22.

14 5 0
                                        

Jika dari bangun pagi saja suasana hati sudah tidak enak, pasti harinya juga akan dilalui dengan tidak baik. Di pelajaran pertama, Septian benar-benar tidak fokus. Dia melamun dan sempat kena teguran dari Guru karena tidak mendengarkan. Alhasil, Septian kena hukum harus menjelaskan materi di depan kelas, padahal dia sendiri tidak tahu materinya tentang apa karena tidak menyimak.

Jam istirahat, Septian dihampiri Lea. Gadis itu membawa sebungkus cilok bumbu kacang yang aromanya menggugah selera makan Septian.

"Mau?" Tanya Lea.

Septian mengangguk. Lea menusuk satu cilok, kemudian menyuapkannya pada Septian. Septian mau-mau saja disuapi, toh, mereka sudah biasa melakukan hal ini. Orang-orang tidak akan ada yang mencie-ciekan lagi.

Tanpa Septian sadari, ada satu orang yang menatap mereka dengan tatapan tidak percaya. Niatnya dia akan pergi ke kantin tapi urung dan memilih untuk menghampiri Septian dan Lea.

"Sep!" Panggil Naira.

Septian dan Lea menoleh. Di kelas, Naira terkenal tidak terlalu dekat dengan Septian padahal. Tapi semenjak ada Sevila, Naira sering berurusan dengan Septian, seperti saat ini.

"Apa?" Tanya Septian.

Naira tidak langsung berbicara. Dia melirik Lea yang sibuk memakan ciloknya, bahkan dia hendak menyuapi Septian lagi namun segera dicekal oleh Naira.

"Ngapain sih suap-suapan segala?!" Hardik Naira. Tak sadar, suaranya yang keras membuat orang-orang yang masih ada di kelas melirik sinis. Bahkan ada yang curiga melihat sikap Naira seperti orang yang cemburu pada Septian. Termasuk Lea.

"Lah, kenapa emang? Lo mau juga?" Tawar Lea. Dasarnya memang cewek slengean, Lea jarang sekali menanggapi ocehan orang dengan serius.

"Lo kan udah punya cowok!" Peringat Naira.

"Sama dong. Lo juga ada cowok, di kelas ini pula. Tapi kenapa lo posesif amat sama si Septian?" Lea membalikkan pertanyaan, membuat Naira terpojok.

Di sini, satu-satunya orang yang menanggapi dengan santai adalah Septian. Dia tahu pokok permasalahan ini ada padanya. Septian juga kini cepat peka. Dia tahu maksud kedatangan Naira ke sini apa.

Pasti Sevila jawabannya.

"Urusannya bukan soal gue sama Septian, tapi soal Septian sama—"

"Gue ada urusan emang sama Naira. Bentar ya, Ya." Septian memotong ucapan Naira. Dengan cepat, dia menarik lengan Naira keluar kelas.

Lea tidak mau kepo, dia memilih melanjutkan acara makan ciloknya lagi. Walau sejujurnya dia juga penasaran dengan urusan Naira dan Septian. Karena Lea sama dengan yang lain, percaya jika Naira dan Septian tidak pernah ada urusan.

Sampai detik ini. Oh, jangan kira Lea lupa. Dia juga masih sedikit penasaran dengan urusan waktu itu. Saat Naira dan Septian tengah mengobrol berdua di tengah-tengah acara makan saat joging hari Minggu.

***

Septian melepaskan cekalannya pada tangan Naira. "Sorry, gue nggak maksud."

Naira menatap Septian lekat. "Jangan bilang kalo si Lea belum tahu soal 'ini?"

Septian mengesah. "Gue memang belum cerita. Tapi gue bakal cerita kok ke dia. Dia kan sahabat gue."

Naira memejamkan matanya sejenak. Padahal bukan dia yang berada dalam masalah itu, tapi rasanya berat sekali. Seperti dia sendiri yang mengalaminya.

Untung mereka kini berada di taman belakang. Kosong, tak ada orang lain di sana. Naira menendang pot bunga yang sudah rusak tapi belum diganti oleh tukang kebun sekolah.

"Sep, lo tahu kan? Nggak ada persahabatan murni antara cewek dan cowok di dunia ini!" Tekan Naira.

Septian tidak membalas. Dia menunggu lanjutan dari Naira.

"Lo sama Lea ngakunya memang sahabatan. Tapi gue nggak yakin di hati kalian sama-sama ngerasa kalau kalian sahabatan!"

"Sorry kalau gue terkesan ikut campur. Gue cuma peduli sama Sevila. Dia temen gue di klub Bahasa. Gue tahu segimana sukanya dia sama lo, Septian. Jangan pernah nunggu sampai Sevila ngelihat sendiri atau denger dari mulut orang lain soal lo sama Lea. Gue nggak yakin Sevila bakal percaya sama bualan lo tentang persahabatan lo sama Lea."

Septian terdiam. Dia mencerna baik-baik ucapan Naira. Gadis itu sudah beranjak akan pergi, "sorry sekali lagi, gue lagi datang bulan!" Teriaknya dan kemudian pergi meninggalkan Septian sendiri.

Septian tersadar maksud ucapan Naira. Bahkan dia sedang mengaitkan hal-hal tentang Lea dengan Sevila dan juga kejadian semalam. Saat di mana Sevila yang mendiamkannya, dan kata-kata sindiran dari Sevila untuknya.

***

Septian berjalan lemas menuju kelasnya. Meski lemas, dia tidak selera untuk makan siang. Septian juga belum mengirim pesan lagi pada Sevila. Dia hanya bingung, apakah caranya salah? Apa Sevila sedang ilfil padanya karena terus-terusan mengirim pesan?

Tapi Septian tidak tahu masalahnya apa.

Di kelas, Septian kembali bertemu dengan Naira. Gadis itu menatap Septian dalam, kemudian mengalihkan pandangan karena sedang berbincang dengan teman-teman dan juga pacarnya.

Septian menuju bangkunya. Tak lama, Lea datang dengan membawa minuman segar. Ditempelkan minuman itu pada kedua pipi Septian bergantian. Dari depan, Naira kembali menatap tajam pada Septian.

"Lea, gue mau ngomong penting sama lo." Ujar Septian.

"Ngomong penting apa? Ngomong aja!"

"Nggak di sini. Nanti, pulang sekolah bareng lagi sama gue."

Lea tersenyum, "Ok. Tau aja lo gue lagi ngirit duit jajan!"

Septian tidak membalas lagi. Dia mengecek ponselnya. Dari yang semalam, belum ada balasan dari Sevila. Sepertinya harus dia yang memulai lagi. Tapi Septian sudah merasa pengecut karena hanya berusaha dari ponsel. Bagaimana kalau dia menemui Sevila? Tapi apakah cewek itu akan mau? Apalagi di sekolah, Sevila sangat tidak mau ada gosip menyebar tentangnya.

Membahas soal pulang bareng dengan Lea. Septian jadi ingat hari kemarin. Kemarin, sebelum pulang sekolah, Sevila sempat bilang jika dia mau jalan sama temen-temennya. Tadinya, Septian mau ngajak Sevila, tapi karena sudah keduluan akhirnya dia mengajak Lea. Bukan bermaksud menjadikan Lea pelarian, tapi karena memang Lea juga tidak dijemput pacarnya dan memaksa Septian untuk nebeng. Katanya, sudah lama tidak pulang bareng berdua.

Sebelum benar-benar pulang, Lea mengajak Septian makan di mal. Dia juga menraktir Septian karena katanya dia sudah baikan dengan Dino. Bahkan Dino juga sudah menjanjikan akan mengajak Lea tunangan setelah lulus SMA nanti. Betapa senangnya Lea hari kemarin.

Tapi, Septian tidak memberitahu Sevila jika dia pulang dengan Lea. Bahkan saat Sevila menelepon yang Septian pikir gadis itu sudah pulang, dia masih bersama dengan Lea.

Septian mengulik kembali kenangan itu. Apakah ada yang salah?

Perasaan saat menelepon dalam hitungan detik yang singkat itu, Sevila tidak bilang apa-apa. Setelahnya dia mengirim pesan dan selesai. Sampai saat ini belum ada lagi kelanjutannya.

****

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang