26.

12 5 0
                                    

Sevila deg-degan sendiri ketika pertemuan ekskul Bahasa hari itu sudah ditutup oleh Bu Rani. Dia sudah memperkirakan, seharusnya sebelum pulang dia akan bertemu dengan Septian dan membahas tentang acara mereka nanti malam. Sekarang saja, Sevila sudah was-was ketika melihat anak-anak dari ekskul lain yang mulai berkeliaran di sekitar lapang.

Sevila benar-benar harus menghindar. Dia sangat malu sekali jika ketemu dengan Septian.

Dia harus berbicara apa?

"Sorry Kak, kayaknya ntar malam nggak jadi."

"Sorry ya Kak, aku dari kemarin nggak bales chat Kakak."

"Sorry ya Kak, aku udah nyuekin Kakak."

"Sorry ya, udah salah paham sama Kakak dan Kak Lea."

Arrggh. Sevila bisa stres lama-lama memikirkan kemungkinan yang belum terjadi itu.

Sementara di belakangnya, Naira baru saja selesai berbincang dengan Bu Rani dan menghampiri Sevila. Ditepuknya pundak gadis itu. Padahal pelan, tapi Sevila sampai melompat kaget.

"Kakak, ngagetin aja!" Gerutu Sevila.

"Perasaan rame deh disini, Sev. Lo bengong kali ya?" Tuding Naira.

Sevila jadi gelagapan sendiri. "Ng-nggak, kok."

"Gimana nanti? Jadi kan? Gue juga udah dapet tiket buat nonton sama cowok gue. Tapi lo tenang aja, beda studio kok."

Ah. Sepertinya Naira tidak tahu dengan permasalahan Sevila dan Septian.

"Ngg..."

"Hai,"

Sevila refleks menoleh, ketika seseorang menyapanya dan Naira. Melihat postur Septian, otomatis Sevila deg-degan kembali.

"Pokoknya shareloc aja rumah lo, ntar gue jemput." Ujar Naira pada Sevila.

"Gue duluan deh, udah ditungguin sama cowok gue. Bye!" Naira langsung saja pergi, meninggalkan Sevila dan Septian yang keduanya saling mati kutu.

Sampai beberapa orang yang melewati mereka, Septian belum juga membuka percakapan. Kalau Sevila tentu saja tidak mau. Dia terlalu gugup.

"Gue ..." Akhirnya Septian membuka suaranya.

"Gue mau ngobrol bentar sama lo. Bisa?"

Sevila tak sadar dirinya mengangguk, padahal di hatinya sudah mewanti-wanti untuk menolak. Kepalang malu, dia memilih untuk membatalkan saja acara nonton nanti malam. Tapi rupanya, gerak ototnya tidak mau diajak kerja sama.

"Kafe Persik?" Ajak Septian.

Lagi-lagi Sevila mengangguk.

Kali ini, kakinya yang tidak bisa dihentikan. Kedua kaki mungil Sevila terus saja mengikuti langkah Septian sampai ke parkiran motor. Setelah berhenti, Sevila baru bisa mengendalikan dirinya.

"Kak, aku minta maaf." Bisik Sevila.

"Hah?"

"Aku, minta, maaf." Ulang Sevila jelas. Tapi keadaan yang ramai membuat Septian tidak mendengarnya.

"Lo ngomong apa barusan?"

"Nggak ada," final Sevila. Dia kira Septian tidak mendengarnya. Dia malu untuk memperjelas lagi. Lebih baik mengikuti alur, mendengarkan hal yang akan disampaikan oleh Septian.

***

Di Kafe Persik kini Septian dan Sevila berada. Duduk berdua saling berhadapan dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja. Jujur, Septian belum sarapan dari pagi. Sementara dia harus latihan Karate yang menguras tenaganya banyak.

"Gue makan dulu, ya." Ujar Septian.

Sevila mengangguk. Dia tidak memperhatikan Septian yang tengah makan. Sevila terlalu gugup untuk melihatnya. Dia fokus pada jusnya sendiri, menyedotnya pelan-pelan.

Setelah beberapa menit, Septian sudah selesai makan.

"Gue nggak tahu sebenernya lo kenapa sampai ngediemin gue berhari-hari. Kalo lo pikir gue nggak sadar, lo salah, gue sadar kok. Gue peka sama Snap WA lo waktu itu. Gue juga kepikiran, gue mencari jawabannya sendiri. Sampai akhirnya gue dapetin satu jawaban yang mungkin bukan jawaban sebenernya. Gue minta maaf karena nggak terus terang dari awal sampai membuat lo salah paham."

Sevila dibuat terdiam dengan ucapan Septian. Ternyata cowok itu benar-benar memikirkannya sedalam itu.

Septian menyerahkan ponselnya di atas meja. Nampak foto dirinya dan Lea yang diambil di sebuah photobox saat masih kelas 10.

"Ini Lea, temen gue. Dia satu-satunya orang di SMA yang paling dekat sama gue. Semalam, gue dikasih tau Lea kalau kalian udah ketemu."

Sevila kini menunduk. Dia merasa takut. Takut jika Septian akan memilih Lea daripada dirinya. Takut akan menyalahkannya. Dan takut jika Septian benar-benar akan pergi darinya karena muak dengan tingkahnya yang selalu ambekan.

"Sorry ya, gue nggak cerita dari awal. Mungkin lo ngira gue ada apa-apa sama Lea. Sama kayak yang lain, pas awal-awal kita kenal juga kita disangka pacaran. Tapi lama-lama mereka tahu sendiri juga, karena Lea punya pacar kok. Dan kita udah sering obrolin soal perasaan kita masing-masing."

Septian menghela napasnya, "gue mohon lo percaya sama gue. Kalau orang-orang bilang nggak ada persahabatan murni antara cewek dan cowok, itu salah. Mereka cuma nggak ngalamin jadi nggak tahu kejadian sebenarnya. Gue sama Lea pure temenan. Kita saling support. Gue cuma suka sama lo doang. Jangan salah sangka, ya?"

Kali ini Sevila tak bisa menahan emosinya. Matanya mengeluarkan cairan bening, bibirnya juga melengkungkan senyum.

"Aku yang minta maaf Kak, karena udah salah sangka. Aku terlalu posesif ya? Aku malu banget karena sering ngambek sama Kakak."

"Gapapa kok, Sev. Yang penting nggak sering dan kalau ada masalah apa-apa aku minta untuk dibicarain baik-baik, ya?"

"Iya."

Septian meraih tangan Sevila. Untuk pertama kali, dia menyentuh tangan perempuan selain keluarganya dan Lea. Jika dulu dia memegang tangan Lea karena teman, kini dia memegang tangan Sevila karena dia adalah perempuan yang disukainya.

"Gue serius suka sama lo, Sevila. Kalaupun lo nyuruh nunggu, gue mau. Tapi sebenernya, bukan gue yang akan nunggu lo. Tapi lo yang akan nunggu gue sampai gue bisa buktiin sama Papa lo, kalau gue berhak buat bersanding sama lo."

Sevila semakin menangis. Tidak percaya dia akan mendapatkan hal itu dari Septian. Diluar ekspetasinya selama ini. Ia pikir cinta pertamanya akan gagal. Tapi Sevila percaya jika dia memang sudah menemukan orang yang tepat.

Setidaknya, untuk hari ini. Dan nanti.

****

Sebenernya kalau ada masalah itu lama-lama bisa jadi lupa sendiri, sih. Mungkin karena sudah menenangkan diri, jadi hati dan pikiran lebih bisa menerima masalah itu dengan lapang.

True?

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang