Hari ini, tepat tanggal 1 September. Tepat pula hari ulang tahun Septian Pramudia Harahap. Tahun ini, lelaki berambut cepak itu genap berusia 18 tahun. Dan September tahun ini, adalah September terakhir ia bisa berulang tahun dengan menyandang status sebagai seorang siswa.
Septian bersekolah di SMA Gerhana Bulan, tepatnya duduk di kelas 12 IPA 2. Teman sebangkunya adalah Ramzi, cowok yang gemar sekali tepe-tepe ke semua siswi di sekolah. Kadang Septian selalu uring-uringan, karena dia sudah duduk sebangku dengan Ramzi dari hari pertama menjadi siswa kelas 10.
Hari itu Sabtu, tidak ada pembelajaran di sekolah, tapi semua siswa-siswi di SMA Gerhana Bulan wajib datang karena harus mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Septian datang dari jam 7, seperti hari biasa berangkat ke sekolah. Dari mulai datang, Septian sudah nongkrong di ruangan tempat menyimpan alat-alat Karate, ekstrakulikuler yang diikutinya.
Seseorang menepuk pundak Septian, membuat cowok itu menoleh, “Apa?”“Gue 'kan udah sering bilang, berangkatnya jam 8 aja. Orang jam setengah 9 baru mulai kok. Lo kelihatan kayak cowok gabut lama-lama di sini, sendirian pula!”
“Bodo amat.”
“Terserah, sih, gue cuman ngasih saran aja.” Final Dendi. Cowok tinggi itu merupakan ketua ekstrakulikuler Karate yang sebentar lagi akan lengser dan digantikan oleh salah satu dari 3 kandidat anak kelas 11.
Septian buru-buru mengganti bajunya dengan seragam Karate di toilet khusus putra. Dia keluar dengan tangan yang sibuk melipat kaos yang dipakainya dari rumah, rencana akan disimpan di loker. Perhatian Septian tersita oleh pemandangan siswi-siswi ekstrakulikuler Bahasa yang sering mengadakan pertemuan di ujung lapangan, tepatnya di bawah pohon beringin besar. Yang menjadi perhatian adalah 3 siswi yang duduk paling belakang tengah menyiapkan sesuatu dalam kantong kresek berwarna hitam. Septian penasaran, tanpa sadar cowok itu melangkah mendekat.
Sekitar 10 meter dari ujung lapangan, Septian baru bisa melihat dengan jelas jika ternyata isi di dalam kantong kresek itu adalah beberapa butir telur dan juga sekantong terigu. Septian sudah bisa mengira apa yang akan terjadi di antara mereka.
Dugaan Septian tepat sasaran ketika hatinya tak sengaja menghitung mundur. Tepat di hitungan ke nol, 2 siswi di belakang itu masing-masing melempar telur pada seorang siswi yang duduk paling depan. Septian meringis ketika telur itu pecah di atas kepalanya. Terdengar juga teriakan dari beberapa siswi yang duduk dekat dengan sang korban. Tak berselang lama, 1 siswi tersisa yang menyusun rencana menabur terigu di atas kepala si korban hingga tubuhnya sudah seperti adonan gorengan.
Sudut bibir Septian berkedut, membayangkan jika dirinya yang berada di sana. Hari ini, dia juga berulang tahun. Seumur-umur dia tak pernah mendapat kejutan seperti itu, baik dari teman maupun keluarganya.
Septian memilih untuk meninggalkan area lapang dan kembali ke aula Karate. Lebih baik ia mempelajari gerakan-gerakan Karate yang akan ditampilkan saat acara pekan seni sekolah beberapa bulan mendatang, daripada Septian merasa iri hati melihat seseorang yang lahir di tanggal sama sepertinya tapi mendapat perlakuan lebih dari teman-temannya dibanding dirinya.
***
Sevila selesai membersihkan dirinya di toilet putri sekolah. Tak disangka, hari ini ia mendapat kejutan dari teman-teman ekskul Bahasa. Sevila tak pernah berekspetasi lebih tentang hari ulangtahunnya yang pertama di SMA ini. Rasanya begitu membahagiakan, ternyata teman-teman SMAnya begitu perhatian padanya. Entah siapa yang pertama kali mencari tahu tentang tanggal lahir Sevila.
Ternyata, hari Sabtu itu tidak benar-benar diadakan kumpul Bahasa, mereka semua termasuk pembina ekskul Bahasa—Bu Rani—sengaja mempersiapkan kejutan untuk Sevila. Setelah Sevila kembali ke lapangan, sudah nampak tikar digelar dengan beberapa cemilan dan makanan berat seperti ayam dan juga burger. Sevila tak bisa menahan senyumnya. Betapa manisnya hari ini.
Diam-diam Sevila mengambil gambar. Dia harus mengabadikan momen hari ini. Belum tentu tahun depan dia akan mendapat kejutan serupa.
Ternyata, selain memberi kejutan dan kue tart, beberapa kakak kelas ada juga yang memberinya kado. Bu Rani juga memberi Sevila kado. Sungguh, Sevila merasa benar-benar bahagia.
"Pokoknya dari kita, doa yang terbaik untuk Sevila. Semoga apa yang diharapkan dan belum terlaksana, segera terwujud di tahun ini." Ujar Naira, ketua ekskul Bahasa.
"Amin!" Serentak semuanya mengaminkan.
"Makasih banyak ya semuanya. Aku nggak tahu harus balas kalian dengan cara apa." Ujar Sevila.
Bu Rani merangkul bahu Sevila, "kami semua sayang sama kamu, Sevila. Kamu harus tahu, ekskul Bahasa bukan hanya sebuah perkumpulan siswa dari SMA Gerhana Bulan, tapi kami semua keluarga."
Sevila menitikkan air matanya, kemudian segera dihapusnya lagi. "Makasih, Bu Rani. Sevila sayang banget sama Ibu." Sevila memeluk Bu Rani, kemudian diikuti oleh Naira dan berbondong-bondong anggota yang lainnya.
***
Septian sudah selesai ekskul Karate. Dia berganti baju, dan kemudian hendak pulang menaiki motornya. Saat perjalanan di lorong, Septian berpapasan dengan gadis yang tadi pagi ia lihat di lapangan. Gadis yang diberi kejutan oleh teman-temannya. Gadis itu nampak sedikit kesusahan membawa beberapa kado di tangannya.
Gadis itu tersenyum saat melewati Septian. Merasa ada yang aneh dengan hatinya, Septian berujar, "Hei!"
Gadis itu berhenti melangkah. Dia berbalik badan menghadap Septian. "Iya Kak? Ada apa?" Tanyanya sopan.
Septian menghela napasnya, kemudian berjalan mendekati gadis itu dan mengeluarkan sebuah kantong besar yang entah sejak kapan berada di saku jaketnya. Dibentangkan kantong itu, kemudian tanpa meminta izin dia sudah memasuk-masukkan satu persatu kado yang berada di tangan gadis di depannya.
"Kalo ada cara yang mudah, kenapa harus mempersulit hidup?" Sindir Septian.
Gadis itu mengangguk, sepertinya dia tertohok dengan ucapan Septian.
"Kalau mau pamer kado jangan di sekolah, nanti aja di rumah, posting di Instagram."
Gadis itu tidak membalas. Hanya sibuk memperhatikan pergerakan Septian. Setelah selesai, Septian menyerahkan kantong yang telah berisi penuh kado pada gadis itu.
"Makasih, Kak." Ucapnya pelan.
Septian mengangguk. Dia berbalik, kemudian melanjutkan kembali langkahnya untuk menuju parkiran.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of September [end]
Ficção AdolescenteSeptian lahir pada awal bulan September, begitupun dengan Sevila. Keduanya memiliki nama yang hampir sama. Septian dan Sevila sama-sama bodoh dalam dunia per-bucinan. Keduanya bertemu tanpa sengaja, menjalin ikatan batin dan mengulas hari dengan pen...