"Ngapain di sini sendiri?"
"Gue anterin pulang ya,"
"Gue nggak bawa helm dua tapi, gapapa lo nggak pake helm?"
"Gue mau ada yang diomongin sama lo. Mampir sebentar ya ke tempat lain?"
Sevila mengingat-ngingat ucapan Septian saat pertama kali menemuinya tadi di depan kafe Persik. Dia begitu senang. Sevila memang gugup setengah mati, tapi dia berusaha untuk terlihat normal. Tidak boleh sampai ketahuan jika dia kegirangan karena ditemui oleh Septian.
Sevila juga tidak banyak bertanya dulu, dia mengikuti arahan Septian. Dan di sinilah sekarang dirinya berada. Di boncengan Septian. Tanpa mengenakan helm, dan rambutnya yang terbang-terbang terbawa angin.
"Gue pelan-pelan kok bawa motornya!" Teriak Septian.
Sevila sedikit mendekatkan wajahnya dengan ceruk leher Septian. "Emang kenapa, Kak?"
"Biar lo nggak jatuh."
Senyum Sevila mengembang. Hangat menjalar ke dalam hatinya. Kenapa Septian manis sekali sih?
Rasanya, lama perjalanan tak ada artinya bagi Sevila. Bahkan dia merasa hanya 1 menit naik di boncengan Septian, dan kini mereka sudah sampai ke Taman Kota. Tempat Septian ingin mengobrol dengan Sevila.
Sevila turun dari boncengan Septian. Setelah memarkir motornya, Septian mengarahkan Sevila untuk mengikutinya menuju sebuah meja bertudung. Di hadapan mereka, pemandangan para seniman jalanan yang tengah atraksi.
Sevila duduk di hadapan Septian.
"Mau minum apa?" Tanya Septian.
"Apa aja."
Septian pergi sebentar, memesan 2 gelas jus mangga, kemudian datang lagi dengan minumannya.
"Suka dengerin nyanyian pengamen?" Tanya Septian lagi.
Sevila hanya mengangguk. Dia memang suka mendengarkan musik, apalagi alat musiknya ukulele. Terdengar ceria.
Perlahan, Sevila menyeruput jusnya. Beberapa menit terlewat, Septian belum juga langsung pada inti pembicaraan mereka.
Septian berdeham. Sevila yang menunduk refleks mendongak, menatap wajah Septian.
"Gue..." Ucapan Septian menggantung, membuat Sevila menaikkan alisnya. "Gue mau minta maaf."
"Minta maaf buat apa?"
"Buat yang kemarin-kemarin. Gue pikir, lo nyindir gue di Snap WhatsApp."
Sevila tersedak jus mangganya. Kenapa tiba-tiba Septian berkata seperti itu? Jika pada kenyataannya memang benar Snap yang waktu itu ditujukan pada Septian, tapi kenapa cowok itu harus jujur di depannya? Kan bisa saja peka tanpa harus mengungkitnya kembali. Memalukan.
"Aku yang minta maaf, Kak. Mungkin Kakak jadi nggak nyaman."
"Nggak kok!" Sanggah Septian. "Makasih juga karena udah diingetin. Gue terlalu cuek ya?" Septian terkikik. Sementara Sevila menatapnya bingung.
"Nggak kok, Kak. Biasa aja."
Senyuman di bibir Septian luntur.
"Btw, gue mau memperjelas soal yupi."
"Yupi?"
***
Setelah selesai mengangkat teleponnya, Septian kembali ke meja mereka berdua. Sevila menunggu dengan sabar. Sangat gantung sekali ucapannya tadi.
"Jadi apa Kak?" Tanya Sevila tidak sabar.
Septian menjeda beberapa detik. "Waktu itu gue random aja ngasih lo, gue nggak tahu lo suka atau nggak sama yupi. Tapi kayaknya lo suka. Soalnya gue pernah lihat juga di Instastory lo."
Sevila manggut-manggut.
"Anggap aja, ucapan terimakasih dan permintaan maaf."
"Maaf lagi?"
"Karena gue nggak sempat balas ucapan selamat dari lo pas di hari ulangtahun kita." Ucap Septian cepat.
Sevila membelalak. Kita katanya?
"Eh, maksud gue, pas hari ulangtahun gue." Ralat Septian. Dia gugup. Di bawah meja, jari-jarinya saling bertautan.
Sevila terkekeh kecil, lucu juga melihat orang salah tingkah. Apalagi ini seorang Septian.
"Iya, gapapa kok. Kan udah lewat, Kak."
"Iya. Dijelasin aja biar nggak salah pemahaman lagi."
Hening terjadi lagi di antara mereka. Sevila merasa bosan menunggu topik dari Septian. Sementara dia sendiri juga tidak tahu harus membahas apa.
"Sev."
"Kak."
Keduanya mengucapkan kata bersamaan. Septian mengalah, "lo dulu."
"Ah... Gapapa kok, Kak. Aku cuma mau nanya apa yang dibicarain Kakak masih ada atau udah cukup."
"Oh... Masih ada sebenernya,"
Sevila mengesah. Dipikir-pikir, pertemuan ini sedikit membosankan juga. Bosan karena jeda di antara mereka terlalu lama. Seharusnya dibuat akrab saja, toh Sevila yakin mereka pasti akan sering-sering bertemu di sekolah.
"Tadi gue kan udah sampein maaf, sekarang gue mau ngungkapin perasaan gue."
Uhukkk!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of September [end]
Ficção AdolescenteSeptian lahir pada awal bulan September, begitupun dengan Sevila. Keduanya memiliki nama yang hampir sama. Septian dan Sevila sama-sama bodoh dalam dunia per-bucinan. Keduanya bertemu tanpa sengaja, menjalin ikatan batin dan mengulas hari dengan pen...