16.

14 5 0
                                    

"Sev, gue sejujurnya tertarik sama lo." Aku Septian.

Di tempatnya duduk, Sevila mencerna ucapan Septian dalam-dalam. Tak habis pikir dengan apa yang terjadi saat ini, jauh sekali dari ekspetasinya yang lalu.

"Secepat ini, Kak?" Tanya Sevila ragu.

Septian mengangguk mantap. "Sebenernya, gue nggak pernah tertarik sama cewek mana pun di SMA. Baru lo yang pertama kali."

Deg. Degup jantung Sevila bertaluan cepat. Kenapa sih Septian membuatnya baper separah ini?

Sevila hanya menunduk. Tidak tahu harus merespons apa.

"Kenapa gue ungkapin ini dengan cepat, karena gue yakin perasaan gue nggak salah."

Jika Lea ada di sini, tentu saja gadis itu akan membully Septian habis-habisan. Ngakunya tidak punya pengalaman, tapi sekali gas langsung mantap.

"Soalnya, yang tadi, gue nggak pernah tertarik sama yang lain. Jadi, sekalinya gue tertarik, gue pikir gue perlu memperjuangkannya."

Sevila menggigit bibir bawahnya. Kehaluannya tempo hari sepertinya terjadi. Septian sudah mulai menjurus pada hal-hal serius.

"Kak," cicit Sevila.

"Hm?"

"Kakak suka sama aku?" Tanya Sevila malu-malu.

Septian terkekeh, "iya." Jawabnya enteng.

Sevila deg-degan lagi. Menyesal dia bertanya. Sekarang Sevila malah ingin menghilang dari hadapan Septian.

"Lo nggak usah berpikiran macam-macam. Gue juga nggak ngajak jadian sekarang kok."

Oh, ayolah, kenapa semua ucapan Septian membuat Sevila semakin gugup saja.

"Sekarang gue tanya, apa lo tertarik sama gue?"

Sevila mengangguk pelan. Diberanikannya untuk menatap manik mata Septian. "Kalau nggak tertarik, nggak mungkin mau ucapin selamat ulangtahun ke Kakak."

"Iya juga, sih." Septian kini tertawa. Aneh, tawanya nular. Sevila mulai merasa lebih baik sekarang, tidak segugup tadi. Dia juga terkekeh kecil.

"Yang kata lo kepencet itu? Lo lagi stalking gue ya?" Tembak Septian.

Baru saja lebih baikan, Sevila sudah menciut lagi. Dia hanya diam, tidak mampu melihat Septian karena malu.

Sudah bisa dipastikan di sini, Sevila lah yang memulai tertarik duluan. Beruntungnya, Sevila tertarik pada cowok yang ternyata cukup peka juga walaupun loadingnya lama.

***

Sevila turun dari boncengan motor Septian di depan rumahnya.

"Makasih, ya, Kak."

"Iya."

Sevila masih terdiam, dia bermaksud menunggu sampai Septian yang pergi duluan.

"Sev," panggil Septian.

"Iya?"

"Nanti malam gue video call ya, mau?"

"Emm, boleh, Kak."

"Tapi kameranya yang bener ya."

"Hah? Kenapa emangnya Kak?" Sevila menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan ucapan Septian.

Melihat ekspresi Sevila, Septian menahan kekehan. "Soalnya cewek kan kau video call suka nampakin jidat dan atap-atap doang."

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang