BAB 59 - Pada Jalan Besar Dewa; Kesan Pertama yang Memesona 2.

36 6 0
                                    

Buku Dua –  Putra Mahkota Penyenang Dewa

    BAB 59 –  Pada Jalan Besar Dewa; Kesan Pertama yang Memesona 2.

Anak ini tidak lebih tua dari usia tujuh atau delapan, dan merupakan makhluk kecil yang cukup murung. Jatuh dari ketinggian yang seperti itu, tubuh kecilnya gemetar tidak bisa diatur layaknya bayi hewan yang baru lahir. Namun, di balik perban yang melingkupi seluruh kepala, mata besarnya mengintip. Warnanya hitam, memantulkan bayangan sosok seputih salju di dalamnya; ia menatapnya tanpa berkedip sama sekali, seolah-olah dia sudah tidak bisa melihat hal lain.

Kesiap embusan napas terdengar dari segala penjuru. Ketika Xie Lian mendongakkan kepala, hatinya mencelos. Dari matanya dia melihat jika tidak jauh dari dirinya, di atas tanah, ada sebuah benda emas yang terjatuh di sana.

Topeng emas yang menyembunyikan wajahnya telah jatuh.

Xie Lian mendarat di tengah-tengah Jalan Besar Dewa Bela Diri dan parade upacara masih bermil-mil di belakangnya, prosesi perayaannya masih belum sejauh itu. Keributan yang terjadi membuat para prajurit yang berbaris sedikit kacau, peri-peri surgawi penabur bunga terlihat panik, andong emasnya berhenti, kuda-kuda putih menjejakkan kaki waspada dan para musisi mulai kehilangan nada dengan ritme yang terganggu. Beberapa masih melanjutkan, beberapa berhenti. Tanpa bisa berkoordinasi seperti tadi, seluruh situasi ini menjadi tidak terkendali. Sekumpulan orang yang ada di masing-masing sisi masih belum sempat untuk beraksi, tetapi, Raja Xian Le langsung berdiri dari podium menara dan melihat bayangan anaknya, raut wajahnya khawatir dan muram.

Begitu sang raja berdiri, bagaimana mungkin para bangsawan tetap duduk? Oleh karenanya, mereka semua mengikuti perilaku sang raja dan langsung berdiri gelisah. Pantat Guoshi baru saja menghangat di tempat duduk, tetapi saat ini tempat duduknya kembali dingin. Dia terus berpikir apakah dia harus langsung turun dan bersujud memohon ampunan dan Qi Rong sudah langsung berada di sisi pagar dengan lengan baju yang sudah tercincing, dia berteriak murka.

“ADA APA INI? APA YANG BARU SAJA TERJADI? KENAPA UPACARANYA KACAU? APA YANG SAMPAH-SAMPAH TIDAK BERGUNA ITU LAKUKAN? APA KALIAN TIDAK MAKAN MAKANAN LAIN SELAIN NASI PUTIH, BODOH SEKALI KALIAN? MEMEGANG KUDA SAJA TIDAK BISA???”

Wajah sang ratu sudah pucat dengan alis yang bertaut. Sang ratu segera memerintahkan seseorang untuk menarik Qi Rong kembali. Orang-orang yang hadir semakin gelisah dan pemberontakan sudah hampir terjadi tepat ketika Xie Lian mengangkat kakinya.

Biasanya, Putra Mahkota yang terhormat selalu tersembunyi di bagian paling dalam istana atau sedang berlatih di Paviliun Kerajaan Suci, sangat jarang bagi dia untuk menunjukkan wajah ke masyarakat umum. Sungguh ini adalah sebuah kejadian yang jarang sehingga banyak dari orang yang tertarik, tatapan jatuh semua ke arahnya. Melihat wajah sang pangeran, orang-orang yang hadir langsung menahan napas. Pemuda itu memiliki alis yang panjang dengan mata yang menawan, bermartabat dan sangat tampan, sungguh menguarkan aura kebangsawanan; auranya begitu terang dan membutakan, membuat mereka yang melihat silau karenanya. Dengan anak kecil di satu tangan, dia menaikkan pedang di tangan lain dan menunjuk panggung agung.

Hantu yang dari tadi mengamati situasi yang terjadi dari atas panggung, melihat gerak isyarat yang ditujukan kepadanya, dia berhenti sejenak sebelum melompat ke tanah.

Orang-orang yang melihat benar-benar kagum begitu melihat hantu yang wujudnya tidak ubahnya bagaikan asap hitam melayang di udara menuju pilar batu di mana pedangnya tertancap dalam. Dia mengambilnya hingga pilar itu retak, lantas melompat lagi ke tengah jalan tepat di depan pendekar bela diri.

Melihat dia yang segera paham akan maksud tujuannya dan langsung bekerja sama, Xie Lian langsung menyanjung. “Bagus sekali, Mu Qing!”

Sekarang baik Pendekar Bela Diri Penyenang Dewa dan hantu sudah turun dari panggung. Satu hitam, satu putih, belati dan pedang saling berbentrokan dan sekali lagi membuat kegembiraan orang-orang yang hadir melihat meningkat. Di atas podium menara, wajah-wajah dari para bangsawan pada akhirnya bisa lega dan tenang.

[Danmei - Terjemahan] Karunia Para Dewa / Heaven Officials BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang