

"Metode kedua," Sang Guoshi berbicara. "Adalah dengan Yang Mulia memohon ampunan di depan khalayak Xian Le, memohon ampunan kepada surga dan menghadap dinding renungan selama sebulan."

"Tidak mungkin," Xie Lian berujar dengan tenang.

Guoshi terkejut. "Kami tidak benar-benar meminta Yang Mulia untuk menghadap dinding renungan, Yang Mulia hanya perlu terlihat seperti Yang Mulia sud...ahem." Dia tiba-tiba teringat jika mereka masih di di depan patung Kaisar Dewa Bela Diri dan segera membetulkan dirinya. "Selama Yang Mulia melaksanakannya dengan tulus, maka hal tersebut sudah cukup."

Xie Lian masih menanggapinya dengan, "Tidak."

"Dan alasannya adalah?" Guoshi bertanya.

"Guoshi, ketika aku turun gunung hari ini, apa Guoshi tahu apa yang kulihat?" Xie Lian berujar. "Tidak hanya orang-orang tidak mengutuk diriku atas kecelakaan yang terjadi ketika Prosesi Upacara Surgawi, mereka semua bahkan sangat mendukungnya. Hal tersebut membuktikan jika masyarakat di kerajaan ini, semuanya mengamini jika keputusanku untuk menyelamatkan anak itu adalah keputusan yang benar."

"Jika aku melakukan apa yang Guoshi sarankan kepadaku, dan dihukum karena aku telah melakukan hal yang benar, apa yang akan mereka pikirkan? Bukankah sama saja aku mengatakan kepada mereka untuk tidak usah menyelawatkan nyawa? Kita tidak hanya tidak mendapatkan pahala, tetapi kita malah dihukum karena berdosa? Bagaimana tanggapan dan sikap mereka setelah hal tersebut dilaksanakan?"

"Mau itu benar atau salah, semua itu tidak penting." Guoshi berujar. "Yang Mulia hanya perlu memilih di antara dua pilihan tadi. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Antara anak itu yang harus menanggung celaan yang ada, atau Yang Mulia sendiri."

"Mau itu benar atau salah, semuanya adalah hal yang sangat penting. Jika aku harus memilih, maka aku akan memilih pilihan ketiga." Xie Lian menjawab.

Guoshi memijat kening. "Um...Yang Mulia, maafkan kelancanganku, tetapi kenapa kau sangat peduli dengan apa yang mereka pikir? Hari ini mereka akan berpikir seperti itu, esok mereka akan berpikir sebaliknya. Tidak perlu bagi Yang Mulia untuk memikirkan hal-hal kecil; percayalah, orang-orang akan tergerak untuk melakukan apa yang mereka harus lakukan. Mereka tidak akan terharu dengan apa yang sudah Yang Mulia lakukan, dan tidak akan menjadikan Yang Mulia sebagai sebuah contoh atau panutan. Sebaiknya kita berfokus saja dengan melayani apa yang ada di atas kepala kita."

Xie Lian diam sejenak dan kemudian berujar, "Guoshi, sejak aku memasuki Paviliun Suci Kerajaan dan menjadi murid di sini, semakin aku berlatih, semakin aku merenung. Ada sebuah hal yang selalu kupikirkan, tetapi aku tidak berani mengatakannya secara lantang."

"Dan apakah itu?" Guoshi bertanya.

"Apakah memang benar bagi kita untuk menyembah dan bersujud di hadapan dewa-dewa seperti ini?"

Guoshi betul-betul kehilangan kata-kata untuk beberapa saat. "Jika mereka tidak menyembah para dewa, lalu apa yang harus kita lakukan? Menjadi tunawisma? Apa Yang Mulia pikir jika ribuan dan jutaan hamba yang datang ke sini untuk bersembahyang memiliki keyakinan yang salah?"

[Danmei - Terjemahan] Karunia Para Dewa / Heaven Officials BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang