20.

15 5 0
                                    

Siang itu, Sevila janjian dengan Femi dan Renata untuk hang out sepulang sekolah bersama. Jarang-jarang Femi dan Renata bisa diajak pergi bersama. Mereka terlalu sibuk mengurus adik bayi, dimana Sevila juga menginginkannya.

Biasanya, Femi dan Renata sudah pulang duluan naik bus kota. Sementara Sevila akan menunggu ojek online pesanannya di depan gerbang. Khusus hari ini mereka bersama-sama menunggu bus kota untuk pergi ke mal bersama.

Sevila menimang-nimang, apakah dia harus jujur saja pada teman-temannya soal Septian? Dia merasa tidak enak main rahasia-rahasiaan. Bahkan orang pertama yang mengetahui kedekatan dirinya dan Septian adalah Naira, yang notabene hanya kakak kelasnya saja. Sementara tiap harinya, Sevila menghabiskan waktu bersama Femi dan Renata. Bahkan kedua gadis itu juga sering curhat mengenai percintaan mereka pada Sevila. Tentang Femi yang masih naksir sama mantannya, atau tentang Renata yang nekad suka sama cowok orang.

Ada-ada saja!

Setelah bus datang, mereka langsung naik. Sevila jarang sekali naik bus, karena kalau sendiri dia tidak berani. Kalau naik ojek online, dia akan langsung sampai di tujuan.

Sepanjang perjalanan, Sevila menganga takjub. Bahkan Renata sampai menegurnya karena seseorang di samping mereka menatap Sevila aneh.

"Lo kayak bocah baru pertama kali diajak naik bus aja. Norak!" Bisik Renata. Biasa, kalau sudah jadi sahabat ngomong pun ceplas-ceplos.

Tapi Sevila tidak menggubris. Dia tetap melihat pemandangan di sisi jalan yang menurutnya sangat indah bila dipandang dari jendela bus. Biasa dia hanya naik motor, dan dari jendela mobil Papanya pun tidak terlihat semenarik ini.

Tak lama, mereka sampai di tujuan. Ketiganya turun dan langsung saja menuju tempat main untuk pertama kali. Katanya, Femi sudah jarang main ke Timezone di mal semenjak Mamanya punya adik bayi. Dia jadi harus di rumah terus karena adiknya yang masih bayi itu tidak mungkin bisa diajak pergi ke Timezone.

Mereka bermain banyak wahana, dari mulai basket, tembak-tembakan, balapan motor, pancing boneka, sampai karaoke semuanya dicoba. Sevila jadi teringat di film-film, biasanya remaja seusianya bermain di Timezone bukan dengan teman, tapi dengan pacarnya.

Ahhh, Sevila kan tidak punya pacar.

Andai saja Papanya memberi izin. Toh, Sevila juga sudah dewasa. Sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tidak mungkin dia terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Teman-temannya, Femi dan Renata juga gadis yang baik-baik walau kadang sikap keduanya bar-bar.

Ponsel di saku jaket Sevila bergetar, Sevila mengeceknya. Ternyata pesan masuk dari Septian.

Jgn lupa makan sore

Sevila tersenyum. Bisa-bisanya Septian menyuruhnya makan sore, padahal Sevila kan anaknya diet banget. Meski kadang Sevila makan dengan porsi banyak, tapi dia makan tahu aturan. Makan hanya cukup 3 kali sehari, pagi, siang dan malam.

Kakak aja yg makan, cowok kan harus kuat

Balas Sevila. Setelahnya dia terkekeh, kemudian dimasukkan kembali ponsel itu ke dalam sakunya.

Sevila melanjutkan kembali kegiatan main bersama kedua sahabatnya.

Jika ada kesempatan bersama, harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Kita nggak tahu umur seseorang. Dan kita nggak tahu kapan kita dapat kesempatan bersama lagi.

***

Ternyata ucapan Sevila tidak sesuai dengan kenyataannya. Buktinya, sore ini dia tetap pergi ke resto bersama Femi dan Renata karena perutnya keroncongan setelah main di Timezone dan mengitari beberapa toko.

Sevila dengan suka rela menyerahkan diri untuk memesan makanan. Setelah mendapat pesanan dari Femi dan Renata, Sevila menuju ke konter pemesanan. Betapa terkejutnya dia ketika terlihat dari sana, dua remaja yang sedang jalan bareng bersisian di luar resto. Terlihat jelas sekali siapa mereka.

"Kak Septian?" Lirih Sevila.

Untung saja Sevila sudah selesai memesan dan menyelesaikan pembayarannya. Dia berjalan tanpa sadar keluar resto dan melihat lebih jelas lagi Septian yang tengah berjalan dengan seorang perempuan. Lea. Tapi Sevila tidak tahu namanya siapa.

Hati Sevila terasa diiris melihatnya. Padahal dia sudah sangat berharap banyak pada Septian. Setelah beberapa hari ini dia yakin jika Septian memang ditakdirkan untuknya. Sevila lupa, dari awal dia sudah tahu jika Septian punya perempuan lain.

Bodoh! Kenapa Sevila jadi lupa dan tidak pernah menanyakan soal Lea pada Septian?

Tiba-tiba terlintas dipikiran Sevila untuk mengetes Septian seperti adegan di film yang sering dilihatnya. Sevila mengeluarkan ponsel, kemudian mendial nomor Septian.

Terlihat dari kejauhan Septian menatap layar ponselnya. Di dering yang kesekian, Septian mengangkatnya. Suara gemuruh terdengar, sementara Sevila sengaja membisukan bagiannya.

Sevila tersenyum pedih ketika mendengar suara Septian menyapa di telinganya. Septian tidak tahu saja jika Sevila tengah mengawasinya dari bekakang.

Sevila mematikan sambungan. Kemudian dia mengirim pesan,

Di kakak berisik banget

Lagi dimana?

Hanya beberapa detik, Septian membalasnya.

Sorry lagi di luar

Ada apa?

Nanti gue telepon lagi kalo udah sampai rumah

Sevila berdecak. Tak habis pikir dengan kelakuan Septian.

Nanti ditelepon lagi kalo udah sampai rumah katanya? Kentara sekali dia tidak mau ketahuan sama perempuan itu saat bertelepon dengan Sevila. Atau mungkin dia tidak mau ketahuan oleh Sevila karena sedang jalan dengan perempuan itu. Atau mungkin dia tidak mau diganggu?

Sevila tidak membalas pesan Septian. Sakit hatinya. Dia memilih untuk acuh, kembali ke resto dan makan tanpa memikirkan Septian.

Biar saja. Kalaupun sudah sampai rumah, dia tidak mau mengangkat telepon dari Septian.

"Kenapa sih, nggak jujur aja lagi di mal sama cewek lain, gitu?!"

****

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang