17.

16 5 0
                                    

Sevila tengah makan siang di kantin bersama Femi dan Renata. Tiba-tiba, Septian berhenti di hadapannya dengan membawa satu mangkuk mie ayam.

"Boleh gabung?" Tanya Septian.

Renata yang melihatnya dengan tatapan excited, gadis itu langsung mengangguk-angguk. "Silahkan Kak."

Renata tidak tahu, Sevila sudah gugup sendiri. Bahkan dia sudah kehilangan nafsu makan baksonya. Sevila hanya takut, dia makannya belepotan di depan Septian. Kan memalukan.

Septian duduk tepat di samping Sevila. Dengan antengnya cowok itu mulai makan mie ayam. Tanpa dia tahu, Sevila sudah merasa gugup setengah mati. Bahkan untuk sekedar menyendok bakso lagi, Sevila tak mampu.

Di depannya, Renata menyadari kediaman Sevila.

"Sev, kok makannya kayak bocah yang lagi ngambek gara-gara nggak dibeliin mainan aja, sih?!"

Sevila mendongak, menatap Renata terkejut. "Ng-nggak, kok. Ini aku mau makan lagi."

"Biasa aja kali, santuy. Mentang-mentang ada kakak kelas ganteng, bisa-bisanya lo salting." Timpal Femi.

Sevila menunduk pasrah. Mulut kedua temannya ini benar-benar minta diparut. Yang ada mereka, bisa-bisanya ada kakak kelas ganteng tapi sikapnya biasa aja, nggak ada geer-geernya sedikitpun.

Sevila memaksakan diri untuk makan bakso lagi. Untungnya, dia masih mampu. Samar-samar, Septian terkekeh kecil. Sevila dapat mendengarnya. Rupanya cowok itu sengaja duduk di meja yang sama dengan Sevila hanya karena ingin mengetahuinya di sekolah seperti apa. Septian juga sengaja tak ikut nimbrung ketika Femi dan Renata sibuk berbincang. Dia hanya menanggapi saat Femi atau Renata bertanya.

Diam-diam, Septian melirik Sevila. Dan di detik yang sama, Sevila juga melihatnya. Saat itulah, degup jantung Sevila terasa berhenti saat itu juga.

***

Sevila tengah berada di perpustakaan saat jam kosong di kelasnya. Femi memanfaatkan waktu dengan tidur siang di perpustakaan, sementara Renata sibuk mencari komik di deretan rak buku.

Sevila duduk di pojokan, diam-diam membuka ponsel dan aplikasi WhatsApp.

Ngapain sih, Kak, tadi segala ikut gabung sama aku dan temen-temen!

Sevila mengeluh pada Septian di chat. Selama di kantin tadi, tak sedikitpun Sevila berani berbicara pada Septian. Bahkan Femi dan Renata saja sudah mengira jika Sevila tidak mengenal Septian.

Maluuuuuuuu

Sevila melihat pesannya yang berstatus ceklis dua abu. Sepertinya Septian sedang ada kelas. Sevila memilih untuk tidak menunggu balasan. Untuk menghilangkan perasaan campur aduknya, Sevila menyenderkan kepala di atas meja. Matanya mulai memejam bersama dengan alunan lagu yang keluar dari mulutnya dengan suara yang pelan.

***

Septian izin ke toilet saat sedang jam pelajaran. Setelah menuntaskan hajatnya, Septian mengecek sebentar ponsel. Ternyata ada pesan masuk dari Sevila. Dibacanya pesan itu dan berakhir senyuman yang mengembang dari bibir Septian.

Sorry ya kalau malu, kpn-kpn nggak lagi deh

Septian terkekeh membaca pesannya. Dia menebak-nebak kira-kira Sevila akan menanggapinya seperti apa. Mungkinkah Sevila akan merasa tidak enak karena sudah mengeluh? Padahal kan ini bentuk perjuangan Septian untuk menemukan jawaban atas perasaan di hatinya.

Toh, bukannya restu teman juga penting ya dalam hubungan percintaan?

Bukan begitu?

Drrrttt

Maaf kak, nggak maksud

Aku gugup aja

Belum siap kalau temen-temen tau

Nanti diceng-cengin

Septian terkekeh. Benar juga. Dia juga sampai detik ini belum ada niatan untuk bercerita pada Lea, atau pun Naira. Takutnya diceng-cengin. Padahal statusnya saja belum jelas. Bisa saja dirinya dan Sevila tidak berakhir jadian, kan?

Lo nggak belajar?

Jamkos. Ini lagi di perpus

Septian menahan diri untuk tidak menghampiri Sevila. Padahal dia sangat ingin pergi ke perpus dan melihat Sevila sedang apa di sana. Mungkinkah Sevila tengah membuat kumpulan meja bundar dengan teman cowoknya?

Belum apa-apa udah posesif si Bapak!

Oh, gue abis dari toilet

Septian menganga membaca pesannya sendiri. Bisa-bisanya dia mengatakan hal jujur padahal itu sangat tidak penting. Bagaimana jika nanti Sevila akan berpikiran aneh-aneh?

Memilih untuk mengalihkan, Septian mematikan data ponselnya. Dia kembali ke kelas. Semoga saja Sevila tidak berasumsi aneh-aneh.

****

Seperti biasa, Sevila tengah menunggu ojek online di depan gerbang untuk pulang sekolah. Tak disangka, Septian menghampiri Sevila dengan motor ninja miliknya.

"Mau bareng?" Tanya Septian tanpa membuka helm.

Sevila gelagapan. Dia melirik kiri kanan. Untungnya tidak ada yang menatap mereka dengan kecurigaan.

Sevila melirik ponselnya. Dia sudah memesan ojek online dan sebentar lagi ojeknya akan datang.

"Sorry kak, aku udah pesen ojol." Keluh Sevila.

Septian hanya manggut-manggut. Tak berselang lama, ojol Sevila benar-benar datang. Sebelum naik, Sevila sempat melambaikan tangannya pada Septian. Cowok itu masih belum melajukan motornya untuk pulang.

Setelah persimpangan, Sevila mendapat pesan dari Septian.

Gue kawal ya dari belakang

Sevila menaikkan senyumannya. Kenapa Septian sangat romantis seperti ini, sih?

Ya Tuhan ... Sevila harus berbuat apa sekarang? Dia benar-benar gugup, deg-degan, malu, campur aduk.

Sevila melirik spion, Septian benar-benar mengikuti ojolnya.

Samar-samar, Septian tersenyum.

****

Baper nggak kalau diginiin?

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang