25.

13 5 0
                                        

"Gue denger dari Septian, kalian besok mau jalan ya?" Tebak Lea.

Mendengar kata itu, membuat Sevila sedikit tak nyaman. Padahal dia sangat menantikan hari esok. Sevila sudah berekspetasi tinggi dan indah. Tapi sepertinya, esok akan biasa saja.

Sevila mengangguk singkat.

"Udah tau nggak? Septian baru pertama kali loh jalan sama cewek. Dia dari dulu nggak pernah tuh yang namanya tertarik sama cewek. Kalau kata anak-anak yang lain mah, Septian belok." Terdengar tawa Lea pecah. Tapi anehnya, tidak menular pada Sevila. Gadis itu tetap saja memperhatikan gelagat Lea. Dari cara bicaranya, gerak tubuhnya, semuanya Sevila nilai.

Singkatnya, Sevila masih ragu percaya pada ucapannya yang katanya hanya berteman dengan Septian.

"Oh iya, gue temenan sama Septian juga baru di SMA ini aja, sih. Tapi Septian anaknya banyak cerita soal kehidupannya sebelum masuk SMA."

Tak tahukah Lea, hati Sevila sakit mendengarnya. Sama teman saja Septian bisa terbuka, tapi pada dirinya, Septian masih serba tertutup.

"Oh..."

"Awalnya, gue sama Septian juga diomongin anak-anak seangkatan. Dikira gue jadian sama dia. Aslinya, gue mana ada tertarik sedikit pun sama dia. Hahaha," Lea tertawa puas. Seolah yang ia bicarakan membuat beban di pundaknya terangkat semua. "Sini deh, gue bisikin sesuatu."

Lea menarik pundak Sevila. Gadis itu menurut dan kupingnya sudah berada dekat dengan bibir Lea. "Gue sebenernya kasihan aja sama Septian, makanya gue mau temenan sama dia. Soalnya pas awal-awal masuk dia sendiri mlulu, bahkan nggak mau ikut main futsal sama anak-anak cowok sekelas."

Sevila hanya nyengir. Meskipun dia masih ragu pada Lea dan sedikit risih, tapi setidaknya dia menghargai cerita-cerita yang keluar dari mulut Lea. Entah kenapa, Sevila merasa Lea jujur. Tapi anehnya, hati Sevila masih belum lapang menerima kejadian tempo hari.

"Gue salut sih sama lo, bisa naklukin hati Septian yang kerasnya udah ngalahin batu-bata."

"Sevila," panggil Nugi. Papanya sudah selesai berbincang dengan Arya, dan hendak mengajak Sevila untuk pulang.

"Eh, lagi sama temennya, toh."

Lea buru-buru berdiri, disalimnya tangan Nugi. "Iya Om, saya Lea, temennya Sevila. Eh, Kakak kelasnya sih lebih tepatnya."

"Oh, Kakak kelasnya." Nugi tersenyum, di pandangan pertama pun dia sudah nampak nyaman dengan Lea. Lea terlihat seperti anak baik-baik.

"Sudah malam, Lea. Om sama Sevila harus pulang. Kamu juga jangan lama-lama di luar, cepat pulang ya." Pesan Nugi.

Lea mengangguk, "siap, Om!"

Sevila melirik sebentar ke arah Lea. Dia canggung, tidak tahu harus pamitan atau tidak pada Lea. Bahkan untuk membuka mulutnya saja rasanya berat.

Tapi Lea, sudah melambaikan tangannya pada Sevila. Tak lupa, Lea juga tersenyum ceria. Seperti sepasang teman yang sudah saling kenal lama.

***

Sevila tidak bisa tidur malam ini. Dia masih kepikiran hari esok, apakah jadi acara nontonnya dengan Septian?

Kira-kira Septian bakalan memberi kabar apa lagi ya padanya?

Sevila penasaran, sebenarnya Septian peka tidak sih jika dirinya sedang ngambek?

Ditengah-tengah pikiran tentang Septian, Sevila juga teringat Lea. Kenapa dengan gadis itu? Kenapa dia datang di saat Sevila tengah salah paham pada dirinya. Mungkin ini sudah alur semesta, mungkin memang Sevila yang terlalu salah sangka. Dia mudah menjudge sesuatu yang terlihat di matanya tanpa mau mengulik kebenarannya.

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang