Tak terasa, sudah tanggal 7 September. Kira-kira mau seminggu terlewati dan Septian entah kenapa masih mengharap kelanjutan dari sebuah kisah antara dirinya dengan Sevila. Katakanlah Septian berlebihan karena dia masih mengharap pada orang yang kejelasannya saja patut dipertanyakan. Septian hanya merasa aneh. Getaran yang ia rasakan di dadanya berbeda dengan saat ia bersama Lea.
Septian menuju ke parkiran motor, hendak pulang. Saat melewati area kelas 10, dia melambatkan langkah. Septian sengaja mencari kelas Sevila. Barangkali setelah tahu, dia akan mudah untuk menemuinya.
"Septian!"
Panggilan dari arah belakang membuat Septian berhenti melangkah. Ternyata Lea. Dengan gayanya yang slengean, Lea merangkul Septian. Menyeretnya paksa untuk bersama-sama menuju parkiran. Tanpa Septian sadari, Sevila melihatnya dari ambang pintu kelas. Sudut bibir Sevila tertarik,
Pantas, ternyata sudah ada pawangnya!
***
Saat makan malam, Sevila tak berhenti bermain ponsel. Hal itu membuatnya ditegur sang Papa.
"Kalau makan ya makan dulu, ponsel kamu juga nggak akan kemana-mana kok."
Sevila menyimpan ponselnya di samping piring. Dia melanjutkan makan dengan cepat. Setelahnya, Sevila kembali bermain ponsel.
"Kamu nanti mau lanjut kuliah ke mana?" Tanya Papa.
Sevila menyimpan kembali ponselnya di atas meja, "baru kelas 10, Pah. Masa udah harus mikirin kuliah aja, sih!"
"Ya kan biar kamu mempersiapkan diri. Nilai-nilai kamu tiap semester itu dipertanyakan nanti."
Sevila hanya manggut-manggut.
"Kamu, lagi kasmaran ya?" Tebak Papa. Sevila sontak saja menggeleng, "mana ada, Pah!"
"Ya habis, mainan hape mulu. Biasanya kamu paling cerewet tuh, cerita ini itu ke Papa. Setelah dikasih hape baru, kelihatannya malah lebih suka main hape."
"Ya kan aku memanfaatkan barang yang dikasih Papa. Kalau bukan buat dimainin, ya masa dianggurin. Sayang, dong."
"Tapi main hape juga ada aturannya, Sayang." Sambar Mama yang baru selesai mencuci piring bekas makan.
"Papa harap, kamu nggak terlalu cepat memikirkan soal cinta. Mendapatkan laki-laki itu mudah, kalau kamu sudah sarjana, sukses, laki-laki mana pun pada ngantri mau sama kamu."
"Iya, bener tuh, Pah. Mama juga dulu disuruh sama Ibu buat kuliah ya karena buat masa depan Mama sendiri."
Sevila hanya menunduk. Mendengarkan cerita orang tua tidak pernah ada habisnya.
Aku juga nggak ada niatan buat pacaran kok, Pah. Masih di bawah umur.
Tapi kenapa makin hari aku makin kepikiran aja sama 'cowok itu'?
***
Bukan hal mudah untuk menyelesaikan soal-soal Matematika bagi Septian. Terlahir dengan otak yang sedang-sedang saja kadang membuatnya mengeluh. Kenapa Kakaknya diberikan otak yang mumpuni, bahkan dia sukses lanjut ke Universitas favorit impiannya. Sedangkan Septian, sepertinya lulus tanpa remidi dan masuk kampus swasta saja sudah sangat bersyukur.
Meski pun masih di awal semester, kelas 12 sudah disibukkan dengan segala macam kegiatan belajar untuk persiapan UN dan SBMPTN. Bahkan beberapa ada yang juga ikut les di luar sekolah karena target mereka begitu besar. Sementara Septian, dia pasrah saja belajar di sekolah. Toh, mau dipaksakan sekeras apa pun dia akan tetap berada di bawah nilai kakaknya.
Di kelasnya, Septian tengah mencoba mengisi soal-soal matematika bersama dengan anak-anak yang lain. Tiba-tiba Lea menghampirinya, duduk di samping Septian.
"Yang nomor berapa yang paling susah?" Tanya Lea.
"Semuanya." Jawab Septian asal.
"Hush! Jangan ngomong kayak gitu, omongan adalah doa. Emangnya lo mau nggak bisa ngerjain semuanya?"
"Nggak, sih. Iya deh, amit-amit."
"Sini, biar gue bantu kerjain."
Dan berteman dengan Lea, adalah salah satu keuntungan Septian. Lea yang pintar dan royal soal membantu mengisi soal-soal ujian merupakan sebuah anugerah yang tak patut disia-siakan.
Memang kan, Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk saling melengkapi? Jika dua-duanya saling bisa, untuk apa bersama? Untuk saling keras kepala dan merasa paling benar sendiri?
Disela-sela Lea yang sibuk mengerjakan soal matematika, Septian mengeluarkan ponselnya. Jujur, dia memang jadi penasaran dengan Sevila. Tiap kesempatan bisa membuka Instagram, dia pasti akan mantengin akunnya Sevila. Septian akan menjadi orang pertama yang melihat Instastory yang dikirim Sevila. Dan jadi orang pertama yang memberikan like pada foto yang diunggahnya di feed.
Apakah Septian sudah mulai bucin?
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Story of September [end]
Teen FictionSeptian lahir pada awal bulan September, begitupun dengan Sevila. Keduanya memiliki nama yang hampir sama. Septian dan Sevila sama-sama bodoh dalam dunia per-bucinan. Keduanya bertemu tanpa sengaja, menjalin ikatan batin dan mengulas hari dengan pen...