23.

14 6 0
                                    

Kejadian hari kemarin terulang kembali. Saat pulang bersama, Septian mengajak Lea untuk makan sore terlebih dahulu. Septian tahu persis, Lea anaknya jarang makan kalau di rumah. Makanya Septian memastikan dia makan hari ini sebelum pulang dan kembali pada Lea yang asli di rumahnya.

Ingatkan, Lea anaknya selalu insecure habis-habisan kalau sudah di rumah.

Mereka makan di kafe Persik. Dekat dengan sekolah. Seperti perkiraan Septian, Lea makan dengan lahap. Gadis itu pasti kalau sudah pulang tidak makan malam lagi.

"Lea, gue mau jujur." Kata Septian.

Lea sudah selesai makan, tinggal menghabiskan dessert penutupnya. "Hmm?"

"Gue sebenernya ..."

"Astaga, gue baru ngeh! Lo mau nembak gue, Sep?" Potong Lea.

Septian merotasi bola matanya malas. "Nggak usah geer! Sejak kapan gue suka sama lo sampai mau nembak?"

Lea nyengir, "siapa tahu aja lo berubah pikiran. Lo kan nggak pernah tertarik sama gue, tapi bisa aja tiba-tiba lo nyesel nggak nembak gue dari dulu sampai akhirnya keduluan sama Dino. Ya kan? Lo pasti mikir keras, karena selama ini cuma gue orang yang paling deket sama lo dan selalu ada buat lo. Lo pasti menginginkan lebih!"

Septian menoyor kepala Lea. Gemas dengan tingkah laku sahabatnya itu. "Justru itu yang mau gue omongin sama lo. Gue mau mastiin sesuatu."

Lea jadi deg-degan. Bisa-bisanya dia dibuat terintimidasi oleh Septian. 2 tahun lebih bersama membuatnya tahu baik buruk sisi seorang Septian. Mau naksir pun, Lea harus mikir ribuan kali.

"Lo nggak ada rasa apa-apa kan sama gue?" Tanya Septian serius.

Giliran serius gini, Lea malah jadi ingin ngakak. "Lo salah besar, Sep. Mana mungkin gue nggak ada rasa sama lo setelah kita bersama lama."

Septian bingung sendiri. Kalau Lea ada rasa, kenapa selama ini dia—

"Gue sayang sama lo, sebagai sahabat. Gue juga suka sama lo, makanya gue mau temenan sama lo. Ibaratnya gue nggak suka, nggak bakalan mau gue temenan sama lo!" Terang Lea.

Septian menghela napas lega. Ternyata itu maksudnya.

"Jadi?" Tanya Lea.

"Gue anggap, di pihak lo aman karena nggak ada rasa lebih apa pun sama gue."

"Berarti beneran lo yang suka sama gue?" Cecar Lea.

"Nggak, Lea! Gue juga mau ngomong kalau gue nggak ada rasa apa pun sama lo. Jadi intinya, persahabatan kita ini murni, kan?"

"Iya lah, murni. Emang apa lagi?"

"Soalnya banyak orang berpendapat kalau di dunia ini nggak ada cewek dan cowok yang benar-benar bersahabat. Katanya dusta."

"Siapa yang ngomong?"

"Banyak. Lo juga pasti tahu. Maksud gue, bukan untuk kita. Tapi memang gitu omongan orang-orang."

Lea mengetuk-ngetuk jarinya di dagu, "bener sih emang. Nggak ada yang murni. Karena mereka nggak ngalamin. Atau mereka ngalamin tapi baper duluan. Kalau gue kan sama lo, aman-aman aja! Eh, tapi serius kan lo nggak ada rasa sama gue? Ntar malah kayak di film-film. Sebenernya lo suka sama gue dari dulu tapi sok-sokan jadi sahabat dan support gue sama Dino."

"Nggak! Sumpah demi Tuhan!" Kilah Septian. Bahkan dua jarinya sudah naik ke atas.

Lea tersenyum lega. Dia juga sejujurnya masih suka kepikiran sama film-film tentang persahabatan itu, misalnya film #TemanTapiMenikah, Lea tak mau berakhir seperti mereka. Maksudnya, jika pun ada rasa ya dari sekarang saja terbongkar.

Lea bersyukur ada percakapan ini dengan Septian.

"Gue mau jujur, karena gue sekarang lagi ada cewek yang ditaksir."

Septian sudah menunduk dalam. Dia menunggu Lea yang akan ngakak atau malah memukulinya habis-habisan entah karena apa. Tapi sampai hitungan ke sepuluh di hati Septian, Lea tak kunjung bereaksi.

Septian memberanikan diri mendongak.

"Mana kameranya? Lo ngeprank gue kan? Nggak lucu, Sep. Sejak kapan lo mau jadi YouTuber?"

Septian melongo. "Mana ada gue ngeprank, Lea!" Ujarnya frustasi.

"Terus?"

Tak tahan lagi, Septian mengeluarkan ponselnya. Daripada diulur-ulur yang Septian tahu Lea tidak akan percaya sampai kapan pun, lebih baik langsung menunjukkan foto Sevila pada Lea. Foto cewek yang disukainya.

"Ini, cewek yang lagi gue taksir. Anak kelas 10 IPA 2, namanya Sevila."

Septian memperlihatkan foto Sevila. Lea mengambil ponselnya, meneliti foto itu. "Cantik," gumamnya.

"Lo kenal dia dari mana?" Tanya Lea.

"Waktu itu, pas hari ulangtahun gue, nggak sengaja ngelihat dia. Hari ekskul kan waktu itu. Ternyata dia juga ulangtahunnya sama kayak gue, tanggal satu September."

"Cieeelah, so sweet bener tanggal lahirnya sama." Goda Lea.

"Gue serius. Pokoknya semenjak itu lah, gue kenal dan kita deket."

"What? Deket? Lo bilang naksir dia. Kok udah deket aja, sejak kapan?"

"Udah beberapa hari. Ya pokoknya gitu lah ceritanya. Yang penting gue udah cerita biar lo tahu dan nggak ada salah paham apa pun."

"Dia mau emang deket sama lo? Kok bisa ya dia sebego itu?" Desis Lea.

Septian kembali menoyor kepala Lea. "Sembarangan ngatain Sevila bego!"

"Ya abisnya. Dia belum tahu sih gimana buruknya lo, main mau aja deket sama lo!"

"Heh, lo juga punya kelakuan buruk yang nggak diketahuin sama Dino ya, makanya Dino mau sama lo!" Balas Septian.

"Iya juga, sih." Lea merenung beberapa saat. "Jadi, kapan nih lo kenalin ke gue secara resmi?"

"Belum jadian kali. Dia nggak bisa diajak jadian cepet. Papanya ngelarang!"

"Terus?"

"Gue mau komitmen sama dia. Lagian gue nggak ada niat macem-macem juga. Gue tulus suka sama dia. Gue bener-bener ngehargain dia sebagai cewek satu-satunya yang bikin gue tertarik di sekolah ini."

"Iya bener! Seorang Septian yang bener-bener buta cinta, akhirnya ngaku naksir sama cewek. Gilak, sih!"

"Gila kan? Gue sekarang lagi ada problem sama dia. Dia marah nggak jelas, nyuekin gue. Padahal besok kita mau jalan."

"Kenapa marah?"

"Gue nggak tahu." Septian mengedikkan kedua bahunya.

Lea menggeplak lengan Septian, "kalau ada apa-apa diomongin bego!"

"Gue juga maunya gitu. Tapi Sevilanya susah ditemuin."

"Usaha! Gue nggak mau ya punya temen yang pengecut!"

Septian menghela napasnya panjang. Iya, dia akui kalau dirinya memang pengecut. Setidaknya, dia sudah berhasil menyelesaikan perkara dengan Lea. Seperti yang Naira katakan. Setelah ini, dia tidak perlu takut Sevila akan cemburu pada Lea.

Cemburu pada Lea.

Apa jangan-jangan permasalahan ini karena Sevila cemburu pada Lea? Persis isi dalam Snap WAnya. Katanya ada orang lain. Padahal Septian tidak pernah dekat dengan perempuan lain selain Sevila dan Lea.

Septian menepuk jidatnya. Apa mungkin benar yang dimaksud Sevila adalah Lea?

Mungkin waktu itu Sevila melihat dirinya dan Lea di mal. Mungkin Sevila belum pulang waktu meneleponnya, tapi dia melihat dirinya dan Lea.

Salah Septian. Dia sendiri yang belum menceritakan keadaan sebenarnya pada Sevila soal Lea.

Bodoh! Lagi-lagi satu kata itu yang pantas disematkan di nama tengahnya Septian.

Septian bodoh Pramudia Harahap.

*****

Story of September [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang