BAB 31 - Mencolek Sang Raja Hantu; Putra Mahkota Menggali Keabsahan 2.

43 6 1
                                    

Buku Satu –  Hujan Darah Mengedari Bunga

BAB 31 – Mencolek Sang Raja Hantu; Putra Mahkota Menggali Keabsahan 2.

Ketika suasana di antara mereka membeku, Xie Lian tahu jika permintaannya barusan telah melewari batas.

Sekalipun dalam beberapa hari terakhir mereka telah cukup dekat dan akrab, jika Hua Cheng tidak pernah membongkar wajah aslinya, pun tidak mengubahnya begitu identitasnya terbongkar, maka dia memiliki alasannya sendiri. Xie Lian sama sekali tidak memiliki hak untuk memaksa. Tanpa menunggu jawaban Hua Cheng, Xie Lian melebarkan senyum.

“Aku hanya bertanya, jangan dimasukkan hati.”

Hua Cheng memejamkan mata dan setelah beberapa saat, dia tersenyum dengan begitu lembut. “Suatu hari, aku akan menunjukkannya kepadamu. Jika ada kesempatan.”

Jika orang lain yang mengatakan hal barusan, maka secara alami mereka hanya asal bicara saja, sama sekali tidak bersungguh-sungguh; ‘suatu hari’ biasanya berarti ‘tolong lupakan saja’. Tapi kali ini adalah Hua Cheng yang mengatakan kata-kata tersebut, jadi Xie Lian merasa jika ‘suatu hari’ memang benar berarti ‘suatu hari’ dan hal tersebut sudah pasti akan terjadi. Hal ini membuatnya semakin penasaran dan dia meringis.

“Maka aku akan menunggu hingga hari di mana kau bisa menunjukkannya kepadaku tiba. Ayo istirahat sekarang.”

Setelah bermain-main selama hampir semalam, Xie Lian sudah lama menyerah dengan memasak dan kembali ke tikar jeraminya. Hua Cheng merebahkan diri di sebelah. Tidak ada yang repot menanyakan kenapa bahkan setelah mereka berdua saling mengungkapkan identitas asli sebagai dewa dan raja hantu, mereka masih bisa berbaring di samping satu sama lain di atas tikar yang kecil, penuh tawa dan percakapan. Tikar jeraminya tidak memiliki bantal, jadi Hua Cheng menggunakan tangannya sendiri dan Xie Lian menirunya.

Xie Lian berujar, “Dunia hantu sepertinya santai sekali. Apa kalian tidak butuh untuk melaporkan sesuatu kepada seseorang?”

Hua Cheng tidak hanya menggunakan tangannya sebagai bantal, tetapi dia juga menyilangkan kaki. Dia menjawab. “Melapor ke siapa? Aku rajanya. Lagi pula, kita mengurusi urusan kita masing-masing; tidak ada yang saling mengganggu.”

Jadi dunia hantu dibentuk dari arwah-arwah tersesat dan hantu liar yang banyak berceceran.

Xie Lian menjawab. “Benarkah? Kupikir dunia hantu akan seperi Mahkamah Surga di mana ada pemerintahan terpusat. Kalau memang seperti itu, pernahkah kau bertemu dengan raja hantu lain sebelumnya?”

“Pernah,” Hua Cheng menjawab.

“Bahkan Hantu Hijau Qi Rong?”

“Maksudmu sampah cabul rendahan itu?”

‘Hm, apa yang bisa kukatakan tentang hal itu?’ Xie Lian berpikir.

Syukurlah dia tidak perlu mengatakan apapun begitu Hua Cheng melanjutkan kalimat. “Aku menyapanya dan dia kabur.”

Insting Xie Lian mengatakan bahwa ‘sapaan’ ini bukan seperti sapaan pada umumnya. Benar saja, Hua Cheng lantas melanjutkan. “Dan kemudian aku mendapatkan gelar ‘Hujan Darah Mengedari Bunga’.”

“…”

Jadi ketika dia menceritakan tentang dia yang membinasakan sarang dari hantu lain, dia tengah membicarakan tentang Hantu Hijau Qi Rong dan ‘sapaannya’ adalah sebuah pembantaian. Sungguh sapaan yang luar biasa, Xie Lian pikir.

Dia mengusap dagunya dan bertanya, “Apa kau memiliki sesuatu yang tidak kau sukai dari Hantu Hijau Qi Rong?”

“Ya,” Hua Cheng menjawab.

[Danmei - Terjemahan] Karunia Para Dewa / Heaven Officials BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang